"Parasmu menenangkanku, pelukanmu membuatku yakin bahwa di luar sana dunia masih baik padaku."
-Sergio Aldama
×××
Rindu
×××
Sehari setelah bertemu Kean hari itu, Jani akhirnya kembali ke rumah. Dengan semangat baru yang ia bawa, Jani ingin membuat duniannya lebih indah lagi. Ia ingin menyelesaikan apa yang sudah ia mulai sebelumnya.
"Kamu istirahat langsung ya, biar ibu yang ngeberesin baju kamu,"
Jani hanya mengangguk, kemudian membaringkan tubuhnya di atas single bed yang dilapisi dengan sprei warna hijau.
"Istirahat aja yang lama, jangan khawatirin ibu,"
"Iya, Bu,"
Sita tersenyum, kemudian kembali memasukkan baju bersih Jani ke dalam lemarinya, sementara sebagian baju kotor ia bawa ke belakang untuk dicuci.
"Nanti ibu bangunin kalo udah jamnya makan siang," ujar Sita begitu akan menutup pintu kamar Jani.
Namun Jani kembali bersuara, membuat pergerakan ibunya terhenti sebentar. "Tunggu, Bu!"
"Kamu butuh sesuatu?"
"Nanti kalo ada, mas Gio, bangunin aku ya, Bu?"
"Memang, nak Gio mau ke sini?"
"Nggak tau juga sih, Bu," Jani nyengir lebar. "Cuman feeling aja sih, hehehe..."
"Kamu ini ada-ada aja. Gampang, nanti ibu bangunin kamu."
"Makasih, Bu,"
Sita tersenyum mengangguk sebagai jawaban, kemudian menutup pintu Jani, membiarkan putri tunggalnya kembali membaik seperti sebelumnya.
×××
Gio memang pemalas. Satu jurusan tahu akan hal itu, termasuk Bagas. Tapi kali ini tingkat kemalasan Gio bertambah berkali-kali lipat. Contohnya saja sekarang, tanpa membuka buku atau apa, Gio hanya memangku dagunya sambil uring-uringan.
Pikirannya masih tertuju pada satu orang, yaitu Jani.
"Lo ngapain sih kayak orang bego gitu? Kesel gue liatnya," Bagas akhirnya mengkritik sikap Gio. Jujur saja, ia sendiri bahkan merasa jengah melihat tingkah Gio yang seperti itu.
"Ya nggak usah liat gue, ribet amat!"
"Gue juga punya mata!"
"Bacot!"
"Galau ya lo? Makanya sensian mulu,"
Gio tidak lagi menggubris Bagas, ia tengah menghitung menit sisa-sia jam terakhir mata kuliah hari ini. "Selesai jam tiga 'kan?"
"Hmmm..." Bagas hanya bergumam. "Bilang aja mau pergi ke rumah Jani lagi. Gue doain orangnya belom balik, biar lo nggak bisa ketemu dia!"
"Resek lo!" Reflek tangan Gio memukul belakang kepala Bagas.
"Sakit bangsat!"
"Bacod mulu sih!"
Keduanya saling mengumpat satu sama lain dengan lirih. Takut terusir seperti kejadian waktu itu. Tapi mau pelan ataupun keras, umpatan Bagas dan Gio sama-sama mengganggu anak yang lain. Namun sadar akan kegarangan Gio, yang lain jadi enggan menegur dan membiarkannya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Jani
Romantik[PROSES REVISI] Jani hanyalah seorang gadis biasa yang tidak terobsesi dengan dunia maya. Akrab dengan aroma kopi juga musik sebagai teman hidupnya selama duduk di bangku perkuliahan. Tak ada yang istimewa dari dirinya, menurut Jani begitu. Tapi tid...