Part 6

33 13 5
                                    

Senja telah berlalu,
Senja yang selalu bersinar terang sembari menunggu malam datang, kini dia sedang beristirahat dengan tenang karena malam telah hadir.

Dan kini hanya ada cahaya rembulan yang menemani aku yang kesepian tanpa hadirnya dia. Aku berharap, dia memandang langit yang sama sepertiku.

Ah ya, aku lupa. Aku disini lagi bersamanya. Di bawah cahaya sang rembulan, aku melihat wajahnya yang bersinar terang. Sangat indah, sangat ingin ku miliki lagi.

"Hey! Kayla, Mengapa kamu melihatku seperti itu? Ada yang aneh dari diriku?" tanya sosok laki-laki disebelahku sambil tersenyum.

"Tidak. Aku hanya senang melihat wajahmu, sudah lama kita tak bisa seperti ini. Tidakkah kamu rindu kepadaku, Alvin?" tanyaku padanya.

"Buat apa aku rindu kepadamu kalau saja aku selalu bisa melihat sosok dirimu di malam hari?" jawab Alvin yang membuatku terheran.

"Maksudmu? Aku tidak mengerti,"

"Kamu setiap pagi selalu pergi ke taman sembari memandang langit bukan? Bagaimana kalau aku bilang kamu sebagai bulanku, bintangku, dan aku sebagai mataharimu, lenteramu?"

"Aku tidak mau seperti itu,"

"Mengapa, Kayla?"

"Bukankah matahari dan bulan tidak pernah bisa bersatu? Apa itu yang kamu inginkan? Apa kamu tidak ingin kita bersatu lagi? Aku disini menyayangimu," kataku yang ingin menangis.

"Jaga ucapanmu, tuan putri. Tidak seperti itu maksudku, buang pikiranmu yang aneh-aneh. Aku juga menyayangimu,"

"Lalu seperti apa? Apa kamu berbohong?" tanyaku. Air mata tak terbendung lagi, ia jatuh kembali.

"Tidakkah kamu lihat Kayla? Mengapa bulan selalu hadir disetiap malam? Ya, menurutku karena ada pengorbanan matahari untuk bulan. Matahari rela memberimu waktu untuk menghabiskan malam yang indah bersama ribuan bintang dan cahaya rembulan yang begitu terang. Dan satu pertanyaan lagi, mengapa matahari bisa seperti itu? Yap yang pasti, matahari ingin melihat bulan bahagia," kata Alvin.

"Jadi, walau tanpa ada kehadiran matahari, walau tanpa matahari tidak berada disamping bulan, dan tidak bisa bersama, matahari akan rela berbuat apa saja demi bulan." lanjut Alvin.

"Tetapi Alvin, jika bulan itu adalah aku, aku ingin jujur kepadamu. Aku cemburu melihatmu bersama langit biru dengan awan yang cerah. Sedangkan aku selalu saja dengan kegelapan."

"Come on, kamu selalu saja negative thinking kepadaku. Bukankah tadi ku bilang? Kamu bersama ribuan bintang. Anggap saja, bintang itu hadiah dariku. Anggap saja, bintang itu sebagai kehadiranku."

"Tetapi itu hanya sebuah anggapan, Alvin. Tidak kehadiranmu yang nyata, sedangkan langit biru itu bersama denganmu yang sesungguhnya,"

"Sudahlah, aku lelah berdebat denganmu, Kayla. Kamu menang, dan tolong hapus air matamu itu." kata Alvin memalingkan wajahnya.

Aku pun menghapus air mataku, melihat laki-laki yang sangat menggemaskan itu. Aku tersenyum akan tingkah kesalnya, memang sengaja aku membuatnya kesal.

"Sesungguhnya, aku percaya padamu. Tadi aku hanya bergurau, aku hanya ingin melihat wajahmu yang kesal seperti dulu. Dan kita dulu sering berdebat bukan? Kau selalu saja tidak mau mengalah. Tetapi aku senang, kamu sekarang lebih memilih mengalah, haha."

"Tidak ada yang lucu Kayla!"

"Maafkan aku, haha. Ayolah, kemarikan wajahmu. Jangan berpaling, nanti aku diambil yang lain loh."

"Biarin saja! Memang ada yang mau sama kamu? Paling juga orang gila tuh, wle."

"Dasar Alvin! Sialan kamu. Sudahlah, maafkan aku yang berpikiran buruk tentangmu. Dan aku berterima kasih," ucapku.

"Berterima kasih untuk apa?" tanya Alvin dan menoleh ke arahku.

Aku mendekati wajahnya, dan membenarkan posisi bibirnya agar dia tersenyum. "Untuk kebahagiaan yang telah kamu berikan kepadaku, ya walau kini hanya ada luka si."

"Aku minta maaf untuk itu," kata Alvin sambil mengusap rambutku.

"Tak apa, aku sudah terbiasa disakiti seperti itu." ucapku.

"Berhentilah berpura-pura tegar seperti itu, Kayla!"

"Sepertinya kamu tidak pantas menasihatiku seperti itu. Kan kamu sendiri yang memberi luka, huft."

Alvin pun mendekap Kayla, sangat hangat. "Dingin, dan sudah mau larut malam. Kita pulang yuk?" ajak Alvin dan melepaskan dekapannya.

Aku tersipu malu akan tingkahnya, "Aa..Ayo," kataku, "Ah Alvin, kamu bodoh! Ngapain tiba-tiba memelukku seperti itu? Hari ini kau sangat aneh!"

"Tak tahu, reflek begitu saja."

"Ya sudahlah,"

🔸🔹🔹🔸

Alvin dan Kayla pun sampai dirumahnya Kayla. Hujan deras turun secara tiba-tiba. Mama Kayla menawarkan agar Alvin menginap saja semalam di rumah, dikarenakan cuaca buruk dan sudah gelap sekali.

"Alvin kamu menginap disini saja, nanti tante yang bilang sama mama kamu."

"Terima kasih tante," ucap Alvin.

"Kamu mau tidur di kamar Zhean?" tanya Mama Kayla. Zhean adalah kakak laki-lakinya Kayla. Ia sedang tidak berada dirumah.

"Tidak usah tante, Alvin tidur di sofa aja."

"Kamu yakin?"

"Yakin tante!"

"Yasudahlah. Kayla! Ambilkan selimut dan bantal untuk pacarmu nih," kata Mama Kayla sambil teriak.

"Apa sih Ma! Dia bukan pacarku lagi," jawa Kayla dengan nada kesal.

"Bukan pacar?" tanya Mama Kayla.

"Itu Kayla bercanda tante, tenang aja hubungan kita baik-baik aja kok,"

"Ohh, Kayla kamu gimana sih. Jangan bicara seperti itu, nanti beneran pisah gimana loh!" kata Mama Kayla meledek.

"Biarin!"

"Dasar Kayla jahat! Tante, anaknya tuh!" kata Alvin mengadu.

"Tukang ngadu, huhh!!" ucap Kayla kesal.

'Mau gimanapun kalian sembunyiin hubungan kalian, tetep aja Mama tau! Tapi kayaknya seru nih, mereka deket lagi.' batin Mama Kayla

Alvin pun berbaring di atas sofa, dan Kayla memberikan selimut kepadanya. Tak lama kemudian, Alvin terlelap. Dan Kayla enggan untuk pergi, dia ingin melihat laki-laki yang dicintainya sedang tidur terlelap. Wajahnya, bibirnya. 'Ah sial, masih keinget lagi pas dia cium gue, dasar Alvin bodoh.' batin Kayla.

Kayla menghampiri Alvin yang telah tertidur di sofa, Kayla pun memilih tidur di sampingnya dengan posisi Kayla yang duduk dilantai sambil menaruh kepalanya disofa dan melihat wajah Alvin.

"Terima kasih untuk malam ini, kamu adalah orang pertama yang aku cintai dengan sepenuh hati. Meskipun, kamu bukan milikku lagi, meskipun kamu lebih memilih orang lain disisimu, aku benar-benar mengerti akan hal itu. Rasa ini hanya akan ada untukmu, Alvin.

Namun, aku ingin kamu tahu juga, bahwa kamu adalah satu dari sejuta laki-laki didunia ini yang teristimewa dalam hidupku. Kamu yang terbaik.

Walaupun hubungan kita kini hanya sebatas teman, aku harap aku bisa tetap melihatmu seperti ini. Melihat wajahmu, melihat tatapanmu. Aku cukup puas walau dengan hal itu, aku cukup bahagia walau yang kamu berikan hanya sekedar senyuman

Sekali lagi, terima kasih.
Terima kasih juga atas luka yang kamu berikan, sungguh itu sangat menyakitkan."

A LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang