EPS 03
Beberapa hari setelah keliburan pondok,pagi ini kami bersih-bersih di halaman pondok yang sudah di penuhi dengan dedaunan yang gugur berserakan memenuhi halaman pondok kami,bersama beberapa santri yang masih tetap tinggal di dalam pondok,kami pun berusaha membersihkannya;
Di tengah kesibukan kami terlihat olehku "Nadia" berjalan menuju ke arahku,tampaknya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan hingga datang kemari,karena takut salah dengan firasatku,akupun masih berpura-pura menyibukan diri mengayunkan sapuku,hingga benar dia berada di sampingku,
Nadia adalah Santri Senior yang sudah lama di pondok kami,dan salah satu teman dekat Ning hasna,Nadia Seorang teman sekaligus orang yang paling mengerti perasaan Ning Hasna,
Panggilannya terdengar olehku ketika dia masih berdiri di sampingku,kemudian aku pun menoleh padanya;
"Kang ilham" Tegurnya
"wonten Nopo Mbak" jawabku singkat"Tolong bantuin kang...kayu di dapur belum ada yang mau membelah,sekalian kalau gak keberatan di masukan,soalnya lagi musim hujan" jelasnya
"Engge Mbak...tak nyiapno niki riyin ngge" jawabku"Engge Mpun...kulo tunggu ngge kang" jelasnya
"Engge Mbak" jawabkuMendengar jawaban kesanggupanku kemudian Nadia pun pergi meninggalkan ku,setelah aku selesai menyelesaikan membersihan halaman,aku pun segera menuju dapur dan ternyata Nadia bersama teman lainnya juga berada disana sedang memasak,Melihat keberadaan mereka berkumpul di dapur sebenarnya aku cukup minder untuk menghampiri mereka,namun aku sudah kepalang janji dengan Nadia;
Ku beranikan diri meskipun minder,dan aku pun berusaha menampakan sikap yang biasa saja sekalipun sebenarnya ndredeg,ku langkahkan kakiku kearah mereka,dan belum saja aku mendekat Nadia pun melihat kedatanganku,
"Eh kang ilham" sapaan Nadia saat melihatku setelah dekat
"Engge Mbak....Kampak e pundhi Mbak"Tanpa basa-basi aku pun menanyakan kampak yang biasa untuk membelah kayu,karena keringat dinginku tampaknya mulai membasahi tubuhku,mungkin saja karena terlalu grogi saat dekat mereka,
"Niku Kang "
Nadia memberi isyarat dengan jari telunjuknya,menunjukan kampak yang terselip di pojok dapurnya,Setelah aku mengambilnya kembali nadia berbicara;
"Kayune Niku kang di bawah pohon mangga"
Jelas Nadia sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah setumpukan kayu yang masih bulat ukuran 10cm,pandangan mataku pun mengikuti kemana arah telunjuk nadia mengarahkannya;Benar saja ku lihat banyak tumpukan kayu yang masih bulat di bawah pohon mangga,
"beh gedhe-gedhe ngono kayune opo aku iso" gumamku meski tak ku lahirkan dalam ucapanTanpa pikir panjang aku pun mulai menuju kearah setumpukan kayu itu,dan Meninggalkan Nadia yang berada di dapur,keberadaan kayu itu pun tak jauh dari dapurnya,kemudian aku mulai mengawali dengan mengangkat sarungku setinggi di bawah lututku,dan mulai mengayunkan kampak pada batang kayu yang masih bulan di depanku;
Meskipun aku tidak terlalu mahir dalam membelah kayu,Namun sebelumnya sudah pernah melakukan pekerjaan ini,jadi tidak terlalu malu di depan Nadia dan teman-temannya,sering kali pandangan mereka ke arahku,meski aku pura-pura tak tahu apa yang yang mereka lakukan,setengah jam setelah ku berhasil membelah kayu,keringat di badanku pun sudah mulai mengalir deras,dan tenggorokanku pun rasanya sudah kering;
Dari arah belakang tiba-tiba terdengar suara tapak kaki yang sedang berjalan menuju arahku,Sapaannya mulai terdengar sehingga membenarkan firasatku;
"Kang ilham....Niki kopine"
Nadia membawakan segelas kopi dan kue di atas nampannya;
"Koq pas men bathinku....Nadia pengertian bingit" gumam ku dalam hati"Oh Ngge Mbak...Matur suwun" jawabku
Setelah Nadia meletakan Nampan yang berisi Kopi dan kue di atas tempat duduk di bawah pohon mangga,Kembali dia bicara yang logatnya seperti menggodaku;"Opo Gak Angel ta kang....Membelah kalih sarungan"
Tegur Nadia sambil menyembunyikan tawa dengan tangannya,aku hanya dapat melemparkan senyum padanya,dan menjawab tegurannya;"lah Mboten gadah celono panjang e Mbak...Umpami onok Rock Mungkin lebih enak niku dari pada sarungan"
Aku pun menjawab tegurannya dengan sedikit candaan dari pada aku semakin kaku di buatnya,Tampaknya kami sudah mulai sedikit dekat,dan sebenarnya kami juga sebelumnya belum terlalu mengenal satu sama lainnya,aku hanya mengenal namanya karena dia santri putri senior,dan banyak di kalangan santri putra yang mengenal diya,dan mungkin diya juga mengenal namaku di saat acara sholawatan dalam pondok,sebelumnya kami belum pernah saling tegur sapa,apalagi sedekat ini;
Setelah Nadia meninggalkanku,aku duduk di atas kursi mencoba menghilangkan lelah sesaat dan menikmati kopi buatan Nadia,satu tegukan saja kopi buatannya cukup menghilangkan keringnya tenggorokanku,
"Nadia pinter gawe Kopi tibaknya" gumamkuSesaat kemudian setelah hilang lelahku,kembali aku melanjutkan membelah hingga potongan bulatan kayu di depanku habis terbelah,untuk kali ini aku pun kembali bingung jika mengangkat kayu di masukan kedalam dapur sementara mereka berkumpul disana,untuk kesekian kalinya aku harus bersikap biasa lagi dan tak menampkan ke grogianku,meskipun sedikit gemetar bukan karena beratnya kayu yang aku pikul,tapi karena berjalan ke arah mereka,ku beranikan diri angkat bicara;
"Mbak niki di seleh pundhi" Tanyaku
Sontak saja mereka berlima yang ada di dapur juga cukup membingungkan ku,karena mereka saling menjawab dan menunjukan arah masing-masing;
"Ealah...Sing tenan toh Mbak...Mbak" GumamkuTampaknya Nadia melihat kebingungkanku,belum saja aku kembali bertanya Nadia menunjukan arah yang tepat untuk meletakan kayunya;
"Teng Mriku Mawon Kang" Tunjuk NadiaKemudian aku pun meletakan kayu itu,dan beberapa kali bolak-balik untuk memindahkannya,setelah semuanya terpindah ke dalam dapur,aku pun pamit kepada Nadia karena pekerjaan itu sudah selesai,Namun sebelumnya aku meninggalkannya,Kembali Nadia menawarkan kepada ku untuk Makan namun aku menolaknya;
"isin Nuw....Jaim sithik" Gumamku================================