Cerewet

191 34 1
                                    

Besi dengan besi beradu. Akari sekuat tenaga mendorong pedang milik pasukan pengubah sejarah itu menjauh darinya. Tak kunjung berhasil, ia coba menendang musuhnya itu.

Pasukan pengubah sejarah yang sedang berhadapan dengannya itu terdorong mundur sedikit. Ia mengaum sebelum melancarkan serangan ke atas kepala Akari. Saniwa itu menangkisnya lalu menggunakan kesempatan itu untuk menusuk area vital hingga pengubah sejarah itu hilang bersama angin.

"Tuan! Arah samping!" seru Mouri. Akari menengok dan mencoba menangkis ootachi yang menyerangnya itu. Namun karena dorongan musuh yang lebih kuat, ia terdorong jauh.

Sepatunya bergesekan dengan tanah. Ia menahan tubuhnya terlempar lebih jauh dengan menancapkan pedangnya ke tanah. Terbentuk jejak yang cukup panjang sebelum ia berhenti.

Napas saniwa itu tersenggal-senggal. Musuhnya sudah berlari menuju ke arahnya. Akari mencabut pedangnya dan kembali memasang kuda-kuda.

Dari samping pasukan pengubah sejarah itu, Nihongou menusuknya dengan tombaknya. Musuh dan pedangnya itu pun menghilang.

"Kurasa itu yang terakhir, Tuan."

Akari mengibaskan pedangnya, membersihkannya dari sisa-sisa tanah sebelum menyarungkan kembali pedang itu. Keenam kesatria pedangnya menghampirinyanya.

"Di sana sudah beres, Tuan," lapor Kikkou. Akari mengangguk. Ia pun membawa kembali mereka semua ke benteng.

Akari meregangkan tangannya begitu ia sampai di benteng. "Kerja bagus semuanya. Ayo kita makan siang," ucapnya pada tim yang baru saja ia bawa ke Hakodate itu.

"Jendral! Laporannya nanti saja, ayo makan dulu dengan kami!" pinta Atsushi.

"Iya, Tuan! Ayo!!" Tanpa basa-basi Houchou langsung menarik tangan Akari dan menempel pada saniwa itu sembari menggiringnya ke ruang makan. Yang tak lama disusul Mouri juga. Akari hanya bisa terkekeh melihat kelakuan pedangnya itu.

Arata yang sedang membantu Souza menata meja melambai begitu melihat Akari. "Bibi Akari! Selamat datang kembali!" serunya. Akari tersenyum.

"Terima kasih, Arata."

Saniwa muda itu menghampiri Akari. "Kasen dan Shoku belum selesai masak, jadi Bibi bisa istirahat dulu sebentar," ujarnya.

Akari menatap kedua tantou yang sedari tadi menempel pada tangannya. "Tuh, kalian ganti baju dulu," ucapnya, mencoba melepas tangannya dari genggaman Houchou dan Mouri.

"Tapi Tuan jangan kemana-mana. Disini saja tunggu makanan. Jangan buat laporan dulu," pinta Mouri. Akari hanya tersenyum dan mengangguk.

"Arata! Tolong awasi Tuan jangan sampai pergi ke ruangannya!"

"Siap, laksanakan!"

Akari hanya geleng-geleng melihat kelakuan mereka. Houchou dan Mouri pun akhirnya melepaskan tangannya lalu pergi ke ruangan mereka menyusul Atsushi dan Nakigitsune yang sudah kesana duluan tadi.

Kini, gantian Arata yang menempel pada Akari.

"Wah, wah. Kalian ini sudah seperti magnet saja. Aku tidak akan kemana-mana kok," ujar Akari. Arata menggeleng cepat.

"Tuan, apa kau sadar kalau kau bekerja itu kau benar-benar tidak bisa dan tidak mau berhenti? Anak-anak tantou mengkhawatirkanmu loh," tukas Souza.

Akari hanya tertawa pelan. "Tapi kalian jadi manja sekali padaku." Akari menghampiri Souza dan membantunya menata meja makan. Arata yang sudah melepaskan tangan Akari pun kembali mengerjakan bagiannya.

"Mungkin karena perkataanmu tadi pagi juga," ujar Souza.

"Memang aku bilang apa tadi pagi?"

Souza menghela napas. "Yamanbagiri bilang kau menanyakan padanya, apakah yang akan kami lakukan jika ada pergantian saniwa lagi."

Black Citadel: Government's OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang