31. Don't Worry Too Much

342 21 1
                                    

Jika hari ini, kau berbohong maka hari esok dan seteruskan akan tetap menjadi sebuah kebohongan hingga kau mengakuinya. 

▪○●□●○▪

Mobil hitam itu berhenti di depan pintu masuk kaca yang besar. Zeprillya melangkahkan kakinya memasuki gedung tersebut dan langsung menuju lift khusus. "Terima kasih," tuturnya pada penjaga yang memberikan akses ke lantai yang ia tuju.

Seorang wanita muda dengan pakaian kerjanya menyambutnya begitu keluar dari lift. "Apa Mr. Alyasta ada didalam?"

"Selamat siang, Miss." Wanita itu berdiri dan menundukkan kepalanya sedikit. "Beliau ada didalam."

"Apa dia sibuk? Atau mungkin akan ada pertemuan atau apa begitu?"

Wanita itu membuka buku agendanya. "Sepengetahuan saya hari ini beliau tidak memiliki janji atau pertemuan dengan siapapun."

Kening Zee mengerut sejenak. Lalu mengapa dia mengabaikanku? Ia memberikan senyuman manisnya. "Saya boleh masuk?"

Wanita itu hanya menundukkan kepalanya sebagai jawaban hingga Zee berlalu dari hadapannya.

Zee memang sengaja mampir ke kantor Alyasta dahulu sebelum ke kantor Riian. Ia ingin tahu kenapa kakak kesayangannya itu mengabaikan dirinya. Apa ia membuat kesalahan? Perlahan Zee membuka pintu itu dan mendapati kakak kesayangannya sedang menelpon seseorang sembari memandangi kota dari jendela kacanya. Dan sepertinya ia tidak tahu bahwa seseorang baru saja memasuki ruangannya.

Tanpa permisi, Zee langsung memeluk tubuh itu dari belakang hingga membuat pemilik tubuh itu tersentak.

"Baik, saya akan menghubungi anda kembali. Terima kasih."

Alyasta memutuskan panggilannya lalu berbalik. "Zee?"

"Jadi, aku sudah tidak penting buat Kakak?"

Alyasta melepas pelukan Zee, ia berjalan menuju kursi kebesarannya. "Kenapa bicara seperti itu?"

"Yang anda lakukan baru saja itu sudah menjelaskan semuanya, Sir." Zee masih berdiri ditempatnya, melipat kedua tangannya didada dengan bibir manyunnya. Sangat tidak biasa seorang Alyasta melepaskan pelukannya dari Zeprillya begitu saja. Bahkan baru beberapa detik.

Alyasta memutar kursinya hingga menghadap gadisnya, sungguh pemandangan yang indah. Los Angeles sudah indah ditambah lagi gadisnya yang sedang merajuk seperti itu. "Kemarilah. Princess manja."

Bukannya mendekat, Zee malah memalingkan wajahnya.

Alyasta terkekeh melihatnya. Gadis ini benar-benar menggemaskan. "Zee," lirihnya. Saat hendak beranjak dari tempatnya, ponsel Alyasta berdering. Sehingga mengurungkan niatnya dan malah menjawab panggilan itu.

"Iya, Pa?"

What? Zee menatap kesal Alyasta. Sejak kapan kakak kesayangannya itu lebih menomer satukan ponselnya daripada Zee yang merajuk seperti itu? Sepertinya ia telah benar-benar melakukan kesalahan hingga membuat Alyasta seperti itu. Tapi apa? Zee menurunkan egonya lalu berjalan menghampiri Alyasta dan duduk dipangkuan Alyasta.

"Iya, nanti Alyasta kabarin Papa ya," putus Alyasta kemudian meletakkan ponsel itu kembali diatas meja.

"Itu Papa? Kenapa di matikan. Padahal aku ingin bicara dengan Papa."

"Memang mau bicara apa?"

"Aku ingin mengaduh."

Alyasta mengerutkan keningnya. "Mengaduh?" ulangnya. "Mengaduh soal apa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beautiful DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang