°1

4.2K 365 24
                                    

"bajingan! sialan! enyah saja!"

"chenle!"

chenle memberhentikan langkahnya. dirinya baru saja pulang dari sekolah dan sedang dalam kondisi emosional yang tidak baik. mulutnya yang tidak tertahan terus saja mengeluarkan kata-kata kotor, bahkan di saat ada orang tuanya sekalipun.

chenle menatap kasar ibunya.

"tutup mulut kasarmu!"

"aku tidak peduli! aku sedang kesal, jangan ganggu aku!"

"zhong chenle! kemari kau!"

chenle menghentakkan kakinya kasar ketika menaiki tangga. sesampainya di kamar dia membanting pintunya keras-keras.

"sialan sialan sialan!" umpat chenle. tas ranselnya dia lempar sembarangan, tak sengaja menjatuhkan ponselnya yang berdering di atas kasur. oh ya, dia meninggalkannya tadi pagi. chenle mengambilnya dan menatap layar ponsel itu kemudian mengangkatnya.

"tidak berakhir bagus, huh?"

"jika tidak ada hal manis keluar dari mulutmu, silahkan tutup teleponnya, sampah."

"wow, tenanglah chenle. aku hanya menelpon untuk berbela sungkawa."

"fucking hell. kau pikir aku mati hah?"

"ketika kau ditarik ke dalam ruang guru? hm ya."

"sialan kau." chenle nyaris saja melempar ponselnya, tetapi suara di seberang memotong.

"sudah kubilang tenang, 'kan? aku dapat kunci ruang guru, bagaimana kalau nanti malam kita ambil semua uangmu yang tadi dengan cerobohnya kau pakai untuk berjudi."

chenle diam untuk beberapa saat, sebelum berkata, "jam 7. dan jangan lempar jendelaku dengan batu seperti waktu itu! kau nyaris memecahkannya!"

"haha siap, chenle." dengan begitu, panggilan dimatikan. chenle melempar ponselnya ke atas kasur, dia tidak takut akan rusak karena dia punya uang untuk membeli yang baru.

chenle menaiki kasur dan merebahkan badannya. benar-benar menyebalkan, mengingat dia hari ini sial sekali. pertama, dia ketahuan bermain judi dengan senior. kedua, semua uang judi termasuk milik seniornya disita. ketiga...

tok tok tok

"chenle? sayang? kami ingin berbicara padamu."

...ketukan itu.

"aku belum mandi, ma." balas chenle malas.

"kalau begitu mandilah dan turun ke bawah."

sejujurnya chenle malas. toh sebentar lagi dia akan kabur dan bertemu teman untuk mengambil kembali uangnya.

"ughhh." tapi tetap saja dia berguling ke bawah. jatuh ke atas lantai dan mengambil handuk yang menggulung di bawah kasurnya. ada banyak di sana, chenle menggantinya setiap hari.

dia berjalan ke kamar mandi dan melakukan apa yang harusnya dilakukan. setelah mandi, chenle turun dengan baju seadanya. maksudnya, kemeja putih dan jaket jeans hitam, serta celana pendek dan sneaker putih.

"serius chenle? kau memakai sneaker di dalam rumah!" tegur ibunya. chenle hanya merengut dan duduk di seberang sofa. ketika dia duduk, dia melihat wajah yang asing di sebelah ayahnya.

"apa ini?"

"bukan apa ini, tapi siapa ini." koreksi ibunya.

aku tahu, idiot. ingin sekali chenle berkata seperti itu, namun tatapan ayahnya membuat dia terdiam.

"tolong bicara yang sopan, chenle." ucap ayahnya dingin.

"tolong ya, aku sudah sangat sopan, kalian saja yang terlalu sensitif." celetuk chenle yang mendapat siraman air dari ayahnya. chenle menjerit.

"the fuck! aku baru saja mandi!" marah chenle dan dia bangun. dia baru ingin berkata lagi, tapi tahu itu tidak akan berguna. itulah kenapa dia berlari ke arah kamarnya dan membanting pintu, lagi-lagi dengan keras.

ibu chenle mencubit ayahnya, sementara yang dicubit hanya memutar bola matanya.

"apa selalu seperti ini?" tanya orang yang sedari tadi diam.

"kadang memang seperti ini." jawab ibunya pasrah. "apa kau bisa merubah anak kami?"

"kalian tahu, membuat obat mudah, namun bahannya itu yang sedikit susah ditemukan, terutama pada manusia, pasti akan berbeda." orang itu tersenyum. "tapi tentu saja. selama kalian mengizinkanku tinggal di rumah kalian hingga ujianku selesai, di tes terakhir aku akan membuatkan obat agar anak kalian menuruti kemauan kalian."

"tentu saja." ayah chenle mengeluarkan pena dari sakunya dan menandatangi sebuah kontrak yang membiarkan orang itu tinggal di rumahnya untuk beberapa waktu. setelah itu, ibunya pamit untuk pergi menemui chenle, meninggalkan ayahnya dengan orang itu saja yang bersiap-siap menuju kamar tamu.

"senang melihat bahwa sekolah penyihir itu masih ada, renjun." kata ayah chenle. renjun, nama pemuda yang sedang mengangkat kopernya itu, mendongak. maklum, renjun jauh lebih pendek daripada ayahnya chenle itu.

"sejujurnya, sekolahku mengalami kebangkrutan. aku berniat lulus secepatnya sebelum semua itu terjadi," terang renjun. "untung saja ms.xun cepat memberikanku ujian. kalau tidak, entah aku akan bersekolah di mana lagi."

"aku turut bersedih. sekolahmu adalah salah satu saingan sekolahku yang terbaik."

renjun menghentikan langkahnya ketika sudah sampai tepat di depan kamar yang diperuntukan untuk dirinya.

"tuan zhong," renjun tersenyum. "sebenarnya itu bukan margamu 'kan?"

ayah chenle tersenyum melihat kepintaran renjun.

"mungkin akan kuceritakan lain waktu."

magic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang