EPS 08

447 15 2
                                    

EPS 08

Ning Hasna yang di rundung kesedihan karena tak mendapatkan restu Abahnya, kemudian hadirnya Nadia sebagai teman sekaligus menjadi tempar curahan ceritanya, mencoba menghibur kesedihan Ning Hasna, meskipun harus mengorbankan perasaan cintanya yang mulai tumbuh kepada kang Ilham.

Teman Sejati rela berkorban untuk Sahabatnya, sekalipun itu hatinya harus terluka, namun senyum di bibirnya tetep merekah di berikan untuk sahabatnya, menututpi kesedihan diri sendiri.

"Yo karena Kang Ilham belum mampu meneruskan Pondok ini, menurut Abah Nad"

Jawaban yang sejak tadi aq menunggunya,Ning Hasna menjelaskan padaku, ketidak setujuan Abahnya, mendengar jawaban seperti ini seharusnya menjadikan kesempatan buatku untuk mendapatkan Kang Ilham, peluang besar bisa dekat dengan Kang Ilham.

Namun hatiku tidak setega itu melihat Ning Hasna harus menangis karena harapannya tak sesuai keinginan hatinya, Justru aku lebih ikhlas dan merasa bahagia jika pilihan Ning Hasna dapat terwujud menjadi sebuah kenyataan.

Mungkin saja Kang Ilham akan lebih bahagia dan terhormat jika bersama Ning Hasna di banding dengan ku, bukanya aku takut bersaing atau menyerah sebelum berperang, namun jika aku harus menuruti ego ku, akan tak baik untuk persahabatanku dengan Ning hasna kedepannya.

"Mungkin saja itu yang terbaik menurut Abah Ning, Njenengan sing sabar mawon" bujuk ku.

Aku Hanya bisa membujuk dan menenangkannya, dan berharap dia dapat lupa dengan kesedihannya.

"Nad" Tegurnya
Tegur Ning Hasna dengan suara sedikit serak setelah menangis, dia masih bersandar di pundak ku sekan kehilangan semangat untuk bahagia menyambut hari-harinya.

"Dalem Ning, Ada apa? " Tanyaku
"Menurut Njenengan aku ini Cantik ora toh? " Tanyanya

"Cantik Ning, bahkan lebih cantik dariku, ada apa? " Tanyaku
"Apa mungkin jika Mas Ilham menolak ku jika aku menginginkan dia menjadi pendapingku? " Tanyanya

"Nadia ya gak tahu Ning, hanya dia yang bisa menjawabnya" Jelasku.
"Menurute Njenengan loh Nad" Pintanya.

"Kalau menurutku sih, untuk menolak Ning seperti Njenengan sulit, Njenengan itu Cantik,pinter, dan terlebih lagi njenengan putri Gurunya sendiri, tapi entah jga Ning, jika dia menolak mungkin saja karena mempunyai alas an sendiri" jawabku
"Alasan seperti apa? " Tanyanya

"Alasan karena minder misalnya, atau belum siap mungkin, tapi menurutku seiringnya waktu Kang Ilham juga bisa belajar sendiri dengan Abah toh, namun sayangnya sekarang Abah belum merestui, itulah yang jadi permasalahannya" Tegasku
"Terus aku kudu piye Nad" Jelasnya dengan bersedih

"Sementara ini Nadia tidak bisa kasih syaran apa-apa Ning, melainkan syaran sabar mawon" Jawabku

Tiba-tiba Ning Hasna bangkit dari bersandar pada tubuhku, sepertinya dia semangat sekali dan hilang kesedihan yang dia fikirkan, tampak wajahnya mulai menampakan kegembiraan, membuat ku semakin bingung saja melihatnya, dan sesaat kemudian dia berbicara sambil memegang kedua lenganku.

"Nad, Njenengan punya nomer hapenya Mas Ilham, atau Fbne opo Whatsapp atau apalah yang bisa di hubungi Nad? " Tanyanya sambil menampakan keceriaan.
"Ngge Mboten toh Ning, di pondok kan tidak boleh bawa Hape Ning" Jelasku

"Iyo, tapi saiki kan libur Nad, kali saja Hapenya di titipkan atau sekarang dia justru sudah memegang hape untuk komunikasi dengan keluarganya" Jelasnya
"Iya, benar juga ya" Ujarku

Belum saja Ning Hasna kembali melanjutkan bicaranya, aku mendahulinya dengan bertanya.

"Tapi untuk apa Ning" Tanyaku
"Yo untuk meminta maaf Nad, Aku kan pernah marah-marah sama dia, sekalian aku pingin tau respon dia seperti apa, saat aku meminta maaf? "

"Oh....Ngge...Ngge, tapi kenapa nggak di temui langsung saja Ning? " Jelasku
"Njenengan pingin Abah ndukani ta" Jawabnya
"Tolong ya Nad" imbuhnya
"Ya coba nanti tak tanyakan Kang Ilham" Jawabku

Setelah perbincangan itu, karena Ning Hasna tampaknya sudah membaik dari kesedihannya, dan tampaknya sudah sedikit bahagia menanti pemberian Nomer Kang Ilham dari ku, aku pun meninggalkannya di kamarnya sendiri.

Di kamarku, aku duduk sendiri termenung apa yang harus ku lakukan, hari kemarin aku mendekati Kang Ilham karena perhatianku padanya, dan hati ini memilihnya, namun kali ini aku harus mendekatinya karena menjadi Comblang Ning ku sendiri.

Bagaiman sikapku nanti di depan Kang Ilham?
Haruskah ku banting setir dan berbelok arah sehingga tidak sejalan dengan Ning Hasna?

Mungkin itu adalah cara terbaik untuk ku dan untuknya demi persahabatan kami, di samping itu jika aku mempertahankan jalanku ini, maka apa yang akan terjadi dengan Ning Hasna yang sering sakit akibat menanggung beban fikiran dan lelahnya.

Mungin saja aku lebih kuat menahan rasa sakit ini dan kecewa di bandingnya, untuk itu mulai sekarang mungkin aku harus merubah kepedulianku kepada Kang Ilham menjadi sebuah kecuekan, sehingga hal itu tidak menjadikan sebuah harapan baginya dan bagiku.

Meskipun tetesan air mataku ini menjadi saksi bisu mengiringi perpisahan perasaanku kepada Kang Ilham, Semoga saja air mataku ku ini tidak sia-sia, dapat melihat Ning Hasna bersanding dengan pilihan hatinya.

Aku cukup bahagia jika melihat mereka bahagia, bahkan lebih rela jika melihat Kang Ilham bersama Ning Hasna yang memiliki banyak kelebihan di banding diriku, aku hanya wanita biasa, yang tak mempunyai kelebihan yang aku banggakan untuknya, hanya berharap hadirnya seseorang yang menerima aku apa adanya.

Aku menangis diantara kesedihan dan kebahagiaanku, dan bukan karena merasa tercurangi dengan perasaan ini, Aku cukup bahagia kini Kang Ilham menemukan pengagumnya yang tepat untuknya, sekalipun aku tahu kepedulianku terhadapnya mendapat respon yang baik darinya, namun detik ini aku harus bisa merubahnya demi Ning ku dan persahabatan kami.

CINTA DI BALIK AZANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang