3. London

54.2K 4.1K 704
                                    

Entah berapa lama Johnny bermain dengan gue. Yang gue tahu cuma gue tiba-tiba udah ada di kamar dan Johnny tidur disamping gue

Gue membalikkan badan gue. Memunggungi Johnny dan menangis terisak

Apa salah gue? Gue nggak pernah jahat sama orang, tapi kenapa gue di giniin?

Johnny menggeliat, membuat gue menahan isakan gue. Tangan kekar Johnny melingkar di pinggang gue. Gue berusaha menyingkirkannya, tapi Johnny makin mengeratkannya

"Morning sweety" ucapnya dengan suara khas orang bangun tidur

Gue diem. Gue jijik denger suara dia. Gue nggak mau lihat muka dia. Gue memejamkan mata gue, mencoba pura-pura nggak denger

Johnny membuka selimut, kemudian jalan ke arah meja rias dengan telanjang. Gue ulangi, telanjang

Dia mengambil ponselnya dan berbicara dengan seseorang lewat telefon

"Urus semuanya. Jam sebelas saya kesana"

"..."

"Saya nggak peduli, sudah jauh-jauh hari kita sepakat"

"..."

"Lima belas menit jemput saya di mansion, bawa dua pembantu dan lima belas penjaga"

"..."

"Benny, segera ke kamar saya. Sekarang"

Gue mencoba menguping, tapi ketika Johnny membalikkan badannya, gue kembali menutup mata

Johnny mengambil kemejanya dan memakaikannya ke gue

"Saya nggak mau ganggu kamu. Lima belas menit lagi kita ke London" gue tersentak, demi apa ke London? Itu kota impian gue

Johnny masuk ke dalam kamar mandi, kemudian keluar setelah membersihkan diri. Johnny mengenakan kemeja putih, celana bahan warna hitam. Formal sekali

"Johnny" seseorang memanggil Johnny. Membuat gue memasang telinga baik-baik

"Benny, bawa dia ke dalam limusin. Jangan sampai dia bangun, dan jangan..." Johnny menahan ucapannya. Membuat Benny menahan langkahnya

"Perhatikan pahanya" Johnny mengakhiri kalimatnya dengan suara yang cukup pelan dan menatap Benny dengan tajam

Benny mendengus geli. Kemudian mengangguk dengan senyuman tipis. Benny tahu, temannya tak pernah seperti ini pada wanita

Benny mengangkat gue dengan pelan-pelan. Kemudian berjalan dengan tatapan lurus ke depan, takut jika tiba-tiba Johnny menyodorkan pistol Magnum-nya ke kepalanya

Benny menaruh gue dengan hati-hati. Kemudian berbicara dengan Johnny

"Pahanya mulus" Johnny memutarkan pisau tajamnya di depan wajah Benny

"Wo wo, easy boy" Benny memukul perut Johnny perlahan dan kemudian duduk di kursi kemudi

Johnny masuk, biar kelihatan natural, gue menggeliat dan membuka mata gue perlahan

Gue menatap Johnny sinis. Johnny sedang asik mengupas apel, kemudian menoleh ke arah gue. Tersenyum

"Udah bangun? Ini apel. Kita ngga sempat sarapan"

Gue mengabaikan ucapan Johnny dan menatap keluar jendela

Johnny mendengus kesal, kemudian dia gigit apel tadi dan narik kepala gue. Dengan gerakan secepat kilat, dia mindahin apel tadi ke mulut gue

He kissed me, fuck u mister golden pants!

Gue membulatkan mata gue. Kemudian memukul dada dia dan melepehkan apel tadi

"Are you crazy?!" Teriak gue

Dia menatap gue, "then eat"

Johnny kembali mengupas apel tadi, gue kemudian memakan apel baru yang ia berikan. Johnny menaruh pisaunya dan membuka tablet silver miliknya

"We're going to London" ucap dia

"I know"

Johnny melirik gue, gue menatapnya

"I heard you"

"Lalu kenapa kamu nggak bangun? Jadi saya nggak perlu bawa orang buat gendong kamu. Kamu suka paha kamu dilihatin orang?"

"Then why you care to me?" Mampus lo

Johnny menatap gue tajam. Kemudian kembali fokus ke tabletnya
Gue menatap keluar jendela. Menatap jalanan kota Seoul

Johnny masih sibuk dengan tabletnya. Gue yang bosan memutuskan untuk tidur lagi

🌼🌼🌼

Gue membuka mata gue. Gue terkejut karena ini bukan lagi di dalem mobil. Bukan di ruangan atau kamar

Ini di pesawat. Pesawat yang interiornya luar biasa mewah

Gue menyandarkan badan gue di kursi. Menunggu setan neraka yang sejak gue bangun ngga gue lihat batangnya

"Sudah bangun?"

Udah, mata lo kemana sih

"Pakai ini, saya ngga tau ukuran baju kamu" Johnny memberikan gue beberapa paper bag berisi baju dan beberapa kotak sepatu

Ya ampun, ini baju sama sepatu bisa buat biaya kuliah gue sama naik haji

Gue menggeleng, Johnny menghela nafas

"Mau sampai London pakai kemeja saya?" Gue melirik badan gue. Iya juga ya, nanti yang ada gue dikira pasien RSJ

Gue menghela nafas, kemudian menyambar paper bag tadi dan segera masuk ke kamar mandi

Flower dress tanpa lengan dan flat shoes bewarna nude adalah pilihan gue. Gue kemudian berjalan keluar dan duduk menjauh dari Johnny

"Duduk disini" ucap dia ketika sadar kalau gue ngga disebelah dia

"Ga" ucap gue singkat

"Kamu mau, kamu kaya baju kamu?"

"Maksudnya?"

"Tanpa lengan" gue melotot

"Kamu barusan melotot ke saya?" Gue bengong

Johnny kemudian berjalan mendekat ke arah gue. Tangannya megang rokok dan juga gelas berisi alkohol

"Apa saya pernah mengajarkan kamu untuk membantah saya?" Gue diem, Johnny sekarang udah jongkok di depan gue

"Hmmm? Jawab Hani" Johnny mengelus pipi gue. Gelas tadi dia taruh di meja, kemudian mengambil pisaunya dan dia gunain buat benerin anak rambut gue

"No" ucap gue gemeteran

"Say it, honey" ucap dia berbisik di telinga gue

"No, daddy" Johnny tersenyum miring dan nyium pipi gue

"Duduk disini, dan saya ngga bakal ganggu kamu" gue memutuskan untuk menuruti perintah dia

Johnny memberikan gue ponsel dan laptop. Gue menatap dia bingung

"Kamu bisa bantu urus pekerjaan saya" gue menatapnya jengah. Demi apa gue anak psikolog, bukan bisnis

"Setelah kamu bantu saya. Kamu boleh pergi" gue menatapnya berbinar

"Dengan satu syarat"

"Apa?"

"Be mine"

"For?" Gue harus memperjelas sampai kapan gue harus jadi milik dia

"Forever" ucap dia enteng

Detik itu juga, rasanya gue pengen nampol dia pake laptop yang gue pegang

🌼🌼🌼

Syalala lala hiyah hiyah kontet

Allooooooo, siapa yang hadir hiyaaaa

Enjoy❤❤

[1] DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang