06-Duka

197 11 47
                                    

Cerita ini diambil dari cerita rakyat dan diubah sesuai imajinasi penulis.

***

Aku bukannya membenci, tapi aku kecewa dengan semua hal yang berbau penyakit, karena mereka semua sudah mengambil semua hal yang aku sayangi.

***

"Heh! Kalau ngepel itu yang benar, masa semua dibasahi, ini lagi, kalau nanti saya jatuh gimana, mau tanggung jawab kamu, hah?" cerocos Ibu tanpa henti.

Bukannya membantu anak tirinya membersihkan rumah, ia malah nyerocos tanpa henti, malahan tak tanggung-tanggung ia mengotori kembali lantai yang sudah bersih.

Setiap selesai dipel oleh Bawang Putih, Ibu menabur tanah yang diambil dari halaman belakang, begitu seterusnya sampai satu jam lamanya berlalu. Namun, tak ada bantahan ataupun cibiran kekesalan dari Bawang Putih, padahal tujuan Ibu adalah membuat Bawang Putih marah.

"Udahlah, mending kamu cuci baju, udah numpuk setinggi gunung tuh, kayak di MV-nya 'Spring Day-BTS,'" ucap Ibu sok gaul.

Bawang Putih menaruh alat pelnya di ember berisi air, kemudian ia berjalan ke belakang guna mencuci baju yang katanya sudah numpuk segunung. Baru lima belas langkah, suara Ayah terdengar menggelegar di ruangan bercat putih.

Rasa leganya datang, Ayah  datang ketika ia malas, jadi ia tidak perlu ngeluarin banyak tenaga untuk misinya. Sebenarnya keluarga ini mempunyai ART yang datang setiap pagi sampai sore, tapi Ibu selalu menyuruh ART itu datang setiap ditelepon, kalau gak ditelepon berarti semua pekerjaan diserahkan pada Bawang Putih.

"Ayah pulang!" teriaknya sambil memasuki rumah.

Bawang Putih berlari, "Ayah, kangen," teriak Bawang Putih sambil memeluk Ayah.

"Baru beberapa jam aja udah kangen," ledek ayahnya, Putih mencebikkan bibir.

"Waduh, anaknya ayah kenapa, kok kayak capek gitu?"

"Eh, ga-ga-gak pa-pa, ko-kok, Yah," jawab Bawang Putih dusta.

Ayah menggendong Putih secara tiba-tiba, Putih yang tidak siap hanya berteriak minta turun, sedangkan Ibu sedang asik menonton televisi di ruang keluarga.

Dengan gaya sok kagetnya, Ibu langsung saja memeluk Ayah tanpa memperdulikan adanya Bawang Putih, padahal dengan jelas ia mendorong. Dari sana ia sengaja menjulurkan lidahnya guna mengejek Bawang Putih.

"Eh, kamu itu ngagetin, lihat itu Putih sampai jatuh," ucap Ayah sambil mengulurkan tangannya.

Putih menerima dan berdiri dengan hati-hati, satu tangan lainnya digunakan sebagai penyanggah badannya agar tetap seimbang saat berdiri.

Sesaat kemudian Merah datang memakai dress rumahan dengan sedikit kerlingan di bagian atas bajunya. Ayah mengajak semuanya menuju taman kecil yang indah, tempat itu biasanya dipakai saat berkumpul dengan teman ataupun kerabat, bahkan itu adalah tempat ternyaman yang disinggahi Putih untuk mendinginkan otaknya.

Mereka berjalan layaknya keluarga kerajaan yang akan pergi ke istana kerajaan, pakaian yang digunakan juga cukup bagus, sayang sekali hanya Putih yang memakai kaos biasa, tapi meski begitu tidak mengurangi kecantikan yang dimiliki Putih.

Bawang Merah Bawang Putih [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang