🍂 3 🍂

19 2 0
                                    

8 tahun kemudian

Zeth telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang disukai seluruh penduduk kota. Zeth kecil memiliki sifat yang ramah dan menggemaskan. Ia hampir setiap hari menghabiskan waktu sekolahnya dan waktu bermainnya bersama seorang teman yang hanya terpaut dua tahun lebih tua darinya. Nama temannya, Deagol Lytton, adik kandung dari Willar Lytton.

"Deagol, aku masih penasaran, mengapa rambutmu bisa berwarna merah sedangkan rambut Ezeria berwara jingga dan rambut Willar berwarna merah gelap?" Zeth mengusap rambut Deagol.

"Detromancer memang memiliki warna rambut berbeda sesuai kekuatan mereka. Kau juga berbeda dari kakak-kakakmu. Mengapa rambutmu hitam sedangkan yang lain berambut coklat?"

"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya aku sedikit berbeda."

"Apakah itu buruk?"

Zeth menggeleng, "Aku juga tidak tahu."

Deagol adalah putra bungsu keluarga Lytton dari klan Detromancer. Selain Willar, Deagol juga memiliki kakak perempuan yang sekarang beranjak remaja yang bernama Ezeria. Ezeria sedang meniti pendidikan lanjutan di pelatihan militer, tempat yang sama seperti Eyonee melanjutkan pendidikan saat remaja delapan tahun yang lalu.

Zeth dan Deagol menghentikan obrolan mereka saat Willar dan Ezeria datang menghampiri Deagol. Zeth mendongak menatap Willar yang mendekatkan tangannya ke kepala Zeth. Tak tahu apa yang harus dilakukan, Zeth hanya meringis, menampakkan gigi kelincinya.

"Oh. Kau juga di sini Willar?" tiba-tiba saja Eyonee telah datang dengan wajah sinis. "Saatnya pulang, Zeth." Eyonee menarik tas punggung Zeth.

Terlihat Deagol melambaikan tangan ke arah Zeth sebelum Willar dan Ezeria menarik tangannya untuk pergi. Zeth membalas lambaian tangan Deagol. Willar dan Ezeria juga mengajak Deagol pulang.




"Kenapa aku tak boleh bermain dengan Deagol?" tanya Zeth saat makan malam bersama.

"Siapa yang melarangmu, Zeth?" timpal Avernon yang saat itu menyuapi Zeth.

"Eyonee."

Eyonee yang sedang mencuci piring berbalik badan menatap Zeth.

"Karena mereka..." ucap Eyonee sambil mencuci piring.

"Kau akan mengetahuinya jika sudah saatnya." Avernon memotong ucapan Eyonee. "Sekarang habiskan dulu makanmu."

"Aku ingin mengetahuinya sekarang."

"Turuti saja apa yang Ayah katakan. Belum saatnya kau untuk tahu. Mengerjakan tugas sekolah saja masih perlu bantuan Paek." tukas Eyone yang membuat Zeth diam lalu pergi ke arah kamarnya.

"Bersikaplah lembut, Eyonee. Zeth masih kecil." ucap Avernon.

"Akan kucoba jika aku bisa." Eyonee tersenyum lembut dan melanjutkan mencuci piring.

Malam harinya, Zeth termenung di kamarnya. Ia tidur satu kamar dengan Tharon dan Paek dengan ranjang yang terpisah. Zeth belum juga terlelap sedangkan Tharon dan Paek telah terlena dalam mimpi indah mereka.

Tok!

Sebuah kerikil mengenai jendela kamar Zeth. Ia mengintip ke arah seberang rumah dengan segera. Zeth melihat Deagol kembali melempar kerikil dari jendela kamar Deagol yang terbuka.

Tok!

Zeth membuka jendela. Deagol berhenti melempar kerikil dan memegang sebuah bola kecil yang dibalut kertas. Zeth mengangguk tanda mengerti lalu Deagol melempar bola itu ke arah seberang. Zeth berusaha menangkapnya namun meleset. Bola itu jatuh dan menggelinding ke bawah kolong kasur tempat Tharon tidur. Zeth berjalan mengendap-endap untuk mengambil bola kecil itu. Setelah berhasil mendapatkannya, Zeth berjalan kembali ke kasurnya.

"Apa pertanyaanku sudah terjawab?" Zeth membuka kertas dari bola yang dilemparkan Deagol.

"Mereka mengatakan bahwa aku akan tahu jika memang sudah saatnya untukku tahu." balas Zeth lalu melempar bola yang sudah dibungkus dengan kertas itu ke arah Deagol.

Cukup lama mereka berbalas surat hingga jam di rumah Zeth berdentang menunjukkan tengah malam. Zeth kembali membungkus bola itu dengan kertas untuk terakhir kali dan melemparkannya ke jendela Deagol. Sesaat setelah Deagol membaca surat dari Zeth, ia melihat ke arah jendela kamar Zeth yang telah tertutup rapat.




Senja mulai meraba langit. Sinar jingganya yang lembut menghias langit membuat sore hari terlihat indah. Para penduduk pun terlihat sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Deagol dan Zeth sedang menikmati sore hari di pinggiran sebuah kolam air. Bercanda seperti hari-hari biasa. Tiba-tiba saja seorang gadis berperawakan kurus datang dan bergabung dengan Deagol dan Zeth. Gadis itu tak laian adalah saudari Deagol yang bernama Ezeria. Zeth memandang kagum rambut jingga keriting milik Ezeria yang seperti menyatu dengan langit sore. Sungguh menawan. Lalu pandangannya beralih ke arah botol perak yang sedang dibawa Ezeria.

"Maaf, Ezeria, bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?"

"Tentu saja."

"Mengapa kau sangat suka membawa botol perak itu?"

"Botol ini berisi darah. Aku sangat suka dengan rasanya. Kau mau coba?" Ezeria membuka botol itu dan memberikannya pada Zeth.

Zeth mengambil botol itu dan memandangi cairan kental berwarna merah pekat yang ada di dalamnya. Warnanya memang menarik. Namun bau karat yang menyengat seketika menyeruak menusuk hidung Zeth. Saat Zeth akan meminumnya, seseorang telah menutup mulut Zeth terlebih dahulu. Beruntung saja tangan itu tak sempat terkena darah yang sedikit tumpah akibat Zeth yang terkejut.

"Kembalikan botol itu, Zeth." ujar seseorang yang menutup mulut Zeth.

Zeth menoleh ke belakang dan melihat Eyonee sedang berdiri di belakangnya.

"Kembalikan, Zeth. Itu bukan milikmu."

Zeth menyerahkan kembali botol itu kepada Ezeria.

"Hai, Eyonee. Willar pernah bercerita padaku bahwa kau cukup hebat saat berada di sekolah pelatihan." ujar Deagol.

Eyone berbalik. "Ya. Willar memang benar. Ayo, Zeth! Ayah telah menunggu kita untuk makan malam."

Eyonee menarik Zeth untuk pulang. Eyonee yang memang berjalan cukup cepat membuat Zeth sedikit berlari untuk menyamakan langkahnya dengan Eyonee. Zeth melihat sekilas ke belakang dan melihat Deagol juga meninggalkan kolam

NIGRUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang