EPS 09

492 20 0
                                    

EPS 09

  Seperti biasanya pagi ini kang Ilham sedang membersihkan halaman pondoknya, karena beberapa hari kemarin mereka sengaja tidak membersihkannya, berhubung halaman pondoknya tampaknya masih bersih. dan tiba-tiba dari ujung ndalem Kyai, Nadia berjalan menuju kearah Kang Ilham, dimana kang Ilham bersama temannya masih membersihkan halaman pondoknya.

Meski sedikit grogi Kang Ilham pun berusa untuk tidak lari dari kenyataan, apalagi yang mendakati adalah sosok Nadia, bak seperti pragawati pondoknya, kulitnya yang kuning langsat menambah daya kecantikannya,berkerudung batik dan bersarung ala santri putri, tampak elok nan indah di pandang mata.

Nadia berjalan kearah Kang Ilham tanpa menengok kanan kiri, membuat jantung kang Ilham berdegup lebih kenceng dari biasanya.

"Ono Opo Nadia, tumben gak biasane?" Gumamku

Sejujurnya aku bahagia jika harus sering bertemu Nadia, entah kenapa perasaanku merasa senang saja, jika melihat dan dapat ngobrol bersamanya, sekalipun itu sebenarnya obrolan yang tidak terlalu penting menurutku. Namun jika bersamanya terasa ada yang aneh saja yang aku rasakan, meskipun di sisi lain aku juga harus menahan grogi dan minderku.

Menahan perasaan Grogi atau minder itu bukan perkara yang mudah untuk ku lewati,karena sering kali perasaan itu hadir, terasa tubuhku di banjiri dengan keringat dingin, untung saja gemetar pada tubuhku tidak terlalu kelihatan,sehingga aku pun dapat menutupinya dengan bersikap biasa saja.

Mungkin saja kegrogian dan keminderan itu karena aku jarang sekali komunikasi atau berbaur dengan para Hareem. Orang yang dekat selama ini dia adalah orang yang barusan saja meninggalkanku, meskipun kami jarang ngobrol karena keterbatasan jarak dan waktu, namun sebenarnya dia sudah memberikan kenyamanan dan kemantapanku untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius, tapi apalah dikata, mungkin taqdir berkata lain untuk kami.

Dan kedua adalah Nadia, orang yang baru ku kenal, namun sudah sedikit dekat ini, masuk di kehidupanku, sekalipun aku belum tahu, apa yang akan terjadi di depannya.

"Kang Ilham" panggil Nadia di dekatku.
"Ada apa Mbak?" Sambil menoleh ke arahnya, meskipun aku tak berani terus menatap wajahnya.

"Kang Ilham punya Nomer Hape?" Tanya Nadia tiba-tiba

Aku hanya terkejut mendengar pertanyaan Nadia, kenapa begitu singkatnya diya langsung meminta Nomer Hape, apakah dia ingin kita saling mengenal lebih jauh?, atau dia mungkin lebih sungkan dengan obrolan seperti ini?. Ahh, itu mungkin hanya GR ku saja, untuk lebih jelasnya mungkin aku harus bertanya langsung.

"Ada Mbak Nadia, tapi untuk apa?" jawbaku sambil melemparkan senyum, berharap dia tidak tersinggung dengan pertnyaanku.
"Niku loh, Ning Hasna yang nyuruh, katanya mau minta maaf sama Kang Ilham tapi dia malu untuk ngomong langsung." Jelasnya

"Oh, ngoten toh"

Jawabku sedikit singkat dan bingung, untuk apa Ning Hasna minta Nomerku?. Apa dia masih marah dengan masalah yang lalu? Kalau hanya minta maaf, aku kira nggak ada yang perlu di maafkan, karena itu kesalahan ku dan Warid.

Aku pun termenung sesaat memikirkan kejanggalan Ning Hasna meminta Nomer itu, hingga sampai aku tersadar setelah Mbak Nadia memanggilku, dan dia masih berdiri di depanku.

"Pundhi Kang?" Tanya Nadia
"Mbekto kertas kalih pulpen Mbak?"

"Tulis teng hapene kulo mawon Kang!" Jawab Nadia sambil menyodorkan Hape Androidnya,

"Oh Nggeh"
Berlahan aku pun meraih hapenya dengan tanganku, meski sedikit gemetar yang ku tahan untuk mengambil hape, terlihat sesaat pandanganku mengarah pada jarinya yang putih dan lembut,

Setelah aku mengambilnya meskipun tanpa harus bersentuhan, tercium bau harum wangi dari hapenya, mungkin saja Harum wangi tangannya yang membekas ke hapenya, tak harus menunggu lama aku pun menulis nomer hapeku ke hape Nadia, aku hanya berharap semoga saja Nadia tidak menyimpannya, seteah dia berikan ke Ning Hasna lau dia mau menghapusnya.

Untuk mendapatkan Mbak Nadia itu di luar fikiran dan anganku, karena bagiku berat, terlebih dia Senior disini dan masih banyak Santri Putra yang lebih dari segala-galanya di bandingkan aku. Aku hanya sebatas mengaguminya dan masih belum siap untuk kecewa kedua kalinya di tahun yang sama.

Terlebih saat ini Nadia tampak sedikit ketus dan menampakan wajah kurang seperti kurang bersahabat, entah kenapa dengan Nadia tak seperti biasanya?.
Meskipun aku melemparkan senyum, tampaknya dia tidak peduli bahkan dia memalingkan mukanya.

"Mpun niki Mbak!" Jawabku sambil menyodorkan Handphonnya.

"Matur Suwun ngge Kang!" Jawabnya sedikit tergesa-gesa meninggalkanku

Kemudian aku pun sedikit mengodanya untuk menghilangkan kecanggungan kami, namun Nadia justru bersikap ketus kepadaku dengan jawabannya, aku pun tak mengerti, entah apa salahku padanya?.

"Mboten ndamelno kopi malih ta Mbak?" Tanyaku sambil tersenyum.
"Gulane telas Kang!" Jawab singkat Nadia sambil berbalik meninggalkan ku.

"Melaseeeeeeeee"

"Ada apa dengan Nadia, tidak seperti biasanya dia bersikap seperti itu?. Dan apa salahku, sepertinya dia marah padaku?" Gumamku

Mungkin itu salah satu tabiat wanita, kemarin ramah dan melemparkan senyuman manisnya, bisa jadi hari ini menampakan wajah garang dan ketusnya. Terlalu banyak wanita menyimpan rahasianya, menutupi apa yang sedang dia alami, namun terlihat dengan sikapnya. Andai saja kita tanyakan apa yang terjadi, mungkin jawabanyan singat saja "TIDAK APA-APA" atau lebih singkat lagi dengan 3 huruf "GPP" cukup simple bukan?

Namun jawaban simpel itu cukup membuat bingung kaum Pria, bagaimana tidak, "Jare gak popo koq nesa-nesu ae, giliran di takoni gak popo", cukup membingunkan bukan?
==================================

Nadia yang sudah beberapa langkah meninggalkan Kang Ilham jauh di belakangnya, matanya mulai menitikan air mata yang sengaja ia tahan sejak tadi, meskipun berat untuk mengeluarkan kata-kata cetus pada Kang Ilham, dia pun harus bisa melakukan itu demi persahabatan mereka.

"Maafkan aku Kang Ilham"

Gumam Nadia sepanjang perjalannya menuju kamarnya, terasa hatinya sakit harus melawan arah perasaannya, namun memang harus itu yang dia lakukan, untuk kebaikan dirinya dan Ning Hasna.  

CINTA DI BALIK AZANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang