16. Perasaan Yang Tidak Asing

3.8K 672 36
                                    

Happy Reading 📖
---------------------


"Pak Jevan?"

Jevan terkejut pasalnya orang yang memanggilnya adalah Clara yang entah sejak kapan berada disana.

"Bu Clara." Pria itu langsung bangkit dan melepas kasar tangan Yura.

"Ahh beneran Pak Jevan ternyata. Saya kira orang lain. Bapak ngapain disini? Terus dia..." Tunjuk Clara pada Yura dengan ekor matanya.

Lidah Jevan terasa kelu tidak tahu harus menjawab apa. Wajahnya tiba-tiba saja nampak bingung dan sedikit berkeringat.

"Oh halo. Kenalin aku Yura pa-"

"Adiknya Pak Jevan ya?"

Wanita itu segera memotong kalimat Yura. Dan tanpa disangka perbuatan Clara mengundang reaksi terpaku dari Jevan setelah tanpa permisi tiba-tiba wanita itu menggenggam tangan kanannya.

"Permisi ya. Perkenalkan saya Clara, temannya Masmu ini. Saya bisa pinjam Mas Jevan nya sebentar?" Ujarnya sambil tersenyum.

"Eh tap-"

"Boleh? Oke deh makasih ya. Oh iya, saya saranin kamu pulang gih, gak baik anak seumuran kamu berkeliaran di jam segini soalnya udah malem."

Yura terdiam. Bagaimana tidak, cara bicara Clara sangat lembut tetapi tersirat kata-kata tajam di dalamnya.

Jevan menoleh bingung kearah Clara begitu wanita itu semakin mempererat genggaman tangannya, "Maaf ya kalau Mas kamu ini gak bisa anterin soalnya saya masih ada urusan sama dia. Kalau begitu kami permisi ya manis. Ayo!"

Tanpa aba-aba Clara langsung menarik Jevan keluar dari tempat tersebut. Sementara Yura yang belum sempat mengatakan apapun dibuat kesal setengah mati.

"Dih, dia pikir dia siapa?!"

➖➖➖

Cukup jauh mereka berjalan hingga sampai ke parkiran kafe tersebut. Setelah dirasa aman Clara langsung melepas genggaman tangannya dari Jevan.

"Bapak gak apa-apa?" Tanya Clara sambil tersenyum.

Sementara Jevan hanya bisa diam memperhatikan wanita itu. Entah apa yang terjadi padanya sekarang, yang jelas Clara mampu membuat Jevan jadi kagum.

"Pak? Pak Jevan?" Clara mengibaskan tangannya didepan wajah Jevan sampai dia sadar sepenuhnya.

"Eh, iya?"

"Bapak gak apa-apa kan?"

Jevan mencoba menetralkan raut wajahnya seperti semula, "Iya saya gak apa-apa. Bu Clara kok bisa disini?"

"Oh itu. Saya ada janji sama teman, terus saya gak sengaja lihat Bapak. Dan saya perhatiin kayaknya perempuan tadi buat Bapak gak nyaman."

Jevan mengangguk jujur dan menepuk pundak Clara pelan, "Terimakasih ya. Kalau gak ada Bu Clara tadi saya gak tau bakal kayak gimana."

"Sama-sama Pak. Kalau boleh tau, tadi itu Bapak lagi kencan buta? Aduh maaf kalau saya kelihatan ikut campur."

Jevan sebenarnya malu untuk mengakuinya. Diumur segini melakukan kencan? Apa pendapat orang nanti.

"Itu, Om nya Hanin yang kenalin ke saya. Kenapa? Aneh ya?"

"Gak kok Pak. Bukan aneh tapi heran aja. Kalau dilihat dari tampang Bapak pasti banyak perempuan yang ngantri di luar sana. Jadi saya sedikit heran kenapa Bapak kencan buta, sama anak dibawah umur lagi."

Jevan terperanjat, sepertinya Clara tengah mengajaknya bercanda sekarang. Bukannya marah Jevan justru ikut tertawa atas apa yang Clara katakana, "Bu Clara benar. Tapi sampai sekarang saya belum ketemu orang yang cocok jadi ibunya Hanin."

Clara tertegun sejenak. Wanita itu kemudian mengajak Jevan untuk duduk disalah satu bangku yang telah disediakan di dekat parkiran. Mereka duduk berdampingan dan saling tersenyum satu sama lain.

"Jadi Pak Jevan lagi cari ibu buat Hanin?" Tanyanya antusias kemudian dibalas anggukan oleh pria tersebut.

Bagaimana tidak, Clara sangat senang mendengar hal tersebut. Karena dia juga ingin melihat Hanin bahagia yaitu dengan memiliki seorang ibu baru.

"Bukan maksud saya menggurui atau apa ya Pak. Tapi saya saranin Bapak harus cari ibu yang baik, perhatian, dan bisa ngertiin Hanin."

Jevan yang sebelumnya nampak bingung kini malah tanpa sadar mulai memfokuskan diri menatap iris mata Clara yang terlihat teduh.

"Yang bisa mengerti kelebihan, kekurangan, sifat, dan semua keluh kesah Hanin. Pak, Hanin anak yang baik, lucu, dan manis. Bukan itu aja, tapi dia juga pintar! Siapapun yang jadi ibunya nanti pasti bakal jadi orang yang paling beruntung karena punya putri hebat kayak Hanin." Ucap Clara yakin sembari menatap lurus ke depan. Tidak tau saja jika sedari tadi dirinya terus diperhatikan oleh Jevan.

"Jadi perempuan itu bukan cuma sayang sama Bapak aja, tapi dia juga bisa sayang Hanin seperti anak sendiri. Jadi menurut saya itu perempuan yang cocok jadi ibunya Hanin." Clara mengarahkan pandangannya ke Jevan kemudian tersenyum degan tulus. Namun setelah itu Clara nampak terkejut kala iris matanya bertemu dengan iris seorang Jevano Bagaskara. Clara merasa aneh terhadap tatapan yang diberikan Jevan.

Sungguh hal itu membuat Clara jadi tidak fokus.

"Ekhm! kalau begitu saya permisi Pak. Ini juga udah malam." Lanjut Clara gugup dan beranjak dari kursinya membuat Jevan tersadar.

"Mari saya antar?"

"Ehh jangan, gak usah Pak. Lagian rumah kita kan beda jalur. Saya bisa naik taksi."

Jevan nampak tersenyum sebentar sebelum mengiyakan perkataan Clara. Meskipun Jevan mau tapi kali ini dia tidak mau memaksa, "Beneran mau pulang sendiri?"

"Iya, Bapak tenang aja. Saya juga udah biasa kok. Kalau begitu saya permisi ya." Clara segera beranjak pergi menjauh sementara itu Jevan terus menatap punggung tersebut sampai benar-benar hilang dari pengelihatan.

Tak disangka-sangka ternyata senyum kecil itu berubah menjadi senyum yang sangat merekah. Itu ditandai dengan munculnya kedua lubang manis di sisi pipi Jevan.

Pria itu menunduk dan mulai meraba dada kirinya. Jantungnya terasa berdetak dengan sangat cepat dan Jevan sangat tahu karena siapa.

Itu karena Clara, wanita yang baru saja pergi dari tempat tersebut.

"Perasaan ini. Udah lama banget aku gak ngerasain ini lagi sejak pertama kali aku ketemu Melisa."

TBC


Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang