°24

1K 195 12
                                    

renjun tidak mengerti kenapa dia bisa-bisanya berakhir seperti ini. berdarah, tergeletak di lantai dan dengan bodohnya mendengarkan jaemin berbincang-bincang.

biasanya untuk seorang penyihir, mereka perlahan dapat meregenerasi tubuh mereka, menyembuhkan luka-luka kecil lebih cepat daripada manusia. tapi renjun berbeda. dia lahir dengan tubuh yang berbeda.

"apa kau benar-benar akan mati, renjun?" jaemin akhirnya berhenti berbicara tentang dirinya sendiri. "kau tahu, aku sebenarnya tidak ingin semuanya jadi seperti ini."

"lalu apa maumu? untuk apa kau bangkitkan kelompok hitam?" tanya renjun susah payah. dia menggigit bibirnya, menahan rasa perih darahnya yang terus mengalir meski tidak sebanyak yang terlihat. "kau berubah jaemin."

"yah.." jaemin akhirnya duduk di sebelah renjun. "kau.. kau tahu... aku tak mungkin ingin membunuhmu tanpa alasan."

"......kenapa kau mengincarku?" renjun berusaha tetap menjaga matanya tetap terbuka, meski rasanya dia mulai mengantuk. wajah jaemin yang terlihat selalu ceria berubah menjadi...datar.

"......renjun, ingat apa yang kau lakukan sebelum kelompok hitam kau bubarkan?"

renjun tidak ingat. dia sudah berniat melupakan semua hal berbau kelompok hitam untuk fokus dengan ujian akhirnya.

"tentu saja kau tidak ingat, brengsek." jaemin menutup wajahnya. "kau memukul wajah yangyang, kau menembakkan sihir ke kaki donghyuck sehingga dia tidak bisa berjalan selama sebulan, dan kau..."

perlahan, jaemin menurunkan sebelah tangannya, memperlihatkan mata sebelah kirinya.

"..menyebabkan ini."

mata hijau jaemin, yang satunya berubah menjadi abu-abu. berubah warna, berarti tidak berfungsi. mati. buta.

"hanya karena kau berusaha menyelamatkan seorang penyihir yang akan kita curi sihirnya."

renjun merasa perutnya sakit hebat. sekelebat memori menggenangi kepalanya, dia ingat.

"padahal kau yang menyuruh kami untuk melakukannya. mencuri." jaemin mengeluarkan kalungnya yang dihiasi batu komet miliknya.

"semua penyihir yang terlahir sebagai manusia harus menggunakan batu komet agar bisa menggunakan sihir mereka, meski hanya imitasi saja." jaemin melihat ke arah renjun yang menatapnya dengan tegang.

"ada apa? lupa, kalau kau yang melakukan ini padaku?" tanya jaemin dengan senyuman. itu menyakitkan renjun, renjun tidak pernah berniat menyakiti temannya.

"padahal kau sama seperti kami. kau juga terlahir sebagai manusia. lalu apa yang membuatmu berpikir bahwa kau berbeda dengan kami?" jaemin kemudian mengeluarkan batu komet renjun, dan menyandingkan dengan miliknya.

"yellow zircon ku memang tidak ada apa-apanya dengan pictured jasper milikmu." jaemin menghapus air matanya. dia bahkan tanpa sadar telah menangis. "untuk apa aku memberitahumu seperti ini? toh kau tidak peduli kan, kau lebih memilih teman penyihir murni mu itu ketimbang kami para manusia yang hanya bergantung pada batu komet."

satu memori menetap di kepalanya. dia ingat, dia lebih memilih mark dan jeno beserta teman-teman penyihir murninya di sekolah penyihir ketimbang jaemin dan donghyuck dan manusia yang lain yang hanya bisa menggunakan batu komet mereka.

"aku hanya ingin kita kembali seperti dulu, di mana tidak ada kata 'kalian' dan 'kami'." tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, diikuti dengan beberapa langkah ramai.

"jaemin, lepaskan renjun!" mereka mendengar suara jeno berteriak, tapi baik jaemin maupun renjun tidak bergerak sama sekali dari tempat mereka. jaemin tersenyum ke arah renjun.

"yasudah. aku sadar dendam itu tidak ada gunanya," jaemin bangun dan melepas jubah hitamnya, kemudian menaruhnya di sebelah renjun. tak lupa juga dengan batu komet milik renjun. "aku akan kembali dengan donghyuck."

renjun menatap jaemin yang berjalan menuju pintu di mana dia ditodong oleh chenle dengan tangannya beserta jeno dengan tongkat sihirnya. renjun berusaha bangun, dia berusaha duduk, tapi jatuh kembali. jika jaemin tidak berkata apapun saat ditodong seperti itu, bisa-bisa mereka menembaknya.

"tunggu. tunggu." sahut renjun lemah. "kalian.. jangan menembakkan..."

"apa maksudmu?" tanya mark tidak percaya. dia menepuk pundak chenle agar tetap menodong jaemin, sementara dia berlari ke arah renjun. renjun sendiri masih ingat dia memiliki botol penyembuhan itu dan meneguknya dengan cepat. renjun akhirnya dapat berdiri saat mark mendekatinya. dia mengabaikan mark dan berjalan ke arah jaemin.

"hei idiot! minggir!" sahut chenle kesal ketika renjun menghalangi jaemin dengan tubuhnya.

"jangan ada yang menembak." ucap renjun dingin. jeno langsung menurunkan tongkatnya, namun tangan chenle tetap di atas udara. renjun melirik chenle.

"turunkan. tanganmu."

"dia melukai jisung, setidaknya biarkan aku memberikan kesakitan yang jisung alami padanya!"

renjun akhirnya kesal dan menepis tangan chenle begitu saja. chenle terkejut dengan perlakuan kasar renjun yang tiba-tiba, tapi renjun tak menggubrisnya. dia menatap jaemin dalam.

"jaemin, aku minta maaf."

"untuk apa?"

"karena meninggalkan kalian. karena menyebabkan semua luka itu. jaemin, aku minta maaf."

"terlambat."

"aku bisa menyembuhkan matamu."

"tidak, kau tidak bisa! kau hanya manusia, sama sepertiku! berhentilah bersikap menjadi pahlawan bagi penyihir seperti ini dan tinggalkan aku sendirian!" jaemin akhirnya kehilangan kesabarannya dan mendorong renjun, kemudian mendorong jeno dan chenle yang menghalangi jalannya.

"jaemin!" renjun berniat mengejarnya, tapi jaemin meledakkan cahaya yang menyilaukan mata ke arah renjun. renjun dapat menangkisnya, tapi dia berakhir jatuh dan tak dapat mengejar jaemin.

renjun mendengus dan memegang tangannya yang mulai berdarah kembali. dari belakangnya telah muncul mark, jeno, dan chenle. mark berjongkok untuk menahan tubuh renjun. dia sadar luka tubuhnya tak dapat sembuh hanya karena obat, jadi dia buru-buru memasangkan kalung renjun kembali.

ketika kalung terpasang kan, batu kometnya bersinar sedikit. renjun menghempaskan nafas lega, merasa lukanya mulai tertutup kembali.

"kenapa dia pergi? apa si sialan itu hanya datang untuk mengganggu saja? pengecut." umpat chenle. renjun tidak menjawab, dia justru fokus dengan satu orang yang ternyata menghilang.

"di mana jisung?" tanya renjun, jelas mengabaikan chenle.

"kami menyuruhnya tunggu di atap gedung." jawab jeno. renjun mengangguk lemas.

"baguslah."

"apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian?" tanya chenle sekali lagi. "kenapa dia membiarkan mu? apa maksud kedatangannya dia kemari?"

"aku mengacaukan hidup mereka." hanya itu jawaban renjun.

magic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang