"Pertemuan memang kadang berujung pada perpisahan. Tapi, pada pertemuan juga yang menciptakan rasa itu jadi ada."
-Athena Putri Senjani
×××
Ucapan gila
×××
Jani memang biasa bangun pagi, tapi ia tidak pernah terlihat semangat seperti sekarang ini. Bibirnya terus terangkat seolah bulan sabit terus menghiasi wajahnya yang manis.
"Pagi, Bu!" sapa Jani ceria begitu ia sampai di meja makan untuk sarapan bersama.
"Pagi, tumben banget kelihatan girang. Kenapa emangnya kalo ibu boleh tau?"
"Ah, ibu mah, suka kepo," Jani lantas menarik salah satu kursi dekat Yudha lalu mendudukinya. "Pagi, ayah!"
"Pagi juga putri ayah,"
"Liat anakmu itu yah, pagi-pagi udah kesambet barang halus aja,"
"Iya ya, Bu, kayak ada yang beda," Yudha menyipitkan matanya. Menelisik wajah putri semata wayangnya itu dengan seksama. "Kamu habis menang undian ya? Atau jangan-jangan uang gajianmu udah turun?"
Jani terlihat malu-malu, tangannya yang lemah memukul lengan ayahnya dengan pelan. "Belum awal bulan, mana Jani bisa dapet gaji, Yah? Aneh nih,"
"Terus apa coba?"
Ditanya begitu, ingatan Jani langsung jatuh pada kejadian semalam. Dimana Sergio dengan kemauannya sendiri mengantar Jani pulang ke rumah. Bukan nebeng. Lebih tepatnya Gio sengaja melaju pelan di belakang Jani agar gadis itu mendapat cukup penerangan, juga jaga-jaga bila ada hal-hal buruk yang tidak diinginkan.
Begitu saja. Sederhana. Tapi entah mengapa membuat Jani jadi kasmaran sendiri. Seolah itu bagi Jani merupakan hal romantis yang tidak pernah ia dapat dari siapa pun. Jelas saja, orang, Jani tidak pernah menjalin hubungan.
"Nah 'kan, senyum-senyum nggak jelas lagi," ucap Sita yang dibuat kebingungan sendiri dengan sikap Jani. "Kamu udah minum obat belom?"
"Terima kasih untuk makanannya!" Seru Jani tanpa menghiraukan Sita dan lanjut menyuapkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya.
Walau begitu senyumnya masih tidak luntur.
"Dasar anak aneh!"
×××
Suasana kantin gedung manajemen ekonomi yang ramai, membuat Jani terpaksa berjinjit serta memanjangkan lehernya demi menemukan cowok itu diantara puluhan orang yang sedang makan siang.
Jani pikir akan mudah baginya untuk menemukan Gio di tempat yang ramai seperti ini. Karena seperti yang Bagas bilang; Gio adalah cowok populer yang sedang digila-gilai oleh para gadis-gadis di kampusnya bahkan sampai lain jurusan. Mungkin Jani bisa menemukan Gio diantara meja yang dikerumuni banyak orang.
Tapi, Jani benar-benar salah. Ia tidak bisa menemukan keberadaan Gio meskipun ia sudah mengedarkan pandangannya ke segala arah. Hasilnya sama, nihil. Gio tidak bisa ia temukan.
Namun, Jani tidak menyerah. Ia tidak ingin ingkar janji. Sesuai dengan ucapannya semalam, Jani akan mentraktir Gio makan siang sebagai ucapan terima kasih karena sudah mengantarnya pulang ke rumah. Maka dari itu dengan tekad, Jani masih berusaha mencari Gio diantara meja-meja yang dipenuhi orang-orang yang sedang mengisi kembali energi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Jani
Romance[PROSES REVISI] Jani hanyalah seorang gadis biasa yang tidak terobsesi dengan dunia maya. Akrab dengan aroma kopi juga musik sebagai teman hidupnya selama duduk di bangku perkuliahan. Tak ada yang istimewa dari dirinya, menurut Jani begitu. Tapi tid...