xi. piggyback (changbin/felix)

360 46 12
                                    

[ s. changbin/l. felix ; g ]

.

.

.

"Hyung! Kakimu nggak apa-apa?"

Felix berlutut di samping Changbin yang baru saja terjatuh setelah berusaha melakukan dunk ke ring basket. Tembakannya berhasil, bolanya melewati ring dan menggelinding ke pinggir lapangan. Sialnya kaki Changbin tidak begitu stabil saat mendarat sehingga membuat pergelangan kakinya keseleo. Felix yang saat itu berada di tengah lapangan segera berlari menghampiri, menatap khawatir pada kakak kelasnya yang meringis kesakitan.

"Sakit...," Changbin mendesis.

"Sebentar aku ambilkan semprotan etil kloridaku."

Changbin memutuskan untuk meluruskan kakinya dan berbaring di permukaan konkrit lapangan. Napasnya yang terengah masih berusaha diredakan, tetapi denyutan rasa sakit di pergelangan kakinya membuat Changbin ingin mengerang lagi. Sebut dia cengeng, tetapi Changbin memang tidak pernah tahan dengan rasa sakit. Luka sedikit saja kadang membuatnya stress, apalagi sampai cedera begini.

"Aduh!" Changbin nyaris menendang wajah Felix ketika pemuda itu berusaha membuka sepatunya. Ia tidak tahu kalau Felix sudah kembali. "Pelan-pelan, Yongbok!"

"Maaf. Maaf," Felix bahkan tidak sampai hati memprotes Changbin karena dipanggil dengan nama Koreanya lantaran pemuda itu sudah sangat kesakitan. "Tahan sebentar ya, hyung."

Nyatanya masih saja sulit bagi Changbin untuk menahan rasa sakit tanpa merutuk. Felix untungnya masih bisa menutup mulut meskipun ia tidak suka mendengar Changbin berkata kasar. Setelah membuka kaus kaki Changbin, ia segera menyempotkan etil klorida itu ke tempat yang nyeri.

"Sudah~" Felix berucap sebelum meluruskan kaki Changbin. Sementara pemuda itu kini menarik napas lega, mungkin karena rasa sakitnya yang sudah berkurang. "Nanti sampai di rumah jangan lupa dibalut, hyung. Kalau nggak kakimu bakalan bengkak."

"Kenapa nggak sekalian balutin, sih?" gerutu Changbin.

"Perbannya mana?" Felix balas bertanya sambil memutar bola mata. Changbin akhirnya terdiam. Untuk sementara Felix hanya membalut kaki Changbin dengan kaus kaki tanpa memakai sepatu. "Nah, ayo kita pulang biar kaki hyung bisa langsung dibalut di rumah."

Felix bangkit dari duduknya dan merentangkan tangan ke arah Changbin. Namun pemuda itu malah bergeming sembari berkata, "Aku nggak bisa jalan, Lix."

"Ya, terus? Kan hyung bisa berdiri," ujar Felix.

Ketidakpekaan Felix membuat Changbin menghela napas berat. Bukannya apa-apa, tetapi Changbin memang sengaja mengatakan itu karena menginginkan sesuatu dari Felix. Kecelakaan ini memang tidak disengaja, tetapi Changbin pikir tidak ada salahnya kalau ia mendapat perhatian lebih dari pemuda yang sudah ditaksirnya sejak lama itu.

"Kamu mau bantu nggak sih?"

Sebelah alis Felix terangkat, bingung. "Ya, kan udah kubantu."

Pada akhirnya Changbin menyerah. Sepertinya Felix tidak akan paham dengan permintaan tersiratnya. Pun Changbin tidak mau mengatakan keinginannya secara terang-terangan karena gengsi. Pada akhirnya ia memutuskan untuk bungkam dan berusaha berdiri sendiri, sengaja tidak meminta bantuan Felix. Boleh jadi Changbin merajuk pada pemuda itu.

Hanya saja, usaha Changbin sia-sia karena ia langsung terjatuh ketika berusaha berdiri.

"Hyung," Felix segera berlutut lagi untuk membantu Changbin, bibirnya mengerucut, "kenapa sih?!"

"Apa?! Katanya aku disuruh berdiri," pemuda itu masih menggerutu.

"Pelan-pelan makanya. Gimana, sih?! Kalau keseleo lagi nanti kakimu makin bengkak."

"That's why I need your help, Yongbok."

Felix makin mengerucutkan bibirnya.

"Piggyback me."

Mendengar permintaan Changbin, kelopak mata Felix sontak melebar. Ditatapnya Changbin dengan sorot tidak mengerti, sementara pemuda itu justru mengarahkan tatapan ke arah lain. Ujung telinga Changbin memerah dan Felix sepertinya tidak paham alasan di balik sikap kikuk Changbin ini. Ia justru memukul pelan lengan Changbin, membuat pemuda itu protes.

"Hei! Kok mukul?!"

"Gendong gimana?! Hyung kan berat!" Felix pun tak mau kalah berdebat. Changbin sampai harus memijat pelipisnya karena tidak paham dengan jalan pikiran Felix. Pemuda itu tidak mau melihat Changbin terluka, tetapi dia juga tidak mau menggendongnya. Pada akhirnya Changbin menggunakan cara terakhir yang barangkali berhasil untuk membujuk Lee Felix, karena ia sudah tidak tahan berada di lapangan basket lebih lama. Apalagi saat efek etil klorida Felix juga sudah mulai hilang.

"Please? Gendong aku? Besok kutraktir makan sepuasnya, deh. Beneran," Changbin meremas lutut Felix tanpa sadar. Gestur itu membuat wajah Felix seketika memerah sehingga ia pun bergegas menghadapkan punggungnya ke arah Changbin. Yang bersangkutan diam-diam tersenyum penuh kemenangan.

"Jangan langsung nemplok ya, hyung. Nanti punggungku patah," ujar Felix. Tanpa perlu diingatkan pun Changbin sudah tahu. Ia hanya mengangguk tanpa suara sebelum menggenggam pundak Felix tanpa menumpukan tubuhnya. Setelah Felix dalam posisi setengah berdiri, Changbin pelan-pelan melingkarkan kakinya di pinggang Felix. Sementara tangan mungil Felix menahan kedua pahanya sebelum ia meluruskan tubuh.

"Better?" tanya Felix saat dirasakannya lengan Changbin melingkari leher, jarak wajah mereka terlalu dekat hingga Felix bisa merasakan helaan napas hangat di lehernya. Pipinya bersemu.

"Never better than this."

Lalu tiba-tiba saja Changbin mendaratkan kecupan singkat di pipi Felix, membuat pemuda itu nyaris limbung.

"Makasih banyak, Yongbokie."

"Sama-sama," Felix menghela napas. "Dan lain kali jangan cium sebelum aku kasih izin. Oke?"

Changbin hanya tertawa mendengar gerutuan setengah hati pemuda yang disukainya ini.


[author's note: just a little surprise for you cagedtraveller hehe ]



Of Words And Hidden Feelings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang