Tiba-tiba aku telah berada di sebuah bangunan kuno dengan arsistektur bergaya Eropa. Gedung itu berbentuk bulat dengan hiasan dinding dan lampu mewah menggantung dengan keangkuhannya. Kami berkumpul, duduk membentuk seperti sebuah spiral. Ruangan itu penuh sesak oleh orang-orang berbaju putih. Ketika itu, aku duduk di lingkaran terkecil, dan mereka melantunkan kalimat-kalimat yang aku tak paham maksudnya. Kulihat mereka terus menggerakkan punggung, maju-mundur sambil membaca kalimat-kalimat itu dengan khusyuk.
Tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku, membuatku menoleh ke belakang.
"Kenapa kamu tidak ikut bergerak?" tanyanya.
"Nggak mau, itu syirik!" Tungkasku cepat.* * *
Aku terbangun, nafasku terengah-engah.
"Jam berapa ini?" Lirihku sambil melihat jam di tanganku.
"Astagfirullah, aku tertidur di masjid." Pekikku sendiri.
Masih lengkap dengan mukena yang membalut tubuhku. Kulihat sekelilingku. Hanya ada beberapa orang yang bernasib sepertiku. Tertidur di masjid.
Segera kubereskan barang-barang dan bergegas kembali ke kamar. Aku masih bertanya-tanya apa maksud dari mimpi tadi. Setelah malam itu, bayang-bayang mimpi terus saja mengusik hari-hariku.* * *
Yaman, Hadramaut.
"Baca apaan sih, Vi? Bagus kata-katanya." Tanyaku setelah mendengar latihannya sebagai Master of Ceremony untuk acara maulid akbar minggu depan.
"Ya Allah, masa kamu nggak tahu sih. Itu loh, syair Habib Ali Al-Habsyi, yang maulidnya selalu kita baca tiap malam Jum'at."
"Oh ya??" Tanyaku antusias.
"Iya. Syair di dalamnya bagus-bagus, semua tentang Rasulullah, keagungannya, keistimewaannya juga sirahnya. Mankanya aku tertarik buat mengutip sayir itu sebagai pembukaan di acara maulid nanti."
"Mana sih? Coba aku liat bukunya."
Disodorkannya buku setebal seratus halaman bersampul biru tua itu kepadaku. Kubuka halaman demi halaman. Hingga jariku terhenti pada sebait syair yang Vivi bacakan. Entah mengapa, ada perasaan yang tiba-tiba saja menyeruak dalam hati. Perasaan yang belum pernah kudapati sebelumnya. Perasaan yang membuatku ingin menangis sesaat, betapa aku membangun benteng terlalu tinggi hanya untuk mengenal semua yang aku jalani.* * *
Kejadian akhir-akhir ini sering membuatku termenung, perkataan syeikhku selalu terngiang di benakku. Tak bisa ku pungkiri, diriku semakin ingin menilik lebih jauh, semakin ingin memahami lebih dalam semua hal yang baru di hidupku. Batinku sudah terlalu lelah untuk berperang melawan kenyataan. Lambat laun aku mulai memahami maksud dari mimipiku waktu itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/172109846-288-k869946.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir
Non-FictionKisah nyata seorang mahasiwi hadramaut. Mampukah dia bertahan? Dan bagaimana akhir dari takdir hidupnya?