Haru biru yang mengisi perjalananku dengan Naya menjadi akhir pertemuan kami hari itu. Dengan alasan mood, aku meminta Naya mengantarku pulang. Aku tidak bohong. Moodku memang semakin mellow hari itu dan aku tak mau menambahnya dengan melihat kemesraan sahabat dan mantan kekasihku. Jadi aku harus memilih hari lain di waktu yang mepet ini atau mungkin menunggu kepulanganku nanti, beberapa bulan —atau tahun—lagi mungkin. Aku pasti sudah cukup siap saat waktu itu tiba.Sementara malam ini aku sedang menyusun ucapan perpisahan untuk Mbak Vega sebelum terbang besok. Aku memang sengaja memilih penerbangan siang, agar Mbak Vega tidak punya alasan untuk mengantarku. Jahatkah? Tidak. Aku hanya menjaga perasaannya saja. Karena aku tahu, tak ada orang yang menyukai perpisahan.
"Mbak," panggilku sambil duduk di sampingnya, tanpa membuat pandangan Mbak Vega teralihkan sesaat dari acara tv yang sedang dia nikmati.
"Uhm?"
"Aku," bibirku mendadak kelu. "Aku ... Aku...."
"Apaan sih, Ri? Aku-aku melulu. Kayak rekaman rusak aja kamu."
Ya Allah, aku harus bagaimana?
"Aku...."
"Mau minta anter ke bandara?"
"Kok tau? Eh, maksudku---"
"Mbak liat tiket yang kamu pajang di meja rias."
Aku menepuk jidat,menyadari kebodohanku. Belakangan ini Mbak Vega memang sering keluar masuk kamarku. Huh, tahu begini aku tak perlu susah payah merangkai kata.
"Besok kan Mbak kerja. Aku naik Damri aja lah," elakku.
"Ya udah. Hati-hati ya. Jangan lupa beli oleh-oleh buat Mbak."
Masalahnya aku bakal lama banget baru pulang, Mbak.
Namun aku tak sanggup untuk mengatakannya secara langsung. Jadi aku hanya bisa menganggukkan kepala untuk menjawabnya.
"Ya udah kamu tidur gih. Biar besok bangunnya nggak kesiangan."
Masih banyak hal yang ingin aku katakan, seperti berterima kasih atas jasanya selama lima tahun terakhir. Tapi sepertinya akan lebih baik jika kutunda sampai esok hari. Mungkin aku bisa mengatakannya besok pagi-pagi sekali, sebelum Mbak Vega berangkat kerja.
"Aku ke kamar ya, Mbak."
Mbak Vega mengangguk sambil melambaikan tangan. Kenapa aku benci melihat itu ya??
° AIRI °
Terlambat!!Aku tak menemukan Mbak Vega saat bangun tidur. Hanya ada pesan tertulis darinya yang menyatakan harus berangkat lebih pagi atas perintah Pak bos.
Bahkan di saat terakhir pun aku kehilangan kesempatan bicara. Lalu sekarang aku harus bagaimana? Tak mungkin aku mengucapkan semuanya lewat telepon.
Argh!!
Tanpa ingin buang waktu aku segera menyiapkan diri untuk ke bandara. Koper berukuran sedang yang sudah berisi beberapa barang dan pakaian aku keluarkan dari dalam lemari. Sengaja aku hanya membawa sedikit barang. Karena aku sendiri masih ragu untuk sekadar liburan atau sekalian pindah. Kalaupun nanti aku memutuskan untuk pindah, aku bisa minta tolong Mbak Vega untuk mengirim atau menyumbangkan saja sisa barangku yang tertinggal. Sekarang ini itu saja sudah cukup.
Sepanjang perjalanan ke bandara, aku mendengarkan musik dengan earphone sambil sesekali memandangi suasana jalanan. Ah, aku pasti merindukan kemacetan ini.
Tiba di terminal 3 bandara Soekarno-Hatta, aku langsung mengarahkan kaki ke pintu keberangkatan untuk selanjutnya check in. Akan lebih ringan jika hanya membawa tas ransel. Mengikuti alur orang-orang yang menuju ruang tunggu, aku menyempatkan diri memanjakan mata dengan sesekali mengamati bule-bule yang sepertinya akan kembali ke negara asal setelah berlibur.
Sudut bibirku sedikit terangkat. Beberapa jam lagi aku akan seperti mereka. Berkelana sendiri di daerah asing. Ada sedikit rasa khawatir dalam hati. Apakah aku akan baik-baik saja nanti? Apakah tak mengapa jika aku meninggalkan tempat teraman selama beberapa tahun ini? Apakah Mbak Vega bisa menerima alasanku pergi? Apakah...
Apakah aku bisa melupakannya setelah kembali nanti?
Huft....
Belum apa-apa aku sudah memikirkannya. Lagi.
Kuputuskan untuk sejenak bersantai di coffee shop. Mengantri untuk membuat pesanan dan menghempaskan diri di salah satu kursi kosong. Sebagai pengalihan, kukeluarkan laptop dari ransel dan melanjutkan tulisanku.
Sesekali netraku mengamati sekitar dengan jari yang menggantung di udara, membayangkan scene yang akan kutulis selanjutnya. Beberapa kali baik secara sadar atau tidak, bibirku mengulum senyum, membayangkan antusiasme pembaca saat membaca karyaku. Namun sedetik kemudian kurasakan senyumku memudar, kala netraku menangkap sosok yang diam-diam kurindukan tengah berjalan melintasi depan coffee shop dengan langkah tegasnya.
Tubuhku limbung saat seseorang menabrak —atau tertabrak? Entahlah— bahuku. Mataku membulat menyadari keberadaanku. Entah kapan dan bagaimana aku sudah keluar dari coffee shop dan mengikuti...
Astaghfirullah 'aladzim..
Otakku pasti sudah tak waras. Bisa-bisanya aku membayangkan dia ada di sini. Sadar Airel!! Dia itu suami orang! Suami sahabatmu!
Aku memutar arah menuju toilet. Sepertinya sedikit basuhan air bisa menyegarkan otak dan wajahku. Namun baru beberapa langkah aku sudah kembali menabrak orang. Membuat gelas dalam peganganku jatuh mengenai alas kaki orang tersebut dan berhamburan di lantai.
Mendadak tubuhku membeku dengan mata membulat sempurna kala kumengenali sosok yang kutabrak. Berbagai perlakuan kasar seketika berkelebat dalam ingatanku. Segala caci maki, teriakan dan sumpah serapah bergema dalam telingaku. Berbaur dengan segala peringatan yang membuat tubuhku terasa semakin bergetar ketakutan.
"Hai, istriku. Lama tak bertemu."
Dia menemukanku.
Bajingan itu menemukanku!
Lari!!
Lari!!!!
Kupaksakan kaki berbalik arah dan berlari menjauh. Kutulikan telinga dari segala makian dan sumpah serapah orang-orang yang kutabrak. Aku harus terus berlari. Sejauh mungkin agar terlepas dari kejarannya.
Di tengah napas yang tersengal, berbagai pengandaian muncul dalam benakku. Andai aku tak pernah meninggalkan zona nyamanku. Andai aku bertahan di tempat yang sudah melindungiku selama ini. Andai aku tak pernah merancang pelarian ini. Andai aku lebih kuat melawan bajingan itu. Andai aku tak pernah menerima pernikahan itu. Andai aku tak pernah meninggalkan....
TTIIINNNNN!!!!!!!!
Andai kegelapan ini menjadi akhir dari perjalanan hidupku...
° AIRI °
Tamat
Hore...
Akhirnya selesai juga cerita ini..Udah tamat ya...
Udah pada bahagia tokohnya. Biarkan Airel tenang dengan pengandaiannya. Rival juga biarin tenang ama keluarga kecilnya.
Atau mau lanjut????
Bangka, 09.09.19
Dwi Marliza
KAMU SEDANG MEMBACA
AIRI (Completed)
Romance>>> Sila baca AIREL dulu ya, biar lebih jelas. Terima kasih... Untuk kamu, kesalahan termanisku. Aku tak pernah menyesal menyembunyikan diri darimu. Karena tanpa sadar aku justru membuatmu terus berada di dekatku. Menjagaku, memberiku kenyamanan h...