Cerita ini diangkat dari cerita rakyat dan diubah sesuai imajinasi penulis.
***
Kejahatan tak akan pernah menang, ia akan mengalami kekalahan saat ia baru tersadar, tapi percuma, semua sudah terlambat.
***
Tubuh Putih seakan mau copot semua, ia terlalu kecapekan hari ini, pekerjaan yang diberikan 3× lipat dibanding biasanya. Dari pagi hingga sore, tenaganya diforsir hanya untuk hal yang seharusnya tak perlu dikerjakan, karena percuma saja, sudah bersih disuruh mengulang.
Putih membaringkan tubuhnya di sofa yang berada di dalam kamarnya. Ia diam sambil merenung, melihat ke atas sambil memainkan jari jemarinya. Matanya tak sengaja melihat ke arah luar, di sana terdapat satu bintang yang begitu terang di antara bintang lainnya.
Putih berjalan ke balkon kamarnya, ia duduk di kursi yang sudah disediakan, ia tersenyum getir dengan air mata yang ditahannya.
"Ayah, Bunda, Putih kangen," ucapnya sambil menunjuk bintang.
Putih mengambil boneka berbentuk bintang berwarna putih dengan pernak pernik cantik di tengahnya. Benda itu berasal dari Ayah saat mereka berada di salah satu pusat perbelanjaan.
"Ayah, lihat itu! Bagus sekali," teriak Putih sambil menarik Ayah ke salah satu toko mainan.
Ayah mengikuti anaknya dari belakang, ia tersenyum bisa melihat Putih kembali tersenyum setelah kepergian Bunda.
Hari ini ia berniat quality time bersama putri tercinta, semua jadwal pekerjaan sudah ia serahkan pada asistennya. Hanya Putih yang ia punya sekarang, jadi sebisa mungkin ia harus bisa membuat bahagia.
Putih mengambil salah satu boneka berwarna putih dengan hiasan berkilau di tengahnya, boneka itu terlihat indah sekali. Ada dua boneka yang sama di situ, yang satu warna hitam, yang satu warna putih.
Saat hendak mengambil yang warna hitam, sebuah tangan kokoh lebih dulu mendahuluinya. Cowok itu tak terlihat jelas wajahnya, karena ia memakai masker dan kaca mata hitam. Kulitnya kuning langsat, tubuhnya menjulang tinggi, dan rambutnya hitam pekat, benar-benar seperti model.
"Ini aku dulu yang ngambil, jadi balikin!" omel Putih.
Cowok itu tak mendengarnya sama sekali, ia bahkan langsung pergi tanpa mengucapkan kata-kata. "Awas aja kamu kalau ketemu, aku marahin kamu!" gerutu Putih.
"Sudah Putih?" tanya Ayah. Putih mengangguk, kemudian mereka membayar barang tersebut.
"Putih senang kalian tidak menderita," ucapnya sambil memeluk boneka bintang ia dan mengecup kalung peninggalan Bunda.
Saat hendak berdiri, seseorang lebih dulu mendorongnya, akibatnya terdapat luka disertai darah. Putih berdiri, "Apa?" tanyanya.
"Lo (budeg) apa gimana sih?! Dipanggil dari tadi gak nyahut-nyahut?" teriak Merah sambil menendang lutut Putih.
"Aw," Bawang Putih merintih kesakitan. Putih tidak marah, sebab misinya menjadi sabar sudah berhasil, "Ada apa?"
"Beliin gue makanan di cafe dekat komplek. Gak pakai lama, dan jangan banyak bantah!" titah Merah berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawang Merah Bawang Putih [END]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] "Hidup bukan tentang bahagia, tapi tentang bagaimana bisa melewati masalah tanpa marah-marah." ■■■ Ditinggalkan orang tersayang memang terasa menyakitkan. Bawang Putih hanya belajar merelakan kepergian orangtuanya secara berurutan, be...