ix. the whiteboard boy (changbin/felix)

496 59 5
                                    

[ s. changbin/l. felix ; g ]

.

.

.

Aneh tidak kalau Changbin bilang ia tiba-tiba suka memperhatikan teman sekelasnya karena orang tersebut rajin membersihkan papan tulis?

Memang aneh sih kedengarannya. Namun hal tersebut nyatanya memang sedang terjadi pada Changbin saat ini.

Nama teman sekelasnya itu Lee Felix. Usianya lebih muda dari Changbin, tetapi mereka sekelas karena Felix pernah mengikuti kelas akselerasi. Anak lelaki itu selalu datang pagi-pagi sekali, ketika ruangan kelas masih kosong melompong. Sementara Changbin selalu menjadi orang kedua yang menjejakkan kaki di kelas, tepat saat Felix sedang menghapus sisa coretan spidol hitam di papan tulis. Ia terlalu terbiasa disambut oleh punggung Felix yang mengarah padanya saat sedang serius membersihkan papan tulis.

Itulah yang membuatnya kaget ketika suatu pagi ia disambut oleh senyum kecil Felix yang berpapasan dengannya di pintu keluar.

"Oh, hai Changbin."

Suara Felix dalam, sangat dalam. Saat pertama kali mendengarnya di awal semester baru Changbin bahkan merasa iri karena suaranya sendiri tidak sedalam dan sekeren itu. Namun rasanya berbeda ketika mendengar suara itu memanggil namanya. Suara Felix membuat Changbin tertegun. Butuh waktu beberapa milisekon sebelum ia ingat untuk membalas sapaan Felix.

"Hai."

Felix terkekeh pelan melihat Changbin yang tiba-tiba terlihat malu. "Belum sarapan, ya? Kok ngelamun?"

"Sudah, kok," jawab Changbin sembari memalingkan wajah dari Felix. Sayup-sayup ia mendengar kekehan Felix dari luar kelas ketika ia mengambil tempat di mejanya, menahan diri untuk tidak bersembunyi di balik lengan dan merutuk. Aneh sekali. Kenapa dia bersikap seperti ini di depan Felix?

Changbin tidak pernah merasa gugup sebelumnya saat berbicara dengan teman sekelas.

Tidak mudah memulai pembicaraan dengan orang asing bagi Changbin, berbeda dengan Felix yang sepertinya senang memulai pembicaraan. Felix bahkan punya lebih banyak teman mengobrol meskipun ia baru pindah di awal semester ke sekolah ini.

Hanya saja Changbin pikir Felix terlihat lebih nyaman ketika hanya ada mereka berdua di kelas kosong setiap pagi. Felix akan bersenandung kecil sambil membersihkan papan tulis atau mengganti air dalam vas bunga sementara Changbin tetap di bangkunya, diam-diam mendengarkan. Yang paling Changbin ingat adalah betapa berbedanya senyum Felix saat tidak ada siapapun di dekatnya. Senyum itu terlihat lebih bahagia. Senyum itu tercermin di matanya.

Changbin sepertinya luput menyadari bahwa ia sedang terang-terangan memperhatikan Felix. Ketika tatapan mereka bertemu, jantung Changbin hampir berhenti berdetak. Lekas dipalingkannya pandangan ke luar jendela, memperhatikan gerombolan murid yang baru saja memasuki gerbang sekolah bersama-sama.

Changbin tidak tahu bahwa Felix diam-diam tersenyum sebelum meletakkan vas bunga di meja di sudut kelas, memikirkan sebuah ide dalam kepalanya.

Keesokan harinya, Changbin tidak mendapati Felix di depan kelas. Dalam hati ia merasa sedikit heran bercampur kecewa. Namun ketika ia melihat ke papan tulis, betapa kagetnya Changbin mendapati namanya tertulis besar-besar di bagian tengah, diikuti dengan kalimat yang membuat napasnya tercekat.

(Seo Changbin. Mau makan siang bersama nanti? Kalau iya, tolong hapus tulisan ini dan temui aku di luar. Kalau tidak, kamu boleh kembali ke bangkumu. Nanti biar kubersihkan papannya.)

Changbin meletakkan tasnya begitu saja di meja yang bukan miliknya sebelum meraih penghapus papan tulis dan melenyapkan tulisan itu dalam sekejap. Lantas ia bergegas keluar dari ruangan kelas, nyaris berlari di koridor kosong jika saja sosok Felix tidak muncul dari belokan sembari membawa vas bunga yang airnya baru diganti.

Wajah Changbin terasa panas ketika Felix menatapnya lekat sehingga membuat pemuda itu lekas menundukkan wajah. Namun saat Felix tertawa pelan, ia memberanikan diri untuk mendongak. Binar senang di mata pemuda itu membuat Changbin meneguk saliva diam-diam. Gugup.

"Aku...sudah menghapus papan tulisnya," Changbin tidak tahu harus mengatakan apa sehingga ia mengucapkan apapun yang muncul dalam kepalanya saat itu. Mendengar hal itu, Felix tersenyum lebar sebelum menyerahkan vas bunga ke tangan Changbin, yang saat itu menatapnya dengan sorot heran.

"Terima kasih. Ini bunga untukmu."

Changbin mengerjap tidak mengerti, tetapi Felix sudah berlalu dan meninggalkannya bersama vas berisi bunga carnation merah terang yang ada di tangannya.

Di tengah jam pelajaran kedua, barulah Changbin menemukan alasan di balik sikap Felix yang menyerahkan bunga carnation merah terang itu padanya.

Light red carnation means admiration, begitu yang Felix tulis di kertas kecil yang sepertinya diam-diam diselipkan pemuda itu di balik halaman bukunya. Ketika Changbin menoleh ke bangku Felix, ia tidak bisa menahan diri untuk tersenyum ke arah sang teman yang menunduk malu.

'Aku juga mengagumimu, Lee Felix,' Changbin pun berbisik dalam hati.



[author's note: inspired by leeknow/felix two kids room episode. lee felix looks so damn good while writing on the board don't you think so?]

Of Words And Hidden Feelings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang