Happy Reading 📖
-------------------"Apa? Jevan mau dijodohin sama Jihan?"
Jevan langsung berdiri dari duduknya sambil menatap ibunya tak percaya. Sementara wanita tua yang ada dihadapannya itu mengangguk sebagai jawaban.
"Gak! Jevan gak mau!"
"Loh kenapa? Mama cuma kasihan sama kamu Jev. Udah lima tahun kamu menduda. Coba kamu pikirin Hanin juga, dia butuh figure seorang ibu. Kamu gak mau?"
"Iya aku tau, tapi bukan Jihan juga."
Jevan benar-benar terkejut saat ibunya yang telah lama menetap di Amerika datang secara tiba-tiba terlebih lagi dengan membawa Jihan, teman masa kecil Jevan.
Karena ingin berbicara empat mata dengan putra semata wayangnya tersebut, ibunya Jevan yakni Mama Tania berinisiatif menyuruh Jihan untuk pergi menjemput Hanin selagi mereka berbicara serius. Yah hitung-hitung agar Jihan bisa berkenalan lebih dekat dengan Hanin.
"Ma, Jevan bukan anak kecil lagi. Jevan udah kepala tiga dan punya anak satu." Sahut Jevan frustasi.
"Yah terus gimana? Mama gak tahan lihat kamu kayak gini gak ada yang ngurusin." Ujar Mama Tania kemudian membelai wajah anaknya yang nampak kusut, "Jihan juga udah setuju. Dia itu udah kenal sama kamu dari kecil dan kalau Mama perhatikan, dia masih suka sama kamu."
Benar sekali apa yang dikatakan oleh Mama Tania. Wanita bernama Jihan itu sudah menyukai Jevan sejak kecil, bahkan sampai saat Jevan memutuskan untuk menikah dengan Melisa. Jihan pernah mencoba menggagalkannya dengan meneror Melisa dan memintanya untuk menjauhi Jevan.
Dan tentu hal itu tidak diketahui oleh Mama Tania.
"Permisi."
Sebuah suara berhasil mengintrupsi pembicaraan ibu dan anak tersebut. Mereka berdua mendapati Jihan berjalan masuk dan ikut duduk di samping Mama Tania.
"Gimana tadi jemput Hanin nya? Lancar?"
"Iya Tante lancar kok. Hanin juga udah aku antar ke rumah dengan selamat tanpa cacat sedikitpun." Ucap Jihan sembari tersenyum membuat Jevan berdecih sebal.
Cari muka!
"Kamu kenapa sih mucul lagi di kehidupan aku? Udah bener kamu pindah dan kerja di Amerika. Kenapa harus balik lagi?" Ujar Jevan sarkas. Wajahnya terlihat datar dan dingin.
"Hush! Jevan gak boleh ngomong gitu!"
"Gak apa-apa kok Tante." Jihan menenangkan Mama Tania dan berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Pokoknya aku gak mau dijodohin sama kamu titik!"
"Jev, kenapa sih kamu segitu bencinya sama aku? Padahal aku sedang belajar jadi yang terbaik loh buat kamu sama Hanin."
"Tapi aku sama sekali gak butuh itu!"
Mama Tania menahan bahu Jevan seraya menggeleng. Matanya seperti memohon pada Jevan agar tidak bersikap dingin ke Jihan. Alhasil sebagai putra yang penurut, pandangan Jevan pun melunak.
"Sayang kamu coba aja jalanin dulu sama Jihan. Kalau memang nanti gak cocok ya udah jangan dilanjutin. Mama gak bakal maksa kamu. Tapi please dengerin Mama kali ini aja, oke?"
Ibunya Jevan ini memang keras kepala sekali!
"Terserah Mama. Toh semua yang Mama mau harus selalu diturutin kan? Aku pergi!" Jevan mengambil jas di kursi putarnya kemudian hendak pergi dari ruangan tersebut. Berada di sana membuat dadanya sangat sesak.
Tidak ada pemandangan peluk cium setelah sekian lama tidak bertemu dengan ibu yang paling Jevan sayang, justru keduanya malah terlibat adu mulut seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Любовные романыTakdir secara sengaja mempertemukan kedua insan manusia yang tak saling mengenal. Akankan takdir juga dapat menyatukan mereka? (Drama - Romantic:)