Pemuda bersurai gelap itu nampak baik-baik saja. Berjalan dalam keheningan malam yang semakin mencekam. Tak memperdulikan sepasang sneakers abu-abu nya telah berubah warna menjadi kecoklatan. Tanah becek sehabis hujan membuat jalanan sedikit berlumpur, jika tidak berhati-hati akan terpeleset dan jatuh terjerembab dalam kubangan air. Rintik hujan masih tersisa membuat coat maroonnya sedikit basah. Sweater putih gadingnya terciprat beberapa noda darah segar, tentu saja itu bukan darah binatang. Tidak ada binatang buas yang berkeliaran di perkotaan yang ada hanyalah manusia dengan sisi hewan. Sebelah tangannya menggenggam bat yang nampak penyok dibeberapa tempat, ada bercak darah yang menetes dari ujungnya sedangkan tak jauh dari tempatnya berjalan. Di bangunan gudang kosong, tergeletak sesosok tubuh manusia. Masih bernafas hanya saja kemungkinan hidupnya sangat kecil, selain fakta jika gudang itu telah ditinggalkan juga akses ketempat itu sudah lama di tutup, tidak ada yang berani masuk meskipun gudang tersebut tak terkunci dengan benar hanya dengan imbuhan cerita mistis membuat masyarakat sekitar enggan mendekati tempat itu.
Pemuda dengan coat maroon itu mendekati mobil yang terparkir tidak jauh dari sana, mengetuk sisi kanan kaca jendela membuat orang yang ada di dalam mobil menurunkan sedikit. "Tuan, pengkhianat telah binasa."
Kepulan asap dari cerutu yang dihisap oleh orang yang dipanggilnya dengan sebutan Tuan membuat matanya pedih, bau menyengat dari tembakau selalu membuatnya tak nyaman. Instruksi terakhir sudah diterima, mengangguk paham sebelum kemudian menyingkir. Mobil range rover hitam itu menderu dan perlahan menjauhi area gudang, meninggalkan pemuda dengan coat maroon itu sendirian.
Namanya Angkasa dan dia sudah tujuh tahun hidup dalam sisi tergelap dunia. Mencoba untuk bertahan dalam sepi dan siksaan yang terus menggores luka. Menyemangati hidupnya sendiri, meskipun dia tau semuanya hanya kesia-siaan semata.
Namanya memang Angkasa, tapi dia tak seindah Angkasa. Dia hanya manusia kotor yang berusaha baik-baik saja. Bersembunyi dibalik senyum dengan nama Hadrian Angkasa yang begitu gelap dan penuh rahasia. Angkasa di pagi hari akan berubah seratus delapan puluh derajat dengan Angkasa di malam hari. Terkadang dia memang berbaur dengan yang lain, menghabiskan malam di bar atau pub untuk bersenang-senang. Ada kalanya Angkasa akan bersikap begitu berbeda saat mendapat “tugas”.
Angkasa pernah menjawab pertanyaan sahabatnya tentang mengapa dia sering terlihat kelelahan atau tertidur di kelas, dia berkata jujur jika memiliki kerja sampingan yang menguras tenaga. Tapi saat pertanyaan selanjutnya dilontarkan, Angkasa hanya tersenyum dan berkata, “nanti kalau lo semua tau, yang ada gue bakalan habis di tangan kalian hahaha.”
Tidak ada yang tau jika perkataan Angkasa saat itu adalah benar. Entah sampai kapan dia akan menyimpan seluruh rahasianya. Bahkan mungkin saat seluruh dunia hancur dan tidak ada lagi manusia yang bernafas, Angkasa akan memberanikan diri membuka seluruh rahasianya di hadapan Sang Pencipta. Membiarkan setiap bagian tubuhnya bercerita bagaimana dia menjalani hidup selama ini.
Tidak banyak yang terlalu perduli dengan kehidupannya. Bagi mereka yang memuja Angkasa hanya memandang pemuda itu dari paras bak malaikatnya, mengaguminya bahkan seringkali mengirimkan hadiah untuknya. Angkasa memang tampan dan dia pun sadar akan hal itu. Memanfaatkan visualnya sebagai topeng pelarian.
Angkasa pernah tersenyum begitu tulus, setidaknya dia pernah melakukan itu sekali seumur hidup. Hanya saja semua hal baik yang ada dalam dirinya perlahan mulai terkikis, menyisakan Angkasa yang begitu dingin dan penuh misteri.
Angkasa yang tak terjangkau oleh siapapun.
Atau Angkasa yang sengaja tak membiarkan siapapun menjangkaunya.
Segelap apapun Angkasa, akan ada satu titik cahaya yang menemaninya,
Pemuda dengan senyum manis itu memberitahukan rahasianya pada seseorang yang amat dia percaya.
Rasa penasaran memang hal manusiawi, maka jika kau penasaran dengan rahasia seorang Hadrian Angkasa. Datanglah ke bukit yang tak jauh dari apartemennya, saat kau menemukan sebatang pohon akasia yang menjulang tinggi disana. Kemudian dibawahnya akan nampak sebuah nisan batu dengan nama yang terukir indah, Sachi Pelangi.
Saudari kembar dari Hadrian Angkasa, separuh hidupnya yang telah lama tiada. Saat kedua orang tuanya ditemukan sudah tak bernyawa delapan tahun lalu membuat sepasang anak kembar itu teramat terpukul. Mereka yang baru berusia tiga belas tahun harus memulai hidup sebagai anak yatim piatu. Ibunya adalah anak tunggal sedangkan keluarga ayahnya terlalu enggan untuk menampung mereka. Angkasa tentu saja dituntut bersikap dewasa saat itu juga, melindungi adik perempuannya dan berusaha mengembalikan kehidupan mereka. Angkasa yang saat itu tak begitu mengerti keadaan, sedikit terkecoh. Dua tahun setelah kematian kedua orang tuanya, giliran adik kembarnya yang pergi.
Angkasa yang saat itu kembali setelah membeli bahan makanan terkejut bukan main saat melihat rumah keluarga mereka tengah terbakar. Para tetangga berusaha untuk memadamkan api dengan bantuan seadanya sembari menunggu mobil pemadam kebakaran. Panik tak menemukan saudarinya dimana pun membuat Angkasa nekat menerobos masuk. Sachi tengah berada di kamar mandi dengan pakaian yang tak layak, rambutnya mencuat segala arah, sudut bibirnya sedikit berdarah dengan manik mata yang bergetar ketakutan. Melihat itu Angkasa mendekat, bahkan saat dirinya ingin memeluk saudarinya, Sachi justru mendorongnya menjauh. Berteriak histeris dengan tangisan yang menyayat hati, memeluk lututnya sendiri dan beringsut menjauhi Angkasa.
Percobaan kedua untungnya berhasil, Sachi menangis keras dan berkata jika pembunuh orang tua mereka adalah si Tuan Besar. Mengoceh jika Angkasa harus melarikan diri, menjauh dari siapapun itu demi keselamatannya.
"Ian, apapun yang terjadi tolong janji sama gue kalau lo nggak bakalan mendekati Tuan Besar. Jangan balas dendam. Tolong relain gue. Jalani hidup lo dengan baik. Gue sayang lo, dan sekarang PERGI DARI SINI ATAU GUE NGGAK AKAN PERNAH MAAFIN LO."
Sachi kembali berteriak, mendorong kakaknya menjauh saat dirasa kobaran api semakin besar dan melahap habis rumah mereka.
Malam itu selain kehilangan rumah, Angkasa juga kehilangan separuh hidupnya. Fakta bahwa sebelum meninggal, Sachi sempat dilecehkan oleh orang tak dikenal membuatnya amat sangat marah. Menyumpahi diri sendiri yang tak becus menjaga keluarga satu-satunya. Maka saat dirinya mengetahui jika semua ini bermula dari kasus yang diambil ayahnya beberapa tahun yang lalu semakin membuatnya marah.
"Sachi, maaf. Gue nggak bisa nepatin janji, karena gue udah bersumpah bakalan balas dendam ke mereka, apapun yang terjadi."
Kemudian Angkasa memaksakan dirinya untuk melangkah ke tempat yang tak seharusnya. Membuatnya kotor akan hal-hal yang selama ini dihindari.
Hadrian Angkasa adalah malam gelap yang tak membiarkan bintang bahkan bulan sekalipun untuk bersinar.
•••
Sachi Pelangi
•Yeji Itzy•
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta 1.0 - Stray Kids ✔ [REVISI]
Short StoryStray kids versi lokal [AU] Katakan pada Samudra jika semua akan baik-baik saja. Rimba bilang pada Jingga untuk jangan menyerah. Bintang, katakan pada Angkasa untuk tetap bertahan sebentar lagi. Senja, jangan menyalahkan diri sendiri. Bumi, tolo...