7. MINTS

119 8 0
                                    

Masih dalam kelelahan yang luar biasa, Irtiza mengumpulkan para pekerjanya di ruang rapat kantor. Ketegangan jelas saja terlihat diraut wajah kantuk mereka. Tapi mau bagaimana lagi? Hal inilah yang harus dihadapi mereka sekarang.

"Baiklah" Ujar Irtiza yang mulai mengeluarkan suaranya. "Ini pernah terjadi sebelumnya bukan? GM Danial menutup rapat kasus bunuh diri tiga tahun yang lalu dari masyarakat luas. Hanya karyawan Gardenia Hotel's, pihak kepolisian dan pihak medis yang tahu. Gani..." Lanjut Irtiza memanggil seorang pria bertubuh kurus bernama Gani, yang menjabat sebagai Chief Security di Gardenia Hotel's.

"Iya Pak?"

"Bagaimana kondisi korban sekarang?"

"Staff saya sedang memeriksanya Pak" Jawab Gani, Irtiza pun menganggukkan kepalanya.

"Untuk malam ini..."

"Permisi Pak... Maaf" Potong seorang pria berseragam bellboy membuat seisi ruang rapat seketika saja bertanya-tanya malam itu.

Ia pun berlalu menutup sejenak pintu ruang rapat kembali, lalu melanjutkan lagi bicaranya. "Maaf Pak, berita tentang bunuh diri di kamar 303 itu, tidak benar adanya" Ujar bellboy itu, jelas saja membuat mereka yang mendengarnya tercengang.

"Apa maksud kamu, Kilam?" Tanya Gani dengan kerutan di dahinya.

"Pemilik kamar 303 ternyata hanya sedang memberikan kejutan untuk melamar kekasihnya dengan memainkan lelucon bunuh diri. Pria itu bilang, ia melamar kekasihnya dengan cara seperti itu, karena ingin tahu, seberapa sayangnya kekasihnya itu kepadanya? Si wanita yang tidak mengetahui kebenaran tentang bunuh diri lelucon itu, lantas melaporkannya kepada kami. Itulah kami langsung mengabarkan kepada Bapak dan staff yang lainnya" Terang bellboy itu. Ha... Sukses membuat semua pegawai, serta Irtiza geleng-geleng kepala mendengarnya.

"Apa dia sudah gila? Yang benar saja, kalau memang bercanda!" Kesal Kevin bersuara, diikuti oleh helaan berat nafas pegawai lainnya.

"Ini benar-benar membuat aku gila! Apa-apaan ini!!!" Seru yang lainnya ikut menimpal.

Irtiza yang tampak diam mendengar protes para karyawannya, hanya bisa menatap tenang mereka. Jujur saja, Irtiza sebenarnya juga kesal, tapi kekesalannya itu tertutupi sudah karena rasa khawatirnya terhadap para pegawainya. Bercanda itu boleh, tapi jangan membuat repot manusia senegara.

"Ya sudah, sekarang kalian lebih baik pulang saja" Ujar Irtiza.

Semua pegawai pun berlalu beranjak malas dari kursi mereka. Keluar dari ruang rapat dan memeluk kekantukan mereka sendiri-sendiri.

Amyra yang juga sejak tadi hanya memilih hak diamnya, tampak tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya memandangi tenang Kevin yang benar-benar terlihat marah saat itu.

"Dia kira aku kemari naik kereta kencana apa? Aku rela naik sepeda karena lelucon anehnya itu!" Gerutuk Kevin kembali.

"Bagaimana kalau kita melabrak kamar 303 itu? Aku bahkan sudah bermimpi indah tadi!" Timpal Yuna seorang Staff Accounting ikut geram.

"Mereka memang salah, tapi bukannya ini memang risiko yang kapanpun pasti akan kita hadapi. Ya sudahlah, terima aja. Anggap ini simulasi untuk kita, kalau memang akan terjadi sesuatu hal seperti ini lagi" Positif Amyra, Kevin pun mengangguk setuju. Tapi... ya... Tentu saja tidak dengan yang lainnya.

"Ya sudah, ayo mba kita pulang" Akhir Yuna dan kemudian meninggalkan kantor diikuti oleh pegawai lainnya.

"Kamu pulangnya gimana? Mau aku temenin Ra?" Tanya Kevin kepada Amyra, tepat disaat Irtiza melangkah keluar dari ruang rapatnya.

Irtiza kembali menatap kebersamaan Sekretaris dan Residence Managernya itu dengan mata dinginnya. Entah apa yang selalu ada dipikiran Irtiza saat melihat kebersamaan Amyra dan Kevin itu.

BABY BREATH FLOWERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang