Lapisan salju tebal membungkus setiap sudut kota yang awalnya berwarna kelabu, seperti seorang pahlawan naif yang mencoba merangkul penjahat dan mengajarinya cara menjadi orang baik. Embun beku telah mengikat salju pada dahan-dahan pohon yang telanjang, menutupi atap-atap gedung, dan melapisi trotoar yang terinjak manusia.
Anehnya cahaya matahari tetap bersinar, bertentangan dengan lapisan es yang menyelimuti seluruh kota. Cahaya itu memberi harapan pada setiap pokok dan tunas agar dapat tumbuh saat musim semi. Cahaya serupa membelenggu Jeongin.
Jeongin telah kehilangan setiap harapannya untuk merasa utuh, merasa bahagia terhadap dirinya sendiri. Tetapi sekarang setiap pagi ia terbangun dengan perasaan yang semakin lengkap. Kekosongan tragis dan tanpa ampun yang melingkupinya sedikit demi sedikit terisi, seperti retakan pada es yang melapisi trotoar karena matahari musim dingin.
Matanya tak lagi memiliki kebiasaan menatap jam dinding, atau pada gedung apartemen menyedihkan dibalik jendela. Setiap pagi saat membuka mata hal pertama yang ia cari bukan lagi ponselnya melainkan sosok bersayap putih yang berada di suatu tempat di apartemennya dan ketika ia menemukan sosok itu perasaan aman, tenang, dan damai seketika meliputi Jeongin.
Ia akan menemukan Hyunjin di dapur dimana sayapnya menempel erat pada punggungnya karena space yang sempit atau di tempat favorit Hyunjin yaitu di depan jendela, mengamati dunia yang selama ini hanya bisa ia lihat dari atas. Jeongin menemukan Hyunjin pada pertengahan Desember, tetapi kehadiran konstan Hyunjin menempati setiap ruang kosong disekitarnya, tidak butuh waktu lama bagi Jeongin untuk menyadari betapa bergantungnya ia pada si makhluk surgawi. Malam tahun baru dua Minggu lalu adalah breaking point Jeongin, hari itu ia menyadari betapa pentingnya kehadiran Hyunjin.
***
"Siapa yang tahu semua warna ini begitu cerah, dari atas sana mereka terlihat sangat membosankan" Hyunjin bicara, matanya tak lepas dari kembang api yang menyinari langit kota.
Ledakan warna merah, hijau, biru dan ribuan warna lainnya bermain di langit setiap malam pergantian tahun, tetapi Jeongin sama sekali tak peduli pada apa yang terjadi dibalik jendela apartemennya. Apa yang ada dihadapannya saat ini jauh lebih indah, jauh lebih menakjubkan dari cahaya yang menyinari langit malam ini.
Kilau ribuan warna menari-nari di setiap sudut kulit dan sayap Hyunjin membuat sosok Hyunjin terlihat jauh lebih hidup dibanding festival tahun baru yang berlangsung dibawah sana. Jeongin bersumpah ia belum pernah melihat sesuatu yang begitu indah dalam hidupnya dan ia mungkin tidak akan pernah melihatnya
lagi.Bukan hanya keindahan Hyunjin yang ia kagumi, melainkan sosok itu sendiri. Suaranya yang menenangkan, kebaikan dalam setiap ulasan senyumnya, dan setiap kebiasaan menggemaskan yang dimiliki Hyunjin membuatnya hampir menyerupai manusia. Sosok berambut karamel itu memiliki efek yang begitu asing namun menenangkan bagi Jeongin.
Jeongin diam-diam berharap waktu yang tidak pernah memberi belas kasihan padanya mau memberikan cukup kesempatan baginya untuk memahami semua yang terjadi, untuk memberinya cukup kesempatan memiliki Hyunjin disekitarnya agar ia memahami apa yang ia rasakan.
Mengapa kata-katanya hilang ketika malaikat itu tersenyum, mengapa jantungnya berdegup kencang ketika mata mereka bertemu, mengapa hati yang ia pikir sudah lama mati seketika berfungsi kembali ketika jemarinya tak sengaja menyentuh bulu sayap Hyunjin.
Tetapi Jeongin tak tahu berapa lama waktu yang ia miliki bersama Hyunjin. Setiap pagi saat ia terbangun dan setiap malam saat ia menyelesaikan pekerjaannya semua itu terasa seperti sebuah pertaruhan. Apakah Hyunjin masih ada bersamanya?
***
Kenangan malam tahun baru itu perlahan mulai memudar dari kepala Jeongin bersama kekhawatiran yang telah terkumpul selama empat minggu. Semua cerita Hyunjin tentang dunia di atas awan, tepat diatas dunia Jeongin yang kelabu berjalan memasuki pikiran Jeongin.
KAMU SEDANG MEMBACA
heaven on earth || hyunjeong ✔️
أدب الهواةJeongin terjebak dalam sebuah tempat dimana ia tidak bisa merasakan apapun -tidak kebencian, tidak pula cinta- hanya sebuah kegelapan mutlak. Jeongin tidak bisa pergi kemanapun... sampai surga sendiri datang dan menjadi bagian hidupnya. A Pieces of...