ii. kiss on the lips (felix/lia)

571 36 3
                                    

[ l. felix/c. jisu (lia) ; pg-15 ]

.

.

.

"Have you ever been kissed...Jisu?"

Felix membaca keras-keras pertanyaan tertulis di balok Jenga yang baru saja ia tarik, membuat Jisung tersedak cola dan Ryujin nyaris menjatuhkan menara Jenga yang tersisa. Jisu, yang tiba-tiba saja dipilih Felix untuk menjawab pertanyaan, hanya menatap pemuda itu dengan sorot terkejut sebelum menggeleng. Tiga pasang mana menatapnya dengan ekspresi tidak percaya, tetapi Jisu sama sekali tidak mengubah jawabannya.

"Nggak pernah," kali ini Jisu menjawab dengan tegas.

"Umurmu berapa sih?"

Celetukan Jisung membuat Ryujin otomatis memukul lengan pemuda itu untuk menyuruhnya diam. Sementara Felix hanya menatap Jisu lamat-lamat, ekspresinya tidak terbaca.

Sudah sejak setahun yang lalu Felix menaruh ketertarikan pada Jisu tanpa sepengetahuan gadis itu. Mungkin hanya Jisu yang tidak menyadari perasaan Felix padanya. Menurut Jisung, Ryujin, dan teman-teman mereka yang lain, Felix kelihatan jelas kalau menyukai seseorang. Namun berbeda dari biasanya, kali ini Felix tidak langsung mendapatkan apa yang ia inginkan. Jika sebelumnya gadis-gadis yang ia taksir langsung menembaknya begitu Felix ketahuan menyukai mereka, kali ini tidak. Mungkin itu jugalah yang membuat Felix tidak bisa berhenti menyukai Jisu, tidak seperti ketika ia menyukai gadis lain dulunya.

Felix memang gampang merasa bosan, tetapi Jisu membuatnya terus merasa tertantang sehingga Felix tidak bisa berhenti.

"Emang salah kalau aku nggak pernah ciuman, Jisungie? Aku nggak suka skinship," Jisu menjawab pertanyaannya dengan santai. Felix rasanya pernah mendengar selintas tentang ketidaksukaan Jisu terhadap skinship. Itulah yang menjadi pembicaraan di kalangan anak lelaki di kelasnya waktu itu ketika mantan pacar Jisu menyebarkan tentang hal ini segera setelah mereka putus. Lelaki pengecut, pikir Felix.

"Tapi ciuman tuh enak lho, Jisu," Jisung masih saja bicara, membuat Felix tidak sabar menyumpal mulutnya. Hanya saja sebelum pemuda itu berhasil dibuat diam, ia sudah beranjak menuju pintu sembari berkata, "apalagi ciuman sama Felix. Hahahahahaha."

"Sialan."

Felix melempar sandal rumah yang sayangnya tidak sempat mengenai kepala Jisung. Temannya itu sudah berlari pulang (awas saja, Felix akan membuat perhitungan dengannya besok), meninggalkan Felix dan dua gadis yang kelihatannya juga sudah bersiap-siap hendak pulang.

"Belajarnya lanjut besok aja, ya. Aku udah nggak konsentrasi lagi," Ryujin meringis ke arah Felix, "gara-gara si tupai, nih."

"Ya udah, pulang aja. Udah hampir malam juga, kan?" Felix merapikan balok-balok Jenga dan mengantar Ryujin serta Jisu ke pintu depan. Sejak Jisung menggodanya tadi, seperti Jisu terlihat berbeda. Gadis itu memang tidak banyak bicara, tetapi entah kenapa Felix merasakan sesuatu yang berbeda dari tatapannya.

"Hati-hati di jalan, Ryujin. Jisu," pemuda itu melambai dari balik pagar, diam-diam menatap punggung Jisu hingga menghilang di balik persimpangan.

Keesokan harinya di sekolah, Felix menemukan sebuah surat di laci mejanya. Surat itu sama sekali tidak menyertakan nama pengirim; hanya nama Felix yang ditulis dengan tulisan tangan yang terlihat familiar. Namun pemuda itu membuang jauh-jauh prasangkanya dan membaca surat kaleng itu dalam diam. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, ia akan memastikan sendiri siapa pengirim surat kaleng yang memintanya datang ke atap sekolah.

Of Words And Hidden Feelings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang