Bab 1

71 2 1
                                    

NAFEESHA

Namaku, Nafeesa, sebut saja aku Fee, umurku enam belas tahun, kelas satu SMA yang menghitung bulan lagi akan kelas dua SMA, bisa di bilang, aku lagi masanya puber. Tidak perlu mendeskripsikan aku, cukup aku beritahu pada kalian, ada yang menarik di sekolah ini, anak laki-laki, Kafeel namanya.

Aku dengar, dia juga di panggil, Fee.

Lucu.

Sayang, aku hanya sekedar tahu dia siapa dan berada di kelas mana. Selebihnya tidak.

Saat ini, aku sehabis berganti seragam, yang tadinya seragam olahraga menjadi seragam putih abu. Aku tipikal anak yang malas berbolak-balik, jadi langsung saja aku ke kantin --di temani temanku.

Kantin sepi, tentu, ini kan masih jam pelajaran ke dua.

"Gue beli es dulu ya, Fee."

Aku mengangguk. Ah, dia temanku, namanya Fanesha, biasanya teman-teman termasuk aku memanggilnga Nesha.

Sepertinya baso goreng lebih terlihat nikmat dan menggiurkan di mataku. Tanpa ba-bi-bu aku segera ke pedagang itu, Pak Anto namanya.

"Pak, lima ya," ucapku, dia juga sudah mengerti, lima yang aku maksud adalah lima ribu. Sembari menunggu aku menoleh ke belakang, niatnya ingin melihat apa Nesha sudah selesai atau belum, nyatanya, pandanganku jadi melihat ke pintu kantin.

Tiga anak laki-laki berjalan masuk.

Salah satunya ada orang yang tadi sempat kita omongkan.

Aku biasa saja, ya... sedikit gugup, mungkin?

Semenjak nama panggilannya yang mirip itu, aku jadi suka memperhatikannya.

Oke. Lupakan saja.

"Pak, lima ribu ya!"

Satu kata yang tepat saat ini; mampus.

Dia berdiri di sebelahku. Tidak tahan, aku akhirnya menolehkan kepalaku, dan sedikit mendongak mengingat dia begitu tinggi.

Oh, god, dia juga menoleh!

"Neng, ini basrengnya." Aku mengambil makanan itu sebelum akhirnya hal memalukan terjadi.

Aku tidak kenal siapa orang itu, yang jelas dia kakak kelas laki-laki yang tidak tahu malunya datang dengan desakan tanpa tahu aku terdorong karena badan kakak kelas itu yang cukup besar, dan memang menyenggol tubuhku yang katanya seperti tidak ada tulang.

Dan...

Badanku hampir --atau memang sudah-- menabrak Fee, maksudku, Kafeel.

"Eh," ucapku refleks begitu tangannya memegang lenganku, berniat menahanku agar tidak tumbang lagi.

Perlu aku peringatkan, ini bukan film yang kalau tidak sengaja tabrakan jadi tatap-tatapan yang memakan waktu lama. Itu menjijikan.

Aku menegakkan badanku, dan bergeser agak menjauh. Ehm, canggung, dan tentu aku jadi gugup, bahkan aku sadar jantungku berdegup begitu cepat. Aku melirik ke Kafeel, dia menggaruk tengkuknya.

Masa bodoh deh. Pokoknya aku cuman tinggal bumbuin makananku dan pergi.

Bubuk yang pedas. Itu. Ada... di dekat Kafeel.

Bagus.

Bagus banget.

Lagi-lagi aku harus berdoa agar tidak ada lagi kejadian memalukan. Aku langsung mengambil bubuk itu tanpa melihat ke Kafeel
sedikit pun. Entah ini namanya feeling atau aku yang ke geeran berasa di tatap seseorang di sebelahku.

BiagioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang