"Hai Ma, ini Iqbaal, anak laki-laki mama yang terakhir, maaf ya Ma, karena Iqbaal lahir di dunia, mama harus mengorbankan nyawa mama sendiri," ucap Iqbaal.
Dibawah langit senja, yang menampilkan goresan terbaik Tuhan setiap sorenya, kini Iqbaal sedang berada di sebuah pemakaman elite tempat cinta pertamanya berada.
"Ma, maaf Iqbaal tadi sempat kasar sama cewek, Iqbaal gak bermaksud Ma, dia aja yang nyebelin." Curhat Iqbaal diatas makam sang ibu.
"Iqbaal bersyukur bisa lahir di dunia, makasih ya Ma udah menciptakan cinta yang besar untuk Iqbaal, Iqbaal sayang banget sama Mama." Iqbaal menaburkan bunga yang indah diatas makan Alfiah, mama yang mengorbankan nyawa sewaktu melahirkannya.
Terkadang berat rasanya untuk Iqbaal menerima kenyataan, bahwa ia lahir ke dunia harus mengorbankan nyawa Alfiah.
"Ma, Iqbaal balik dulu yah. I love u Mama sayang."
Iqbaal melangkahkan kakinya menjauhi pemakaman, sudah saat nya ia pulang ke rumah. Rumah yang sangat nyaman baginya. Setiba di rumah, Iqbaal melihat banyak mobil yang terparkir di parkiran rumahnya, berarti seluruh saudara dan papa nya ada di rumah.
"Assalamualaikum, manusia ganteng pulang," ujar Iqbaal saat masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam anak papa," jawab Pratama menerima uluran tangan Iqbaal, untuk menerima salam dari anaknya.
"Huek, walau ganteng tetap aja ngejijikin," ledek Celin yang hanya mendapatkan tatapan jengah Iqbaal.
"Adik kakak yang paling tampan pulang juga, kangen nih udah lama gak ketemu," ujar Arlerta, yang membuat Iqbaal memeluk kakak pertamanya, Arlerta adalah gadis manis dengan sikapnya.
"Lo yang jarang balik kak," ucap Iqbaal.
Mereka ber-enam tertawa, lalu berkumpul di depan tv untuk menikmati waktu bersama.
"Udah punya pacar Bal?" tanya Arletta.
"Gimana mau punya pacar, orang ngatur begitu," celah Celin.
"Emang ada mau sama dia? Suka marah-marah," ejek Ghea, saudaranya yang lahir kembar, memiliki kembaran bernama Gheo.
"Apaasih lo kak, orang adek lo ganteng begini," ucap Iqbaal membela diri.
"Cetakan papa sama Mama tuh gak pernah gagal tau," tambah Pratama yang membela dirinya, karena keturunannya dikatakan jelek.
Rumah yang bernuansa putih glamor ini, terkesan begitu mewah dan menenangkan. Di isi oleh manusia yang menyenangkan dengan berbagai sifat random.
"Pa dan semuanya, Ghio pamit ke kantor dulu, lagi banyak masalah." Gheo menyalami Papa nya dan berpamitan dengan keempat saudaranya.
"Hati-hati ya nak." Gheo mengangguk.
"Lo jangan sampai kena bom ya," ujar Ghea selaku saudara kembar.
"Emang lo pikir gue bakal bertempur gitu?" hardik Gheo.
"Kali aja, pulang-pulang tinggal nama."
•••
Keadaan sunyi, sepi, dan membosankan yang selalu menyambut Bella ketika pulang ke rumah. Rumah sebagai tempat pulang, namun bagi Bella rumah adalah tempat yang paling membosankan dan tidak menyenangkan.Keadaan rumah yang sepi, sangat menganggu perasaan Bella. Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri.
"Hufftt." Bella mendesah kasar. Ia melemparkan tasnya ke sembarang tempat, dan merebahkan dirinya begitu saja diatas kasur tanpa berniat mengganti pakaian.
Dengan tatapan penuh kekecewaan, Bella menatap langit-langit kamarnya. Entah sudah berapa kali, dirinya merasakan kekecewaan.
Hingga air mata yang ia bendung perlahan menetes begitu saja tanpa bisa ia tahan. Bella terisak dalam diam, sakit sekali. Ia merasa benar-benar hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilusi
Teen FictionKehidupan seorang remaja, yang merasa mimpinya menjadi nyata. Bingung membedakan antara mimpi dan kenyataan. Mimpi itu seolah nyata, dan kenyataan itu seolah mimpi. Gangguan depersonalisasi-derealisasi Bella Shavira, gadis yang mengalami cobaan yan...