🍂 6 🍂

4 2 0
                                    


Tiga hari setelah tabib menyatakan bahwa Zeth telah sembuh, Eyonee membawanya ke kastil pelatihan untuk mengikuti susulan tes akhir tingkat satu. Kini Pierceron muda itu memandangi garis biru kehitaman yang baru ia dapat sehari yang lalu. Zeth bangga dengan nilai sempurna yang ia raih. Bahkan rasa panas saat pelatih mengoleskan cairan panas ke tangannya, tak membuat Zeth berhenti tersenyum.

Saat ini ia berada di kelas barunya, tingkat 2 pelatihan militer. Ia tak sendirian di ruangan itu. Terdapat beberapa murid pelatihan lain yang mengobrol dengan Zeth, dan tentu saja Eyonee yang tertidur di meja pelatih. Sesaat, ia terbangun memastikan Zeth masih berada di situ dan baik-baik saja lalu tertidur lagi.

“Kalian sudah bertemu Deagol? Tadi pagi aku melihatnya berjalan bersama Tuan Willar. Dan kulihat sebagian rambutnya berubah warna menjadi hijau”seorang murid berbicara dengan dengan mulut masih mengunyah roti”Benarkah?” tanya seorang murid lain yang duduk di samping Zeth

Sementara waktu beristirahat ini, Paek dan Ioan yang masih berada di kelas tingkat empat membicarakan Deagol yang bersikap aneh semenjak tadi pagi. Enam hari Deagol tidak hadir dalam pleatihan dan kembali berangkat dengan rambut yang aneh. Helai-helai rambut hijau gelap tumbuh di antara rambut merahnya.

Sepulang dari pelatihan, tanpa pengetahuan siapapun, Paek menyusup ke dalam perpustakaan sekolah dasar dengan hanya berbekal seutas kawat dan sebuah lentera. Rasa penasaran memaksanya untuk berkutat dengan buku-buku berdebu di gudang buku. Paek sedari tadi mengincar buku ramalan peri yang pernah dibaca Zeth. Ia mengambil buku ramalan peri dan mulai membacanya. Matanya dengan jeli membaca cepat tiap baris dari halaman buku.

Beberapa menit setelah matahari tenggelam, Paek masih berada di gudang buku yang pengap dan penuh debu itu. Cahaya lentera yang ia curi dari pintu masuk mulai redup karena kehabisan minyak. Paek memandangi sekitar dan matanya menangkap sebuah buku berjudul ‘Mantra Mademoiselle dan Sejarah Lain Yang Hilang’. Ia teringat saat Zeth bercerita padanya tentang surat dari Deagol yang menyangkut tentang mantra. Bersamaan dengan cahaya lentera yang habis, Paek menggenggam buku itu dengan tangan kanannya.

“Oh?” Paek terkejut saat kegelapan memenuhi ruangan.

Ia berjalan keluar gudang buku dan mendekati sebuah obor yang berada di dekat pintu perpustakaan. Dengan berdiri, Paek mulai membuka-buka buku itu. Tiap baris dari halaman ia baca dengan cepat.

Paek merasa lelah dan lapar. Ia mengambil kursi di sampingnya dan menempatkan dirinya. Matanya ia pejamkan sejenak. Seluruh badannya terasa pegal terutama kedua tangannya.

“Huh...” Paek menghembuskan nafas berat karena telah setengah halaman lebih dari buku ia habiskan, namun belum muncul juga apa yang Paek cari.

Buku itu memang tidak terlalu tebal, namun mata Paek telah lelah dan terasa pedas. Dengan malas, Paek kembali membuka buku itu dari halaman terakhir yang ia baca. Dan pada akhirnya Paek menemukan sebuah halaman yang bercerita tentang Mantra Mademoiselle. Matanya langsung terbuka lebar ketika membaca judul dari halaman itu.

“Hanya ini?” Paek membolak-balik halaman lainnya hingga habis, “Baiklah.” Paek mengembalikan buku itu ke gudang buku dan berjalan keluar dari perpustakaan menuju rumahnya.

Sesampainya Paek di rumah, ia langsung memadamkan lentera ruang keluarga dan dapur. Eyonee, Tharon, dan Zeth yang sedang menikmati makan malam dibuat kesal olehnya.

“Kemana saja kau?” tanya Eyonee tegas.

“Paek! Jangan bercanda! Hidupkan lenteranya!” pekik Tharon.

“Sebentar saja. Aku punya kabar baik tentang keluarga Willar.” Paek bergabung dengan yang lain.

Dalam ruangan yang gelap itu, Paek menceritakan apa yang ia dapatkan mengenai Mantra Mademoiselle secara lengkap. Eyonee, Tharon, dan Zeth mendengarkan dengan seksama tiap kata dari Paek.

NIGRUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang