°25

1.1K 181 36
                                    

"jadi....kau menyakiti mereka demi.. sekolahmu? demi gelar mu?"

renjun memutarkan bola matanya, namun dia mengangguk. dia munafik, memang. dia salah sekali. kalau saja dia tidak mengalah pada egonya, mungkin keadaan tidak akan seperti ini.

mereka sudah kembali dari gedung itu, dengan renjun yang kondisi memburuk karena jauh dari batu kometnya, namun berhasil distabilkan oleh jeno. dan sekarang renjun tengah berada di atas kasurnya, di rumah chenle, di mana ia dikelilingi oleh orang-orang seakan-akan dia bintang atas kejahatannya. memang.

dan mungkin menceritakan masa-masa awalnya masuk sekolah penyihir bukanlah hal yang bagus, tapi benar dilakukan.

chenle merungut, "kau benar-benar sampah."

"ya, dia sampah. sampah mu." timpal jisung yang mendapatkan tatapan kesal dari chenle.

"tapi aku tidak ingat menyakiti mereka secara fisik. aku hanya...menjauhi saja." renjun mengusap batu kometnya. "aku tidak ingat.."

itu sebabnya renjun merasa tidak tahu, karena dia memang tidak tahu. dia hanya ingat misi yang diberikan mark, lalu dia mulai bergaul dengan mark dan jeno, dan.. dan..

"aku menghapus memori mu." mark akhirnya berbicara. seluruh mata tertuju padanya langsung.

"mark-hyung..." jeno memegang tangan mark. renjun mengernyitkan dahinya.

"maksudmu?"

mark menghela nafas.

"renjun, kau benar menyerang mereka. saat mereka tahu kau akan pindah ke asrama penyihir setelah misimu itu selesai. dan setelah itu kau merasa bersalah. aku ingat kau bahkan ingin menghancurkan batu kometmu. kami harus menghentikanmu, membawamu ke dewan guru, dan menghapus ingatanmu. lalu kau melupakan setengah kejadian itu. jadi kau hanya tahu bahwa kelompok hitam jahat dan hanya akan mengganggu mu dan sekolah mu terus...hingga akhirnya kau tiba di dunia ini." terang mark dengan wajah bersalah, sementara jeno sudah memeluknya dari belakang, berusaha meredakan rasa bersalah mark. nyatanya tidak.

"itu penjelasan yang sangat panjang dan membosankan jadi aku tidak mendengarkan." chenle mengangkat bahunya. "adakah cara yang bisa membuat mereka lebih baik? mereka, kau tahu, ancaman kan?"

"aku tidak tahu. itu urusan ku." renjun bangun untuk duduk di atas kasur. "kau tidak perlu ikut campur, anak kecil."

"what the fuck, mereka nyaris membunuh jisung! itu sangat urusan ku!" chenle menggebrak kasur yang ditempati oleh renjun.

"chenle, dendam tidak akan menyelesaikan apapun." jisung tersenyum. "lagi pula aku baik-baik saja. dan lihat sisi lainnya!" dia menunjuk ke arah rambut chenle. "kau sepertinya mempunyai sihir sekarang? itu keren!"

chenle melihat ke atas dan mendecak, "aku tidak tahu, dan ini bukanlah hal yang keren."

"apa ada kasus seperti ini sebelumnya? manusia normal tiba-tiba mendapatkan sihir?" renjun bertanya, mengabaikan informasi dari mark. mark hanya menggeleng.

"harus ada hubungan darah dengan penyihir atau manusia dari dunia kita, renjun."

"tapi tak mungkin! aku bukan penyihir! orang tua ku normal, mereka dari dunia manusia! dunia ku!" chenle tak terima dengan fakta itu. pasti ada kesalahan. dia tidak bisa.. ah, dia tidak mungkin. pasti sesuatu merubahnya, mungkin jaemin lah yang merubahnya.

renjun menggigit bibirnya sekarang, dan mengangkat alisnya canggung. "oh ya...tentang itu..."

chenle langsung menatap renjun, yang hanya diam saja. "apa? tentang apa?"

renjun tak menjawab. dia hanya berusaha memandang ke arah lain dan itu membuat chenle kesal.

"katakan!" chenle menarik kerahnya tiba-tiba, tak sengaja menumpuk perutnya dengan sikutnya sehingga membuat renjun kesakitan.

"ow! ow! perutku!"

"chenle kau menyakitinya!!"

"biarkan si idiot ini sakit! dia merahasiakan sesuatu!"

akhirnya chenle dapat dilepas setelah digelitik oleh jisung. chenle pun mendengus dan melipat tangannya di ujung kasur. keadaan hening sejenak, karena tidak ada yang mau berbicara. namun akhirnya renjun membuka suara.

"bisa kalian pulang? aku ingin waktu sendiri."

mark dan jeno saling menatap, dan jeno hanya mengangguk. dia berjalan ke arah renjun duluan dan mengusap tangannya. kemudian dia pergi ke arah jendela, dan memanggil sapu terbangnya. mark juga sama, tapi dia meminta maaf terlebih dahulu kemudian mengikuti jeno.

chenle menatap jisung sebentar sebelum memegang tangannya, "aku antar kau pulang."

jisung mengangguk dan mengikuti chenle keluar.

ruangan pun mendadak sepi. renjun yang memang sudah terbaring di kasur ingin tidur dulu untuk mengembalikan seluruh energinya, tapi pintu tiba-tiba dibanting.

"demi tuhan." renjun memegang dadanya. chenle mendengus dan berjalan ke arah renjun.

"kau pikir kau bisa istirahat setelah teman sialan mu itu mengubah warna rambut ku? jelaskan!"

"kau mau aku ceritakan? baiklah. suatu hari ada seorang penyihir dan setengah penyihir saling jatuh cinta, karena mereka merasa tidak aman jadi mereka pindah ke dunia manusia bla bla bla anak menyebalkan lahir bla bla bla aku malas menjelaskannya bisa kau pergi sekarang? tubuh ku sakit sekali." dengus renjun dan mengangkat selimutnya hingga menutupi kepalanya, bersiap tidur kembali.

"ha? kau tidak bisa tidur!!!" chenle memukul-mukul renjun, tapi renjun tak bergeming. "bangun, renjun idiot!" chenle memukulnya agak keras, mengeluarkan sekilat cahaya. renjun membuka selimutnya langsung dan duduk memplototi chenle yang terbengong.

"aku bangun, puas?" gerutu renjun. chenle yang melihat rambut renjun terpanggang hanya tertawa keras.

"haha kau terlihat bodoh! tunggu, kau sudah bodoh. yah, kau terlihat semakin bodoh. pfft."

renjun memutarkan bola matanya dan membuat rune yang menembus kepalanya sehingga rambutnya kembali ke bentuk semula. ternyata chenle masih tertawa saat itu juga.

"mentang-mentang sudah bisa mengeluarkan sihir kau sombong begini, huh?"

"ha? aku tak tahu bagaimana cara mengeluarkannya. keluar begitu saja."

"terserah. aku akan tidur." renjun sudah akan mengangkat selimutnya kembali, tapi chenle menarik selimutnya.

"renjunnnnn!!" rengek chenle. "aku mau kembali jadi normal!!"

renjun pun akhirnya melempar selimutnya dengan kesal. tadinya dia ingin mengomeli chenle, tapi melihat wajah cemberutnya yang menggemaskan dan rengekannya yang lucu itu membuatnya menahan diri.

mikir apa aku? batin renjun.

"jika ingin sekali kembali normal, kenapa tidak membantuku dulu?" renjun tersenyum. chenle melipat tangannya kembali dan mendengus.

"membantumu dalam hal apa? jangan macam-macam kau, idiot."

renjun bangun dan berjalan lemas ke arah chenle. kemudian dia mengulurkan tangannya.

"bantu aku dengan tugas terakhir ku, maka aku akan membantu mu kembali normal."

chenle menatap renjun lalu tangannya. dia pun memutarkan bola matanya.

"terserah."

.

.

.

aku memutuskan untuk menghapus seluruh flashback karena nggak akan berakhir dalam 10 chapter. jadi untuk yang sudah baca, mungkin sudah mengerti masa lalu renjun sedikit?

dan juga aku lelah berpura-pura tahu apapun soal sihir:")

magic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang