Bab 6

4.6K 159 1
                                    

Ting...

Menandakan ada satu pesan masuk dari handphone miliknya, Putri tidak menghiraukannya, karena sekarang ia lebih memilih untuk fokus merapalkan setiap kalimat untuk bahan presentasinya besok di depan dosen ekonominya.

Ting...

Ting...

Ting...

"Aduh siapa sih berisik banget, nggak tau ada orang sibuk apa ya?" sebal dengan terpaksanya, Putri mengambil handphone yang ia simpan di atas nakas. "4 pesan dari Ahmad. Ngapain sih dia itu chat malem-malem, biasanya juga langsung nelfon. Ih bodo amatlah." Saat akan membuka pesan dari Ahmad, teringat dengan kejadian beberapa hari lalu, ia kembali diingatkan dengan Sarah sahabatnya.

*Aku besok ada waktu kok, mau bicara soal apa lagi?

*Soal malam itu

*Buat apa? lagian gue juga udah tau semuanya kok dari Sarah sendiri.

*Oke besok gue jelasin lagi.

"Kenapa jadi rumit gini sih? Huft, capek gue. Iya sih dulu pernah suka gue sama dia, tapi itu dulu. Gue sempet suka banget sama dia, waktu gue masih baru keluar dari pesantren. Tapi kenapa sekarang malah gue yang jadi korban gini ya? Kasihan amat deh gue. Semenjak malam itu, hati gue udah berubah ke dia. Bahkan sebelum malam itu. Meskipun dia dijodohin apa enggak sama Sarah. Gue udah ngurangin rasa yang ada di hati gue ke dia lama banget. Sekarang semuanya kaya sia-sia nggak sih? Gue kan sekarang sukanya sama..." Putri berbicara dengan cermin di depannya dan menatap pantulan dirinya sendiri di dalam cermin itu sambil mengeluarkan semua uneg-uneg yang ia pendam selama ini.

"Kamu ngapain Put di dalem? Kok marah-marah gitu sih?" dari luat terdengar suara uminya yang sedang di depan kamarnya. "Lagi belajar dialog buat peran antagonis di kampus besok mi. Jadi harus totalitas gitu mi." alibi Putri dengan santainya. "Aduh, mati gue. Maafin Puput ya mi udah bohong." Sesalnya dengan lirih. "Oh gitu toh, umi kira kamu kenapa kok marah-marah sendiri di kamar. Cepetan tidur Put, udah jam 9 loh. Besok katanya ada kelas pagi." Perintah umi dengan halus. "Iya mi, ini mau tidur kok." Sahutya dengan pelan. "Yaudah kalo gitu."

Setiap jam 3 pagi, Putri terbangun untuk sholat tahajud. Setiap malam juga, ia selalu memikirkan laki-laki yang seharusnya tidak ia pikirkan. Ketika namanya ingin dihapus dari pikirannya, ketika itu juga ia semakin teringat oleh laki-laki itu. "Gue Cuma ingin ngelupain dia, udah itu aja kok. Nggak lebih nggak kurang. Tapi kenapa malah susah banget sih buat dilupain. Astaghfirullahaladzim."

Dentang jam menunjukkan pukul 6 pagi, saat Putri tengah membantu umi menyiapkan sarapan pagi, Putri sempat diganggu dengan suara handphone nya yang lupa tidak di senyap. "Put, angkat dulu telfonnya siapa tau penting. Bisa jadi dari dosen kamu tuh, katanya hari ini ada presentasi penting." Titah umi, dengan malas Putri meraih handphonenya yang berada di atas kulkas, jelas diatas layarnya tertera nama Ahmad. Malas sebenarnya untuknya menjawab. "Halo, assalamualaikum. Ada apa?" bukanya dengan nada datar dan malas. "Iya jam 10 di air mancur deket taman. Oke." Dengan sepihak, Putri langsung mematikan panggilannya itu. "Buang-buang waktu nggak sih."

"Siapa put? Kok nadanya gitu." Umi yang tengah memasak di dapur sempat mendengar pembicaraan mereka. Putri menatap uminya dengan sikap yang biasa-biasa saja "Temen mi. Nanyain tugas, biasa." Alibinya dengan meraih piring dan sendok yang masih berada di atas rak dapur. "Jangan jutek gitu sama temen sendiri, nanti kalau ada apa-apa waktu kamu susah, mereka juga yang bantu kamu nak." Nasehat umi kali ini hanya diangguki Putri tanpa ada niatan untuk membalasnya. "Oh iya Put, kamu udah tahu belum kalau Ahmad sekarang jadi guru di pesantren abahnya. Eum, baru beberapa minggu juga sih." Ucap umi Farah dengan menyiapkan nasi di atas meja makan. Tidak ada sautan dari mulut putrinya itu sama sekali "Eh kamu dengerin nggak umi bicara barusan?" senggol Farah pada anak muda di depannya yang masih sibuk dengan handphone nya "Dengerin kok nih telinga Puput masih sehat wal afi'at, Putri tau kan umi barusan ngomong." Balasnya dengan memakan buah apel merah di depannya.

Farah menatap heran sekaligus curiga dengan sikap Putri yang tidak biasanya "Kamu ada masalah ya? Kalau ada, umi siap dengerin keluh kesah kamu deh." Tawaran Farah kali ini masih tidak dihiraukan Putri sama sekali "Mi, Putri berangkat dulu yah. Sekalian mau mampir ke perpustakaan dulu mau cari buku." Alih Putri dengan cepat dan mengambil tangan Farah untuk berpamitan berangkat duluan "Assalamualaikum mi."

Pagi ini mood nya masih bisa dikatakan antara baik-baik saja, ingin rasanya ia tidak pernah mengenal laki-laki yang bernama Ahmad itu. Entahlah, ia sendiri juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Seiring berjalannya waktu, perasaan yang ia miliki mulai berkurang dengan Ahmad. Ditambah lagi dengan kejadian malam itu, jujur ia semakin muak dan malas, sebenarnya Putri tidak mempermasalahkan jika sahabatnya itu dijodohkan dengan Ahmad atau tidak. Ia pun sudah melupakan kejadian itu, tapi Ahmad sendirilah yang memulai dan tanpa disengaja memaksa untuk ikut tertarik dalam dunianya. "Kenapa gue ikut-ikutan segala." Bual Putri sepanjang perjalanan ke kampus. Tanpa ia sadari, ada seseorang yang mengikutinya dari belakang dengan mengendarai motor "Hai Put, kok pagi-pagi muka nya di tekuk gitu sih?" tidak ada jawaban yang dilontarkan oleh Putri. "Yaudah deh, gue duluan ya. Sampai ketemu di kampus, junior."Kekeh Rendi dengan mendahului nya yang masih bodoh amat dengan siapapun. Sesampainya di kampus, Putri segera memarkirkan sepeda kesayangannya dan lekas berjalan menuju kelas tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya yang masih terbilang sepi.

Saat akan memasuki kelas dan masih di ambang pintu, sekali lagi handphone nya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Tapi disana tertera nama Sarah sahabatnya, "Halo, wa'alaikumsalam. Kenapa pagi-pagi nelfon? Kangen lo sama gue, yaelah baru beberapa minggu juga." Balasnya dengan percaya diri. "Lo pede banget ya, nih ya gue Cuma mau bilang kalo besok malem gue mau balik ke Indonesia. Pertukaran pelajar gitu, tapi gue baliknya sama temen baru dari Turki." Ucapnya dari telfon. "Trus lo disini berapa bulan?" Putri merasa senang karena sahabatnya kembali dan merasa sedih karena akan sulit melupakan semua kerumitan di hidupnya. "3-4 bulanan, gue sama temen baru gue mau ditempatin di pondok pesantren Ar-Rahman, katanya disitu juga biasa ngadain pertukaran pelajar gitu." Putri sejenak berpikir dan mengingat-ingat kembali nama pondok pesantren yang disebutkan Sarah "Wait wait, eh gila itu kan pesantren punya si abahnya Ahmad." Tidak ada balasan dari sebrang untuk beberapa detik "SERIUSAN LO? ELAH PASTI BAKALAN KETEMU DIA LAGI. Gue batalin aja deh buat kesana."

"Eh jangan seenak jidat lo sendiri. Disana tuh taat peraturan banget, pesantrennya udah terkenal dimana-mana. Mending lo tetep jadi aja, dari pada lo kena sanksi. Nanti ribet, gue juga yang lo tarik-tarik buat bantuin." Jelas Putri sambil mempersiakan bahan untuk presentasinya sebentar lagi. "Eum, okedeh. Besok kalau gue udah otw Indonesia gue kabarin lagi. Udah dulu yah, assalamualaikum." Akhir Sarah bertepatan dengan dosen ekonomi yang sudah memasuki kelas. "Iya wa'alaikumsalam."

Almost (Completed✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang