1 | Dita dan Sebuah Chat

2.7K 224 66
                                    

Rian melipat sarung dan sejadah yang bekas dipakainya melakukan kegiatan beribadah sholat Isya, menyembah Tuhan yang dipercayainya yaitu Allah SWT. Selesai melipat keduanya secara bergantian kemudian Rian menyimpan sarung dan sejadah itu ke tempat dimana biasanya dia menyimpannya, tak lupa dengan peci hitam yang dikenakan di kepalanya ia juga simpan di sana bertumpukan dengan rapi.

Merasa sudah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, Rian sekarang memilih untuk membaringkan badannya di atas kasur miliknya yang sudah menemani dirinya selama bertahun-tahun dalam mencapai cita-cita.

Memainkan ponsel, adalah kegiatan rutin yang selalu di lakukan Rian apabila malam menjelang tiba dan tentunya setelah melaksanakan ibadahnya. Dengan ponselnya itu Rian melakukan beberapa macam hal seperti menelepon atau memvideo call kedua orang tua dan saudaranya yang berada di kampung halaman. Atau selain itu Rian juga melakukan hal seperti bermain game online yang sedang marak dan booming di lakukan oleh anak-anak muda zaman sekarang. Hal semacam itu bagi Rian merupakan sebuah hiburan yang bisa di lakukan untuk membunuh rasa jenuh akan kegiatan dia sehari-hari yaitu latihan dalam menghadapi turnamen-turnamen penting. Bukan hanya Rian saja sebenarnya, hal itu juga berlaku untuk semua atlet yang berada di naungan PBSI.

Suara tawa kencang dari teman sekamar Rian membuat dirinya sedikit terusik dari kegiatan bermain game onilennya, otaknya menjadi tidak fokus karena suara itu.

"Kenapa sih?" Rian bertanya ke Kevin-teman satu kamar di asrama Pelatnas karena penasaran.

Kevin yang merasa di tanya menghentikan kegiatan tertawa kencangnya, lalu mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah Rian.

"Kepo lu Jom!" Tukas Kevin dengan logat medoknya malah membuat kesal Rian.

"Ganggu ketawa lu!" Balas Rian akhirnya gak mau kalah.

"Emang beneran ganggu?" Kevin kemudian bertanya dengan serius setelah mendengar balasan Rian dengan nada yang cukup ketus. Mungkin Kevin merasa tidak enak hati karena Rian jarang sekali terlihat seperti itu.

"Kalau lu gak mau berhenti itu ketawa, kamar sebelah bentar lagi protes"

"Oke, sorry-sorry" lantas setelah itu Kevin berhenti dari kegiatan tetawa kencangnya setelah mendengar protesan halus yang dilakukan Rian dan kembali fokus ke ponsel miliknya.

Rian gak tau apa yang membuat Kevin bisa tertawa sekencang dan sepuas itu hanya dari sebuah ponsel. Rian juga gak akan melakukan protes kalau saja Kevin gak ketawa sekencang dan sepuas tadi. Tapi berhubung ini sudah malam Rian merasa kalau tawa yang dikeluarkan Kevin cukup menganggu dirinya dan bahkan mungkin orang lain. Makanya Rian perlu melakukan protes.

Kalah dalam permainan game onlinenya Rian akhirnya memutuskan untuk tidur, lagi pula gak ada yang menarik lagi di ponselnya. Semua sosial media isi kontennya setiap harinya hampir sama, begitu-begitu saja. Rian juga berpikir lebih baik dirinya tidur lebih awal, jarang-jarang di hari-hari biasa dia bisa tidur secepat ini.

Kemudian ponsel yang selesai ia mainkan, ia letakan di atas nakas kecil yang terletak di samping ranjang kasurnya.

"Jom, lu mau tidur? Masih pagi ini"

Kevin bertanya ke Rian setelah menyadari kalau Rian mulai menarik selimutnya yang berarti bahwa teman satu kamarnya itu hendak tidur.

"Jam delapan malam Vin, bukan jam delapan pagi" balas Rian tanpa mau melihat ke arah wajah Kevin. Malah dirinya membelakangi Kevin.

"Siapa yang bilang jam delapan pagi"

"Gua yang bilang tadi" kata Rian tenang sambil mencoba memejamkan mata.

"Cemen lu, tidur jam segini" Kevin dengan posisi menyamping menghadap Rian mencoba untuk mengolok-olok Rian.

"Biarin Vin, yang cemen kan gua bukan elu" Rian masih tenang seperti tadi, malah terlalu tenang sampai terkesan acuh. Mungkin kalau yang ada posisi Rian sekarang adalah Fajar, Fajar pasti akan bangun dan mengatakan. 'Apa lo bilang? Gua cemen? enak aja lo!' dan itu gak lupa dengan bantal atau guling terbang.

Rendezvous | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang