5 | Sakitnya Dita

702 108 14
                                    

Saat Hana mengambil dompet yang tertinggal di mobil Rian, kala itu lah hari terakhir dirinya bertemu dengan Hana. Tidak ada lagi pertemuan dan komunikasi yang berlanjut. Selama tiga minggu lamanya itu sampai sekarang baik Rian maupun Hana sama-sama memilih diam karena bagi mereka berdua tidak ada yang harus dan perlu untuk di komunikasikan.

Hingga pada Kamis pagi yang cerah ini Rian di kagetkan oleh kabar yang kurang menyenangkan, dirinya di beri kabar kalau Dita masuk rumah sakit dikarenakan terserang penyakit DBD.

Rian jelas sangat kaget, cukup tidak percaya kalau temannya itu bisa jatuh sakit karena setahu Rian Dita itu perempuan yang kebal dengan yang namanya sakit. Bahkan untuk penyakit demam, flu dan batuk saja pun Dita jarang sekali terserang. Tapi kali ini sekalinya sakit langsung di bawa ke rumah sakit dan dengan penyakit yang cukup serius.

Akhirnya Rian memutuskan untuk izin absen latihan selama satu hari, meskipun barusan Rian sangat susah payah meminta izin tersebut. Tapi dengan alasan yang tepat akhirnya dia pun di beri izin oleh pihak Pelatnas.

Dirinya paham dan mengerti bagaimana rasanya sakit di tempat perantauan, di situ sosok teman sangat di butuhkan. Dan kali ini Rian tau kalau dirinya di butuhkan oleh perempuan itu, ya walaupun Rian harus mengorbankan waktu latihannya.

Rian tiba di rumah sakit yang letaknya dekat dengan kantor di mana Dita bekerja. Berbekal nomor kamar rawat inap yang tadi di beritahukan oleh Dita sendiri, Rian menyusuri lorong menuju ke sana di mana sekarang perempuan itu sedang di rawat.

Pintu kamar rawat inap kelas utama yang di huni oleh Dita kini terbuka menampakan sosok laki-laki jangkung berkulit putih. Sosok itu adalah Rian, orang yang beberapa jam lalu dia beri kabar kalau dirinya sedang sakit dan di rawat di rumah sakit.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Kaki Rian mendekat setelah sebelumnya menutup pintu. Lalu dirinya duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang yang ditempati oleh Dita.

Rian meneliti sosok Dita yang sedang terbaring lemah di atas ranjang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering, matanya sayu kemerahan. "Sakit apa?"

"Positif DBD" jawab Dita pelan.

"Kok bisa?"

Dita terkekeh mendengar pertanyaan Rian, "ya bisa lah. Ini buktinya aku kena DBD"

Rian berdecak sebal karena di saat yang seperti ini lawan bicaranya masih saja bisa bercanda, "serius, kenapa bisa kena DBD?"

Dita sendiri tidak tahu harus menjawab apa karena dirinya pun sebenarnya bingung kenapa bisa terjangkit penyakit yang disebabkan oleh nyamuk itu. "Yang pasti gara-gara nyamuk Yan" akhirnya Dita memilih untuk menyalahkan nyamuk.

Rian pasrah, sudah enggan lagi bertanya tentang penyebab Dita sakit. Karena setiap jawaban yang dilontarkan Dita selalu tidak memuaskan Rian.

"Kapan di bawa rumah sakitnya?"

"Dua hari yang lalu" cicit Dita pelan dan membuat mata Rian melotot sempurna.

Rian dibuat kaget lagi oleh pernyataan Dita. Rian tiba-tiba merasa sedikit emosi setelah Dita baru memberitahukan bahwa dirinya sudah di rawat di rumah sakit sejak dua hari yang lalu. Terasa sedikit kecewa memang karena setelah dua hari lamanya Rian baru diberitahu. Tapi percuma, marah pun tak akan merubah Dita menjadi sembuh.

Rian memejamkan matanya sebentar lalu kembali terbuka, "lain kali kalau ada apa-apa langsung bilang. Jangan udah lama kayak gini baru bilang"

"Sorry Yan, aku gak bermaksud begitu. Aku kira kan bukan DBD, ya penyakit biasalah. Kecapean mungkin. Tapi setelah di uji lab ternyata malah positif DBD jadi terpaksa lanjut rawat. Aku juga di sini gak mau ngerepotin kamu, aku tahu betul kamu punya jadwal padat. Gak bisa seenaknya pergi kesana kemari. Tapi di sini posisiku bener-bener butuh bantuan, karena gak mungkin juga aku terus-terusan minta bantuan sama temen kantor karena mereka juga kan kerja dan gak mungkin juga aku ngurus semuanya sendiri.

Rendezvous | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang