07-Merah marah

190 10 36
                                    

Cerita ini diambil dari cerita rakyat dan diubah sesuai imajinasi penulis.

***

Seperti rembulan yang baik hati, aku banyak belajar untuk bisa lebih mengontrol emosi.

***

Istirahat kali ini tak jauh beda seperti biasa, Putih hanya berdiam diri di kelas, tangannya dilipat sambil membenamkan wajahnya, waktu istirahat benar-benar digunakan dengan baik oleh Putih, untuk beberapa menit ia bisa tertidur tanpa gangguan Ibu dan Merah.

"Dor!" teriak Jahe mengagetkan Putih yang hampir saja terlelap.

Putih mengedap-ngedipkan matanya agar benar-benar bangun, "Jahe, jangan kagetin aku dong, ngantuk nih!" ucap Putih.

"Iya iya, Tuan Putri," ejeknya.

Putih mengabaikan kehadiran Jahe, ia kembali ke posisi nyamannya. Sedangkan Jahe sudah menggerutu tidak jelas karena kedatangannya tak disambut manis oleh Putih.

Jahe berinisiatif duduk di sebelah Putih, "Selamat bobo, Tiv," ucapnya kemudian mengikuti Putih untuk tidur.

Keduanya terlelap sambil berhadapan, namun Putih tak tahu menahu dengan posisinya kini, yang penting ia bisa tidur karena semalam ia bergadang gara-gara Ibu. Sebenarnya Jahe tidak benar-benar tertidur, ia setia memandangi wajah teduh milik Putih dengan senyuman yang merekah.

Tiva adalah panggilan kesayangan dari Jahe untuk Putih, ia mengambil kata itu dari bahasa latin Bawang Putih, yaitu Allium Sativum. Sebenarnya tidak ada kata Tiva di situ, tapi ia sengaja mengambil dari kata 'Tivum' dan ia ubah menjadi 'Tiva'.

"Cantik," puji Jahe sambil mengelus puncak kepala Putih sebentar.

Tanpa mereka tahu, ada seseorang yang melihat semua kejadian itu di balik pintu sambil menahan amarah, rasa kecemburuan itu selalu hadir saat melihat kedekatan orang tercinta dengan orang lain.

Putih terusik dari tidurnya karena tangan yang menyentuh puncak kepalanya, ia menggeliat kecil sambil mengucek-ngucek matanya. Tepat di depannya, terlihat sosok sahabat laki-lakinya yang menjadi idaman para siswi di sekolah ini, termasuk saudara tirinya.

"Ih, kamu ganggu aku tidur!"

"Hehe, maaf, ya, habisnya lo cantik, jadi ingin gue peluk aja," goda Jahe.

Putih memutar bola matanya malas, padahal setahunya, Jahe bukanlah cowok yang romantis, bahkan di sekolah ini ia terkenal akan kedinginannya dengan semua cewek. Tapi, jika sudah dengannya, sifatnya berubah 360°.

"Lo gak lapar, Va?" tanya Jahe basa-basi.

"Harus berapa kali sih, aku bilang jangan panggil aku Tiva?!" cecar Putih garang.

Jahe hanya menampilkan cengiran khasnya yang terkenal limited edision, dan Jahe hanya memberikan pada orang tertentu saja, termasuk Putih. Banyak kalangan siswi yang iri dengan posisi Putih, tapi Putihnya merasa biasa saja.

"Kantin, yuk!" ajak Jahe.

"Gak deh," jawab Putih.

"Gue traktir."

Jahe tahu sedikit tentang masalah Putih, termasuk tentang keluarganya, ia memaksa Putih bercerita. Tapi, Putih tak memberi tahu kalau saudara tirinya adalah Merah, ia masih punya hati untuk tidak menyebarkan aib keluarga.

Tanpa menunggu jawaban Putih, Jahe langsung saja menggendong Putih seperti pasangan romantis di film-film masa kini. Sedari tadi semua mata memandang mereka, dan sedari tadi juga Putih meronta minta diturunkan.

Bawang Merah Bawang Putih [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang