Airi ||15

2K 258 15
                                    

Mau sad ending atau happy ending nih????

Atau gantung??????

    
baru selesai ngetik. Cek typo guyyss... 

Happy reading 😘😘😘😘

  
 
° AIRI °

Sepulang dari rumah Aisyah, Mbak Vega terkejut melihat wajahku sembap, tapi tak sedikitpun buka suara kecuali menanyakan aku sudah makan atau belum. Bahkan setelah lewat dari seminggu kejadian itu, tak ada dari kami yang membahasnya.

Rival pun seperti menghilang. Tak pernah mengklarifikasi atau sekadar mengontakku lagi. Sikapnya semakin menguatkan bahwa dugaanku benar adanya.

Harusnya aku ingat pepatah lama yang mengatakan, apa yang kita tanam itu pula yang kita tuai.

Dalam kasusku, yang kutanam pada Rival adalah pengkhianatan. Maka tak heran jika sekarang aku memetik buah dendam yang tumbuh subur di hatinya. Salahku juga yang terlalu cepat terbuai oleh kata dan sikap manisnya, hingga tak melihat bahwa ada maksud tertentu di baliknya.

"Progres buku terbaru kamu gimana, Ri?"

Aku beralih dari roti tawar yang tengah kuolesi selai. "Masih on process, Mbak."

"Semoga lancar ya sampai terbitnya."

"Aamiin."

Getaran ponsel membuat mataku melirik ponsel. Panggilan dari Aldrick.

"Woy, calon bini! Kapan pulang? Kangen nih, gue. Tega amat lu ninggalin laki lama-lama."

Aku berdecak pelan, mengabaikan Mbak Vega yang menggeleng pelan diakhir kalimat Al. Aku memang sengaja mengaktifkan loudspeaker agar tetap dapat menikmati sarapan tanpa harus repot-repot memegang ponsel.

"Gue di rumah, Al."

"Hah?! Serius?! Demi apa lu?! Gue ke rumah lu sekarang!"

"Emang lu...." Aku melirik layar ponsel yang sudah kembali pada tampilan wallpaper. Ish, kebiasaan buruk editorku itu belum hilang ternyata.

"Mbak berangkat ya, Ri. Salam buat Al."

Aku mengikuti langkah Mbak Vega dengan mata. Mengesampingkan rasa tak nyaman karena Mbak Vega seakan menutupi sesuatu dariku. Mungkin karena Mbak Vega yang biasanya selalu protektif itu seolah menutup mata untuk peristiwa lalu. Entahlah, mungkin itu hanya perasaanku saja.

Aku melanjutkan kegiatan pagi dengan membereskan rumah dan memeriksa isi kulkas yang sudah kosong setengahnya. Aku bisa meminta Al menemani berbelanja nanti, seperti sebelumnya.

Suara deru mobil membuatku berlari kecil ke luar. Sengaja aku menyambut kedatangan Al dengan senyuman lebar tanpa raut bersalah. 

"Ya Tuhan, Ri, kok nggak bilang sih lu udah pulang? Pulang pergi diam-diam, udah kayak jailangkung tau nggak."

Aku hanya tertawa saat Al menarikku ke pelukannya. Sepertinya lelaki ini benar-benar merindukanku.

"Udah bisa lepas, kali. Sesak napas gue," ujarku setelah membiarkannya memeluk selama beberapa menit.

"Lu nggak tau sih gimana kangennya gue." Aku mencibir, mengabaikan wajah kesalnya dipaksa mengurai peluk. "Tau bakal kangen berat gue susulin aja lu ke Inggris so---"

"Gue batal berangkat kok."

"Apa?!"

"Gue batal berangkat, Aldrick."

AIRI (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang