Serangan Fatal

173 28 0
                                    

Akari meregangkan tubuhnya. Ia mendorong piring kosongnya ke depan sebelum akhirnya menenggelamkan wajahnya ke meja.

"Hahaha, sepertinya kau pegal ya, Tuan. Perlu kupijit sebelum kau mulai mengerjakan laporan?" tawar Shishio yang baru menghabiskan makanannya.

Akari hanya mengangguk. "Itu akan sangat membantu, terima kasih."

"Tapi sepertinya nanti dulu."

Akari menepuk pundak Arata yang dari tadi sudah menutup mata. "Atsukashiyama, 1189. Benar, Bi?"

Shishio terbeliak. Akari tersenyum. "Mereka memang tidak punya belas kasih, menghadirkan medan perang setelah baru saja makan," ujar Akari, lalu berdiri. Ia mengamati sekitar ruang makan itu.

"Nagasone."

"Hadir."

"Kashuu."

"Yaa~!"

"Monoyoshi."

"Ya, Tuan?"

"Namazuo."

"Wah."

"Yagen."

"Ada apa, Jendral?"

"Shinano."

"Ya?"

"Ikut aku. Atsukashiyama, kita diserang," perintah Akari.

Kiyomitsu menyimpan sendok yang dia mainkan dari tadi. "Apa tidak apa-apa nih, baru selesai makan?"

"Aku sih baik-baik saja karena sudah selesai dari tadi. Tapi, Tuan, kau baru saja selesai," ujar Nagasone.

Akari menyeringai. "Aku bisa menunggu makananku turun sambil menunggu kalian bersiap-siap. Aku tunggu di ruang utama," ujar Akari keluar dari ruangan itu diikuti Arata.

Shinano menghela napas. "Merepotkan sekali pasukan pengubah sejarah itu," keluhnya. Ia kemudian mendapat pukulan dari Atsushi.

"Sudah untung-untung ditunjuk loh. Sana siap-siap, tuntaskan kewajibanmu," tegas Atsushi.

"Baiklaah~."

Beberapa saat berlalu, Akari sudah menunggu di ruang utama bersama Arata. Keenam pedang yang ia tunjuk pun sudah berkumpul.

"Keberuntungan di pihak kita," ucap Monoyoshi. Akari tersenyum dan menatap Arata.

"Kau dengar kan? Karena kita beruntung, bagaimana kalau kau coba hasil latihanmu tadi?" tawar Akari. Arata kegirangan lalu mengangguk.

Saniwa muda itu pun membuat simbol tangan yang sudah diajarkan padanya tadi pagi. Ia menutup matanya. Tak lama cahaya menyelimuti mereka.

Kemudian cahaya itu meredup. Kiyomitsu, Yagen, dan Namazuo pun membuka mata. Mereka dibuat heran ketika masih melihat dinding benteng.

Akari menghela napas. "Untung saja hanya tidak terbawa, bukan salah zaman," ujarnya. Ia melakukan hal yang sama dengan Arata dan mengirim sisanya ke Atsukashiyama.

Akari bersama tiga pedang yang tadi tertinggal pun sampai di Atsukashiyama. Arata menunduk malu begitu Akari sampai.

"Maaf, Bi," ucapnya. Akari terkekeh.

"Kau masih belajar. Itu wajar," ujarnya. "Lagipula kalau yang terbawa ternyata aku, Konnosuke akan membawa sisanya kesini juga," sambungnya.

"Lebih baik sekarang kita fokus ke medan perang, oke?" hibur Nagasone, menepuk kepala Arata. Arata mengangguk pelan.

Shinano merunduk. "Mereka disana," ucapnya. Yang lain ikut merunduk di semak-semak.

"Oke, tidak ada jaminan musuh kita tidak sekuat pasukan kemarin di Ikedaya. Kurasa mereka datang dengan enam unit, artinya tiga puluh enam pasukan. Ada kemungkinan bertambah. Jika sudah tidak bisa ditahan, berkumpul, dan kita kembali," tutur Akari.

Black Citadel: Government's OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang