Prolog

928 104 0
                                    

Zrash!

Satu lagi pasukan pengubah sejarah tumbang di tangannya. Ia menatap abu hitam yang perlahan hilang ke udara. Matanya mengerjap, tak lama ia menghela napas.

"Tidak ada yang terluka, kan?" tanyanya, berbalik menatap pasukan yang ia bawa. Sekelompok pemuda mengangguk mengiyakan.

Akari tersenyum. Ia mendekati mereka, membawa mereka kembali ke masa kini. Kembali ke benteng mereka.

"Kalian, istirahatlah. Aku akan ada di ruanganku," ucap Akari.

"Kau butuh bantuan untuk laporanmu?" tanya Shishio. "Aku kapten, aku bisa membantumu."

Akari menggeleng. "Tenanglah, aku bisa menanganinya. Kau butuh istirahat, sudah 3 hari berturut-turut kau dikirim ke medan tempur. Nanti aku susul kalian di ruang makan," tutur Akari. Shishio menurut, pergi dari ruang utama mengikuti yang lainnya.

Saniwa itu menghela napas. Ia langkahkan kaki ke ruangannya. Dari laci mejanya, ia keluarkan secarik kertas beserta pena. Mulailah ia menulis laporan.

Tahun 2221, artinya sudah 15 tahun ia memimpin benteng ini. Mengingat kembali kejadian bertahun-tahun lalu, ia hanya bisa terkekeh sendiri.

Iblis. Hal itu sudah tidak ada lagi disini. Yang tersisa, hanya makhluk-makhluk yang berkeinginan untuk mengubah sejarah.

Kejadian itu masih terasa seperti hari kemarin. Erangan, seruan, semua itu masih terngiang-ngiang di telinga Akari. "Ha, aku seperti orang gila."

"Iya, kau memang gila." Akari terkejut melihat Nagasone berdiri di ambang pintu. "Terlalu gila, bisa dibilang."

"Tapi aku tidak gila lagi sekarang, bukan begitu?" tanya Akari. Nagasone terkekeh. Ia mengangguk.

Akari kembali pada kertas laporannya. "Shiroishi sudah mengabari soal laporan bulan lalu?" tanya Akari kemudian.

"Ya. Untuk itulah aku kesini. Dia bilang ada satu laporan yang kurang, pertarungan di Sekigahara. Dia minta kau kirimkan secepatnya."

"Itu aneh, aku yakin aku sudah mengirimkannya," ucap Akari. Ia mulai mencari-cari di sekitar meja kerjanya. "Tidak ada disini."

"Aku akan minta Shiroishi memeriksa kembali dokumen di tangannya. Mungkin terselip," ujar Nagasone.

"Ya, tolonglah."

Akari menenggelamkan wajahnya di meja. Menyusahkan sekali jika ia harus menulis ulang laporan itu. Ia tidak mau mengeram di ruangannya terus menerus. Serangan terus berdatangan, yang artinya ia harus terus membuat laporan. Sudah cukup sibuk ia dibuatnya, apalagi ditambah laporan ulang. Belum lagi harus menyerahkan laporan itu tiap bulan untuk diarsipkan, ia harus memeriksa ulang setiap laporan itu.

Secepat mungkin ia kerjakan laporannya. Perutnya sudah berbunyi, ia ingin segera menyusul pedang-pedangnya ke ruang makan. Tapi menulis laporan tidak secepat itu.

Beberapa menit berlalu. Hampir satu jam, bisa dibilang, Akari berkutat dengan kertas keramat itu. Akari segera meregangkan badannya begitu pekerjaan di depannya itu mencapai kata terakhir.

"Sekarang, makan siang." Ia berdiri, hendak ke ruang makan. Ia berharap semoga pedang-pedangnya belum selesai makan agar ia bisa makan bersama mereka. Pernah sekali, ia terlalu lama mengurus dokumen hingga Tonbokiri harus membawakan makanannya setelah semua selesai makan.

Terkadang Akari berharap penyerangan terhadap sejarah berhenti saja. Tapi itu juga berarti akhir dari tugasnya dengan pedang-pedangnya.

Pasukan pengubah sejarah memang tidak ada liburnya.

Akari sudah berada di depan ruang makan. Matanya bertemu mata Maeda yang kemudian berbinar. "Tuan datang!" sahut pedang itu. Otomatis semua mata menatap Akari.

"Kalian menatapku seperti itu seakan aku sudah tidak kesini berabad-abad."

"Kecepatan bekerja Jendral bertambah! Terakhir kali, kami sudah mau selesai kau baru datang!" tukas Shinano. Akari hanya terkekeh seraya mengambil tempat duduk diantara pedang-pedangnya.

Kasen menghampirinya dengan semangkuk oyakodon. "Kupikir kau butuh makanan yang sangat mengenyangkan seperti ini."

"Terima kasih, Kasen."

Kembali, ruang makan itu riuh gaduh. Kenyamanan tersendiri bagi Akari, dibandingkan hening sendirian di ruangannya. Keramaian ini tidak pernah berkurang dari 15 tahun lalu. Selalu sama, berisik tidak karuan. Apalagi jika Tsurumaru berulah.

Tapi Akari bersyukur mata mereka tak lagi seredup dulu. Cerah berbinar, seakan matahari singgah di mata mereka semua.

"Aku ingin mengepang rambut Kousetsu jadinya," sahut Midare tiba-tiba. Kousetsu terlihat tersentak di tempatnya. Sedangkan Sayo hanya menatap kakaknya takjub, mungkin membayangkan bagaimana jika kakaknya itu dikepang.

Akari tertarik. "Ya, rambut Kousetsu terlihat lembut dan bisa dirombak sebagaimana rupa," timpalnya.

"Oh! Itu menarik! Kita bisa lakukan itu nanti!" sahut Shinano.

"Tentu, jika Kousetsu tidak keberatan," ucap Akari. Ia menatap pedangnya. "Kau keberatan, tidak?"

Kousetsu terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menggeleng. "Selama tidak ada kekerasan."

"Tapi aku khawatir jika ada serangan dadakan," tukas Souza. "Kau tahu, kau bisa saja tidak sadar akan distorsi waktu saat kau asik bermain."

Akari terkekeh. "Aku akan hanya mengawasi, tenanglah."

Shinano mengangguk. Ia pun menatap tuannya. "Sepertinya rambut tuan juga bagus kalau diikat," tukasnya. "Rambutmu sudah semakin panjang."

"Aku berpikir untuk memotongnya lagi nanti. Tapi jika kalian ingin rambutku tetap panjang, aku tidak akan memotongnya," ujar Akari, memegangi rambutnya yang kini sudah panjang sepunggung.

"Sejujurnya aku lebih suka rambut pendek untuk tuan," celetuk Akashi.

"Ya, terlihat lebih segar," timpal Hotarumaru. Akashi mengangguk mengiyakan.

"Tapi bukankah tuan jadi terlihat lebih feminim? Kan ada yang pernah bilang kalau rambut perempuan adalah mahkotanya," tukas Aizen.

Beberapa pedang menggeleng dengan penyataan Aizen. Seakan sudah direncanakan, mereka semua berkata, "Shiroishi tidak terlihat feminim."

Akari terkekeh. "Hei, jangan bawa-bawa Shiroishi dengan masalah rambut."

"Tapi benar juga, Souza terlihat seperti perempuan," celetuk Yagen.

"Hei, apa itu?"

Mereka semua tertawa melihat reaksi Souza. Akari menggeleng pelan.

Ya, hari itu hari yang baik, setelah 15 tahun lalu melewati masa yang kelam.

Black Citadel: Government's OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang