SATU

187 9 0
                                    

Assalamualaikum 😃
Berhubung ini adalah cerita pertama aku, mohon maaf kalau masih berantakan dan ga jelas gitu, happy reading :)
Jangan lupa vote dan komen :)
***

Butiran air mataku terus menderas menggenangi ujung mataku yang semakin meredup sambil menatap bangunan tinggi dari tanah liat yang ada di sekitar asramaku, napasku tertahan ngilu dan merajam hati.

"Oya, mau pulang Mah, di sini bukan tempat Oya, gak ada yang bisa ngertiin Oya di sini, Mamah kenapa sih nyuruh Oya kuliah di sini? Oya mau pulang Mah, Oya gak betah." Ucap batinku.

Bukan karena perpisahan yang membuat tangisku pecah. Sebelum kedatanganku ke bangunan serba tanah liat yang menjulang ini, kata perpisahan bukanlah hal yang asing bagiku. Karena pesantren telah membawaku dan mengurungku selama kurang lebih empat tahun lamanya.

Aku hanya bisa menatap datar wajah bahagia teman-temanku sembari berkhayal. Ketika gerimis mulai terdengar sakral menari di atas peraduan dan teman-temanku mulai berhamburan menikmati konvoi gerimis yang meramaikan langit Yaman sore itu.

Ini gerimis pertamaku setelah menginjakkan kaki di bumi Hadramaut ini. Aku rindu Mamah. Aku rindu Indonesia. Aku ingin pulang. 


❄❄❄

Namaku Soraya. Aku lahir sebagai anak perempuan satu-satunya, anak pertama dari tiga bersaudara. Keluargaku memanggilku dengan sebutan Oya. Mamah yang lulusan Perguruan Tinggi Umum sebenarnya tak mempermasalahkan pendidikanku harus persis seperti pendidikannya atau tidak, tapi keinginan Ayahkula yang bersikeras menjadikan putri semata wayangnya meneruskan jejak pendidikannya.

"Oya, bengong aja dari tadi. Ayo siap-siap!"Suara Sarah mengagetkanku.

"Hah? Siap-siap apa?"

"Siap-siap baca maulid, ini kan malam Jum'at."

"Sekarang malam Jum'at ya? aku lupa." Senyumku kecut.

"Yasudah, cepat siap-siap. Aku tunggu di kamar."

Sebenarnya aku malas ikut baca maulid, toh aku kesana hanya bengong mendengarkan mereka bernyanyi, daripada aku buang-buang waktu, mending aku di kamar. Menghafal Al-Qur'an atau atau membereskan lemari.


Lima menit berlalu.

"Oya! Ya Allah, kok belum siap-siap? Aku dari tadi udah siap loh, tinggal nunggu kamu."

Sarah dengan balutan kerudung birunya terlihat cantik. Gadis Sunda itu selalu terlihat cantik dengan kerudung warna apapun, lirihku dalam hati. Oh iya, kuperkenalkan, namanya Sarah Zakiyah, dia teman sekamarku di Yaman.

"Aku gak ikut baca maulid ya, Sar. Malas! Aku di kamar aja."

"Apaan sih!? Gak boleh. Ayo ikut aja! Mana kerudungmu? Sini aku yang  ambilkan, aku paham kok perasaanmu. Tapi gak ada salahnya kan untuk mencoba mengenal?"

"Aku gak paham apa yang mereka baca, Sar. Nada yang mereka nyanyiin gak bisa aku tiru. Orang-orang memperhatikanku, soalnya aku diam terus. Gak mau ikut ah! gak kenal sama yang begituan."

"Mereka baca syair tentang Rasulullah, kamu emang gak tahu apa yang mereka baca, tapi kamu tahu Rasulullah, Nabimu. Masih gak kenal sama Rasulullah?"

Perkataan Sarah membuatku terdiam. Aku kalah debat.
Ya, aku dan Sarah memang berteman baik sejak awal kedatanganku di bumi seribu satu wali ini. Gadis berdarah Sunda ini berhasil membuat diriku yang semula tak pernah bergeming dengan hal yang bersangkut paut dengan segala sesuatu yang baru kukenal di sini, menjadi lebih terbuka dengan segala sesuatu yang selama ini sengaja kusembunyikan.

Entah chemistry apa yang membuat kami semakin dekat dari hari ke hari. Sifatnya sebagai pendengar tanpa ada ejekanlah yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa diriku lebih bisa terbuka padanya. 

"Awal kehidupan yang menjenuhkan," pekikku dalam hati.

Aku hanya bisa diam dan memperhatikan Sarah dan teman-temanku lakukan tanpa bisa berkutik dan hanya bisa bergumam dalam pikiranku sendiri.

Seperti itulah awal-awal kehidupan asramaku di Yaman yang penuh dengan perdebatan. Aku bersyukur diperkenalkan dengan Sarah. Dia selalu berusaha memahamkan sesuatu kepadaku tanpa menggurui.

Tanpa kusadari, ruangan ini penuh dan sesak sejak sepuluh menit yang lalu, mereka melantunkan syair-syair berbahasa Arab yang tak pernah kudengar sebelumnya. Dan mereka terlihat sangat menikmati suasana itu.

Lanjut ke bagian DUA..

TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang