°18

1.2K 219 7
                                    

chenle bangun saat merasakan tangannya dicubit. dia melihat ke arah sebelahnya, dan langsung takut melihat renjun yang menatapnya dan reflek mundur sedikit.

"ada apa?" tanya renjun, mengangkat alisnya.

chenle bingung. apa semua tadi hanya mimpi? renjun menyiksanya di kamar mandi, guyuran itu, sabun itu..

ciuman itu.

apa semuanya hanya mimpi buruk saja?

"cepat bangun. kita selamatkan mark-hyung dan teman kesayanganmu itu."

"tapi kau bilang tidak boleh.." mereka bilang mimpi adalah prasangka masa depan kan? bagaimana jika mimpi tadi merupakan salah satu takdirnya? chenle tak mau dipaksa memakan sabun. itu mengerikan.

"memang. aku belum menceritakannya padamu, tapi dunia ini berbeda dengan duniaku. di sini, sihir para penyihir melemah karena mereka bukan berasal dari sini. sementara para kelompok hitam itu, mereka bukan penyihir. mereka manusia."

"m-manusia? sama sepertiku?"

"iya. itu sebabnya mereka tidak terpengaruh. mereka tidak memiliki sihir asli, sihir mereka hanya sihir imitasi yang berasal dari batu komet. baru dengan begitu mereka dapat menggunakan sihir layaknya seperti seorang penyihir."

"j..jadi?"

"kita akan mengalahkan mereka."

"bagaimana bisa? tanpa sihirmu? bodoh!"

"pfft.. siapa bilang aku harus menggunakan sihir? aku ini ahli rune dan obat, kau tahu." renjun bangun dari sebelah kasur chenle. "ayolah. kita tidak bisa berlama di sini."

chenle mengusap dagunya. apa benar tadi mimpi? tapi rasa pahitnya masih terasa di lidahnya. kenapa begitu nyata?

"aku membantu juga? bisa apa aku?" kenapa chenle terdengar ragu.

"kau memang tidak berguna, tapi setidaknya kau bisa membawa temanmu pergi ketika aku mengalahkan kelompok hitam." renjun sudah memegang koper miliknya. sepertinya berisi obat-obatan.

"aku harus membuat pelindung dengan rune terlebih dahulu." renjun mengayunkan tangan ke udara, seperti menuliskan sesuatu. tulisannya berwarna, dan sebuah cahaya muncul kemudian menghilang di depan renjun.

"sudah." renjun menunjuk ibu jarinya menuju ke luar jendela. "ayo selamatkan mereka."

chenle melihat ke arah jendela.

"lompat? lewat jendela?"

"tidak, bodoh. hahh jangan bilang kebodohanku menular pada dirimu?" goda renjun dengan wajah datar.

"cih." chenle mendecak dan bangun dari kasur. "lalu kita harus apa, idiot?"

renjun tersenyum. dia mengeluarkan sebuah kantung dari sakunya.

"pernah menonton tinkerbell?" renjun mengangkat kantung itu. "ini namanya serbuk pixie. tidak, tinkerbell tidak nyata. ya, serbuk ini nyata. aku menggunakan serbuk ini jika bepergian jauh."

"mengecewakan. kupikir kita akan menaiki sapu terbang?"

"aku gagal di kelas sapu terbang." renjun melempar serbuk itu ke wajah chenle, membuat chenle tersentak kaget.

"akh! wajahku!" chenle menjerit. "keparat!!"

"hus, tutup mulutmu." renjun memegang tangan chenle. tiba-tiba saja chenle merasa tubuhnya ringan. chenle membuka matanya dan melihat bahwa dia sudah melayang di udara. dia menjerit ketika akan jatuh, tapi tangannya sudah dipegang oleh renjun.

"bagaimana cara menggunakannya?!" jerit chenle, dia berpegangan sekuat tenaga pada renjun. renjun memutarkan bola matanya.

"tinggal dorong saja dirimu ke arah manapun, serbuknya akan membantumu bergerak." renjun menjauh dari chenle. "kulepas ya?"

chenle langsung panik dan memeluk tangan renjun. "jangan!!!"

masalahnya dia belum seimbang tapi renjun dengan seenak jidatnya yang seluas landasan bandara itu ingin melepas tangan chenle. chenle yang dilepas di udara hanya bisa teriak-teriak karena dirinya nyaris jatuh berkali-kali.

"aku akan jatuh!!"

"kau tidak akan jatuh."

"aku akan!!"

renjun menghela nafas dan melayang ke arah kasur chenle, kemudian merobek bagian ujung selimut chenle. chenle yang sudah panik, menatapnya dengan horor.

"selimutku!!! hei bodoh kenapa kau robek?!!"

"berisik ya?" renjun melayang ke arah chenle, kemudian mengikat robekan selimut tadi ke tangannya dan tangan chenle. "dengan ini kau tidak akan menyusahkan ku."

chenle melihat ke arah selimutnya itu. "bagus. aku terjebak dengan orang bodoh."

renjun tidak merespon chenle dan langsung pergi terbang keluar jendela, chenle menyusul dari belakang dengan tangannya yang ditarik oleh tali itu.

terasa menyeramkan, tapi anehnya chenle tidak berteriak. dia bahkan sudah bisa menyeimbangkan tubuhnya di udara. diam-diam chenle memerhatikan kota di bawahnya. sudah sore, makannya terlihat agak sepi. chenle penasaran, apa ada seseorang yang dapat melihat mereka sekarang? terbang di angkasa seperti ini? apa tanggapan mereka? chenle bahkan tidak terlalu terkejut dengan semua ini. rasanya memang sudah dia maklumi sendiri.

atau memang chenle yang sudah sadar bahwa sihir itu memang ada..

"hei ... kita akan ke mana?" tanya chenle pelan. udara kota yang menampar tubuhnya terasa sangat dingin. "di mana kita akan mencari jisung?"

renjun terdiam sebentar.

"pertama kita akan ke rumah mark-hyung."

magic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang