06.Rain(du)

32 6 1
                                    

Langit tidak tahu, ini sebenarnya dia yang terlalu jodoh atau teman-temannya yang kurang kerjaan jadinya begini. Langit tidak mengatakan bahwa dia menerima tantangan itu tetapi juga tidak mengatakan kalau dia menerimanya.

Jadi, dia harus melaksanakannya tantang tak bermutu itu atau tidak?

Di tengah-tengah pikiran yang tengah gundah, mata Langit menangkap objek yang selalu hinggap memenuhi pikiran sedari tadi. Sosok itu tengah menengadahkan tangannya menampung air hujan yang Langit yakini cukup dingin.

~~~

Langit masih saja berawan dari hari kemarin. Senja menyukainya, namun, para jemuran-jemuran itu yang tidak suka. Bagaimana nasibnya jika semua baju tidak ada yang kering. Alamat tidak mandi.

Saat melangkah meninggalkan koridor, Senja merasakan pergerakan air dari atas memasuki celah jilbab putihnya.

Hujan! 

Benar-benar hujan.
Dengan langkah yang berusaha di besar kan Senja menggerakkan kaki kecilnya kembali kekoridor untuk berteduh. Dia tidak ingin bermain hujan di sekolah, itu hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Sekalipun dia menginginkannya. Menjadi bodoh tidak seburuk itu bukan?

Tangannya mulai basah oleh air hujan. Tidak, bukan hanya Senja yang melakukan hal ini. Tak sedikit dari mereka juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Senja. Bermain hujan dengan cara menengadahkan tangan itu rasanya menyenangkan.

“Suka hujan? “

Senja terperanjat kala suara berat itu menyambangi indra pendengarannya. Kepalanya berpaling yang semula menikmati percikan air hujan, kini memandang si empunya suara.

“Langit? “Bukannya menjawab, Senja justru bertanya dengan kening berkerut.

“Suka hujan? “Langit kembali mengulang pertanyaan tadi, karena dia rasa Senja tak butuh jawaban darinya.

Senja mengangguk sebelum akhirnya menikmati percik-percik air hujan kembali.Bahkan, lengan panjang bajunya itu sudah basah sedari tadi.

“Kenapa? “

Kening Senja lagi-lagi mengerut. “Apanya yang kenapa? “

“Itu suka air hujan, kenapa? “

“Kamu belum pulang? “lagi, Senja bertanya akan hal-hal yang tidak membutuhkan jawaban.

Langit menggeleng. “Kamu juga belum pulang? “

Senja membuang napasnya pelan, kemudian berkata kepada Langit, “Aku naik sepeda, tidak mungkin pulang kalau hujan begini. “

“Aku juga naik motor, jadi enggak mungkin pulang kalau hujan, “ucap Langit tak mau kalah.

Senja mengangguk, kemudian berjalan kedepan meninggalkan Langit. “Ya, sudah. Aku duluan, ya. “

“Tapi kamu belum jawab pertanyaan aku! “

Berbalik badan kembali menghadap Langit. “Yang mana?“tanya Senja.

“Eh,itu tadi yang kenapa kamu suka hujan? “jawab Langit salah tingkah. Langit merutuk pada dirinya sendiri yang berubah jadi oon seperti sekarang.

Langit dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang