AIRI || 19

4.2K 315 45
                                    

Maapin aku yang belum bisa balas komentar kalian ya.. waktu aku pegang hp terbatas banget.. dan aku usahakan untuk ngetik... 

3000kata...

Bab terakhir cerita ini, sekaligus terpanjang dari cerita yang pernah aku tulis. Spesial buat kalian yang masih setia menanti AIRI update...

Happy reading genggsss...
Siapkan hati sampai akhir yaa....

❤️❤️❤️❤️❤️❤️

   

° AIRI °

  

Al tidak berbohong saat mengajakku liburan. Sayangnya penyebaran virus Corona yang tengah merajalela membuat Nek'Wa tak mengizinkan kami bepergian, walau kedua sepupu Al -Adelia dan Dirga- telah melayangkan protes. Akhirnya kami berempat harus puas hanya menghabiskan waktu di rumah.

Al juga tak berbohong saat bilang Adel adalah salah satu fans besarku. Sepupu dari pihak ayahnya itu mengoleksi bukuku yang dibelinya dari menyisihkan uang jajan. Saat aku tanya mengapa tak minta uang tambahan ke Oma atau orang tuanya saja, dia bilang,

"Kata Oma, kalau mau beli barang itu mesti nabung. Biar kita tau gimana susahnya orang tua kita nyari uang. Jangan cuma bisanya foya-foya doang."

Aku speechless dengar itu. Secara kalau menurut pengakuan Al, mereka bisa saja dapat apapun yang mereka inginkan karena ayah mereka adalah pengusaha sukses.

"Nggak nyesal kok, Kak. Soalnya kita memang jadi lebih menghargai barang. Apapun itu."

Sebagai apresiasi, aku menghadiahkan tanda tangan di setiap bukuku. Juga menuliskan pesan singkat agar selalu bersemangat menyusun skripsi yang tengah dikerjakannya. Tak lupa mengambil foto bersama sebagai kenangan.

Pukul lima sore kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Nek'Wa membekali perjalanan kami dengan setoples kastangel kesukaan Al dan dua porsi makanan berat kalau-kalau kami lapar di jalan. Tak enak hati untuk menolak, aku mengucapkan banyak terima kasih sambil mendoakan kemurahan rezeki dan kesehatannya dalam hati.

° AIRI °


"Makasih ya, Al."

Senyuman tipis Al tersirat. Gerakannya tangannya dengan cepat menahanku saat ingin keluar mobil. Membuat netraku membulat penuh padanya.

"Sama sekali nggak ada kesempatan buat gue, Ri?"

Napasku berembus pelan. Aku pikir cerita panjangku tadi pagi sudah sangat jelas dan menjadi terakhir kali aku menyakitinya. Aku tak sanggup jika harus terus mengulang itu semua. Al terlalu baik untuk disakiti.

"Masuk deh, istirahat sana," ujarnya seperti pertanyaan sebelumnya tak pernah ada.

Aku menghela napas panjang. "Lu rekan kerja sekaligus sahabat terbaik gue, Al. Bagi gue itu udah lebih dari apapun," ucapku lirih.

"Pegang kata-kata lu."

Aku mengangguk kecil. Keluar mobil dengan lebih tenang. Setidaknya Al tidak memaksaku untuk menerimanya, sebelum kalimat terakhirnya terucap dan berlalu.

"Selamat ulang tahun, Airel Anastasya. Semoga selalu bahagia. Gue masih di sini, kalau lu berubah pikiran."

Aku hanya tersenyum menanggapi. Menutup hati lebih baik daripada menyakitinya sekali lagi.

AIRI (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang