Pagi hari di halaman kantor walikota. Saat itu langit terlihat mendung dan gerimis sedang turun. Beberapa orang berkumpul di depan kediamannya dengan mengenakan pakaian serba putih. Terlihat Eyonee berbaring di atas tumpukan kayu. Kedua tangannya menggenggam seikat bunga mawar merah. Ia mengenakan gaun putih, rambutnya digerai dan diberi mahkota bunga. Wajah cantiknya terlihat pucat pasi. Di sisi Eyonee terdapat Zeth berdiri di antara Paman Goullett dan Ioan. Pipi kiri Zeth diberi perban hingga menutupi seluruh pipi kirinya hingga dagu. Di samping Eyonee terdapat sebuah tong berisi jerami-jerami yang terbakar.
“Zeth.” Paman Goullett merangkul Zeth, “Eyonee akan selalu hidup di sini.” tangan Paman Goullet menunjuk dada Zeth.
Dengan langkah yang terasa amat berat, Zeth berjalan mendekati tong api tersebut. Ia mengambil obor di samping tong dan membakar ujungnya. Menggenggam obor itu bagi Zeth terasa sangat berat bagi Zeth.
Mata Zeth tertuju pada Eyonee. Rasanya seperti ia ingin memadamkan obor di tangannya, menggendong Eyonee dan membawanya pulang ke rumah. Tetapi hal itu tidak mungkin terjadi. Bahkan untuk mendengar suara Eyonee memanggilnya, ia tidak mungkin mendapatkannya lagi.
Zeth berjalan mendekat dan meletakkan obor di kayu-kayu yang menjadi alas tidur Eyonee. Api dengan cepat merambat ke seluruh sisi. Zeth tetap berdiri di sana dengan mata berkaca-kaca. Paman Goullett mengajaknya untuk duduk, tetapi Zeth menolak. Ia tetap ingin berdiri di sana. Setidaknya menemani Eyonee untuk terakhir kalinya.
Di sebuah ruangan lain, Tharon dan Paek terbaring lemah di atas kasur. Paek telah tersadar, namun tabib belum membolehkannya meninggalkan tempat tidur karena tulang paha yang retak. Tharon yang berbaring di sampingnya belum juga sadar. Di bahunya terdapat dedaunan yang di tumbuk dan dibalurkan tepat di luka Tharon. Paek menatap kakaknya dengan sedih karena hanya Tharon yang belum tahu bahwa Eyonee telah tiada.
Malam saat Zeth meniup terompet milik Deagol, petugas daerah yang dikirim Tuan Conel juga mendengar suara lantang terompet tersebut, dan tiba terlebih dahulu sebelum Willar. Beberapa dari petugas berpencar untuk mencari Tharon. Mereka menemukannya tidak sadarkan diri dengan belati yang masih menancap di bahu. Beruntung pertolongan datang dengan cepat sehingga Tharon bisa diselamatkan.
Paek menoleh ke arah pintu saat ia mendengar langkah kaki mendekat. Zeth kemudian muncul dengan wajah sedih. Ia duduk di samping Paek dan tidak mengatakan sepatah katapun.
“Aku akan benar-benar menyaksikan sendiri hukuman mati Ezeria.” ujar Paek.
Zeth menoleh kepada Paek. Ia hanya mengangguk tanpa berkata apapun. Bukan karena luka di bibirnya. Tetapi setiap kali ia akan berbicara, tenggorokannya terasa sakit karena menahan tangis.
Waktu yang ditunggu-tunggu oleh Zeth tiba. Di siang hari yang terik, Willar dan Ezeria ditempatkan di sebuah tiang gantung. Tangan dan kaki mereka diikat dengan tambang yang besar. Di bawah mereka terdapat sekitar dua lusin pemanah yang berjaga. Zeth hadir di sana, berdiri tepat di depan dan akan menyaksikan langsung kematian Willar dan Ezeria. Paek juga hadir dan duduk di samping Zeth. Kedua tangan Zeth menggenggam sebuah guci lonjong berwarna putih dengan ukiran huruf EY berwarna emas. Guci itu merupakan tempat abu Eyonee disimpan.“Rumah, senjata, harta kekayaan, dan semua barang milik keluarga Lytton telah dihanguskan. Termasuk buku mantra kuno yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Kini keturunan terakhir Detromancer akan bertanggung jawab penuh atas apa yang telah mereka lakukan.” seorang petugas mengumumkan dengan suara lantang sehingga semua yang hadir bisa mendengarnya.
“Ada perkataan terakhir dari Nona Ezeria Lytton?” tanya Tuan Conel.
Ezeria tidak menjawab dan malah menatap Zeth dengan tajam. Helai rambut hijau masih terlihat jelas pada Ezeria.
“Aku tahu seseorang yang berada di bawah sihir akan sulit diajak bicara. Ada perkataan terakhir dari Tuan Willar Lytton?” tanya Tuan Conel dengan intonasi yang lebih tegas.
Willar juga menatap Zeth, “Pada akhirnya kau juga akan mati, Zeth.” Willar tersenyum sinis.
Petugas mengalungkan tambang ke leher Willar dan Ezeria. Kemudian kepala kedua Detromancer tersebut juga ditutup oleh karung. Tuan Conel memberikan instruksi kepada para pemanah. Hanya dalam hitungan beberapa detik, lusinan panah telah bersarang di tubuh Willar dan Ezeria. Mereka berdua kemudian terjatuh lemas, namun tali gantung telah mencekik mereka.
Zeth memutar badannya dan berjalan meninggalkan tempat tadi. Ia berjalan ke sebuah tempat dimana hanya ada tanah dan nisan yang terbuat dari batu. Langkah Zeth terhenti saat sampai di sebuah nisan bertuliskan Deagol Lytton.
Zeth memejamkan matanya. Ia dapat merasakan sebuah tangan memegang pipinya. Saat ia membuka matanya, ia melihat Eyonee dengan gaun putih dan wajah cantik yang bersinar. Di belakang Eyonee terdapat Deagol dengan pakaian rapi berwarna serba putih, bahkan rambutnya juga disisir dengan rapi. Mereka berdua tersenyum kepada Zeth. Tangan kiri Eyonee menutup kedua mata Zeth. Suara ranting-ranting yang bergerak terkena angin menyadarkan Zeth. Ia membuka matanya dan tidak ada suatu apapun di hadapannya kecuali pemandangan kosong.
Kini, Zeth dapat hidup tenang. Ia menjadi Nigrume terakhir yang menjawab ramalan yang belum terjawabkan.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGRUME
FantastikSebuah ramalan jatuh kepada salah satu keluarga dari Klan Pierceron. Anak bungsu mereka, Zeth, harus bersiap diri saat Klan Detromancer datang untuk merenggut jantungnya. Kejahatan Willar Si Detromancer telah menghabiskan banyak nyawa demi mengejar...