Jingga lelah.
Bukan lelah fisik melainkan psikis, jiwanya luar biasa lelah. Itu lah yang saat ini dirasakan oleh pemuda bersurai hitam berbalut jaket denim yang menutupi seragam sekolahnya agar terhindar dari rintik hujan. Pagi ini berawan dengan sedikit gerimis kecil membuat pemuda virgo itu mendesah. Moodnya berubah menjadi jelek jika suasana seperti ini. Entah sejak kapan Jingga mulai tidak menyukai hujan, lebih tepatnya anak lelaki itu tidak menyukai dingin yang datang berbarengan dengan tetes air hujan. Basah, lembab, dan menyedihkan. Dia jadi teringat tiap kali dirinya pulang dalam keadaan separuh basah Mamanya akan mengomel, lalu keesokan harinya demam menghampiri dan membuatnya berdiam diri diatas tempat tidur sehari penuh.
Jingga tidak suka itu.
Tidak suka bagaimana dia hanya akan menghabiskan sepanjang hari dengan berbaring ditemani handuk basah yang menempel di dahinya. Belum lagi setiap enam jam sekali bibi Ran, wanita yang berusia setengah abad yang bekerja dirumahnya itu datang dengan nampan berisi segelas air hangat dan obat-obat pahit dengan jumlah tidak sedikit. Jika dirinya enggan meminum obat, maka sang Papa akan memarahinya dan kemudian mendiamkannya hari berikutnya. Belum lagi kakak laki-lakinya akan menggodanya dengan memamerkan mainan baru atau makanan manis yang membuatnya semakin ingin berlari menerjang si yang lebih tua.
Baru saja dia mendudukkan diri dibangkunya saat seseorang menepuk pundaknya terlalu kencang, membuat Jingga terlonjak dan hampir menjatuhkan ipod kesayangannya. Jingga menoleh kemudian mendelik marah pada orang yang berani mengganggu paginya. Sepertinya hari ini akan melelahkan, diawali dengan gerimis di pagi hari.
“Apa?” sentaknya pada seseorang yang berdiri disamping mejanya.
“Hehehe pinjem tugas biologi dong, punya gue tinggal dikit lagi selesai.”
Jingga berdecak kesal, bukan karena tugas yang sudah ia selesaikan itu akan dipinjam oleh orang lain tapi karena ia hampir saja menjatuhkan ipod kesayangannya demi hanya bertanya tugas. Dengan gerakan malas, Jingga membuka tas ranselnya mengeluarkan buku dengan sampul coklat yang seragam dan menyerahkannya pada anak lelaki yang sejak tadi menatapnya dengan harap.
“Nih nggak pake lama ya.”
“Hehehe siap, makasih Jing.”
“Anjing! Nama gue Jingga bukan Jing aja.”
Jingga berteriak tak suka. Ini lah yang membuatnya lebih suka dipanggil Bagas daripada Jingga. Anak-anak sering membuat lelucon dengan memanggil namanya dengan sebutan ‘Jing’ saja, padahal mereka bisa memanggilnya dengan ‘Ga’ atau semacamnya bukan malah membuat panggilan yang terdengar seperti sedang memanggil hewan berkaki empat itu.
“Astaga, Jingga masih pagi udah ngomong kasar. Nggak baik, Jingga.”
Jingga menoleh kearah sumber suara, mendapati teman sebangkunya yang tengah berdiri diambang pintu dengan tas ransel navy di punggungnya.
“Tuh si Ari ngeselin, marahin dia aja Nja.” Kini gilirannya mengadukan anak lelaki yang disebut Ari itu pada teman sebangkunya, Senja.
Hari ini Senja datang lebih lama dari biasanya, jika biasanya saat Jingga datang Senja sudah duduk manis di kursinya dengan buku catatan terbuka lebar kemudian menyapa Jingga dengan senyum ramah. Senja datang dengan memakai hoodie abu-abu yang bagian pundaknya sedikit basah. Rupanya gerimis masih enggan untuk berhenti.
“Ari kan emang iseng udah diemin aja, Jingga jangan keseringan ngomong kasar. Nanti jadi kebiasaan, nggak baik apalagi buat mengawali hari.”
Anugerah Senja berjalan menghampiri Jingga, duduk pada bagian terluar dari tempat duduk mereka. Senja hanya tersenyum teduh. Dia sudah hafal betul dengan sifat sahabat-sahabatnya itu, jadi tidak heran jika beberapa pagi hari diawali dengan pertengkaran kecil keduanya. Nanti juga saat jam istirahat akan berbaikan lagi seperti tidak pernah terjadi perdebatan apapun diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta 1.0 - Stray Kids ✔ [REVISI]
Historia CortaStray kids versi lokal [AU] Katakan pada Samudra jika semua akan baik-baik saja. Rimba bilang pada Jingga untuk jangan menyerah. Bintang, katakan pada Angkasa untuk tetap bertahan sebentar lagi. Senja, jangan menyalahkan diri sendiri. Bumi, tolo...