Latihan dan Latihan

255 38 8
                                    

Derap kaki buru-buru terdengar di sepanjang teras. Pembuat kegaduhan itu membuat Akari kaget ketika mereka menghadangnya di pintu depan.

"Jadi, bagaimana?!" tanya mereka semua antusias. Arata juga menunggu dengan tak sabar di belakang mereka.

Akari menyunggingkan senyum kecil. "Diizinkan."

Para pedang bersorak sorai. Mereka sudah mulai membicarakan bagaimana keadaannya nanti.

"Tapi dengan syarat." Semua berhenti, kembali menatap Akari. "Hanya satu pedang yang boleh pergi dalam kurun waktu seminggu. Satu pedang pergi selama 4 hari dan tidak boleh ada yang pergi hingga 3 hari setelah kepulangan pedang pertama," ujarnya.

"Tidak apa-apa! Yang penting kami bisa jadi lebih kuat!" seru Akita. "Terimakasih Tuan!"

Mengikuti Akita, semuanya membungkuk hormat. Para tantou kembali berlarian ke taman. Beberapa lainnya kembali melakukan pekerjaan mereka, atau hanya sekadar kembali istirahat di kamar.

"Bagaimana caranya kau menghasut pemerintah, Bi?" tanya Arata. Akari terkekeh pelan.

"Semua berkat ibumu," ucapnya. Ia menepuk puncak kepala Arata pelan sebelum berlalu ke tempat lain. Arata memegangi kepalanya yang tadi ditepuk seniornya itu. "Arata, makan malam!"

"I-iya Bi!" Arata terbangun dari lamunannya dan menyusul Akari ke ruang makan.

Arata menatap hirukpikuk ruang makan. Siang tadi, ia tidak sempat merasakannya karena sakit. Kini ia lihat keadaan dimana pedang-pedang yang tadi bermain dengannya membantu membagikan alat makan, menyimpan lauk makan di meja, membagikan jatah, berebut makanan, dan hal-hal lainnya.

"Namazuo! Bisakah kau diam? Kau bisa jatuh dan kena pecahan piring!"

"Maaf, Tuan!"

"Hei itu jatahku, Atsushi!"

"Tenanglah, masih ada banyak."

"Kau memang tidak kasihan pada Micchan yang sudah susah payah memasak?"

"Hei, bercerminlah!"

Arata terkekeh mendengar segala rupa percakapan di ruangan itu. Ia duduk di samping Akari yang hanya bisa menghela napas sambil tersenyum.

"Dulu keadaan seperti ini tidak kau temukan setiap hari," ujar Akari tiba-tiba. Arata menatapnya. "Yang ada kau makan hanya ditemani laba-laba. Ketika makan, berbagai tatapan tidak suka diperlihatkan padamu."

"Aku... turut menyesal."

Akari mengedikkan bahu. Tak lama ia terima jatah makanannya dari Shokudaikiri. Begitu pula Arata.

Tampaknya Shokudaikiri mendengar percakapan mereka berdua. "Keadaan saat itu mengerikan, Arata-kun. Kau tidak akan percaya hal itu dapat berubah sampai kau melihat sendiri Tuan mengubah sebuah ruangan suram jadi ruang makan yang sangat kotor setelah jam makan."

"Yang manapun itu, kalau kotor tetap suram." Akari menyuap sesendok sup ke dalam mulutnya ketika Shokudaikiri tertawa dan beranjak memberi jatah pedang lainnya.

Arata yang melihat interaksi itu mau tak mau ikut terkekeh. Terlintas di pikirannya, bisakah ia jadi seperti Akari? Berinteraksi bebas dengan kesatria pedangnya bak teman tapi tegas di pertempuran bak komandan.

Black Citadel: Government's OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang