Setelah Hong Beng mengeluarkan ilmu-ilmu silat dari Pulau Es, Kun Tek terkejut dan terdesak. Dia tidak mengenal ilmu silat itu, hanya merasa betapa ilmu silat lawannya itu makin lama semakin kuat. Karena maklum betapa lihainya lawan, Cu Kun Tek yang kini menjadi penasaran dan marah sekali, langsung mencabut senjatanya, yaitu sebatang pedang yang mengeluarkan sinar berkilauan dan hawa yang menyeramkan.
Begitu dia mengelebatkan pedang itu, segera terdengar suara mengaum keras yang amat mengejutkan hati Hong Beng. Pemuda ini segera tahu bahwa lawannya memiliki sebatang pedang pusaka yang amat ampuh. Dia tidak merasa jeri, akan tetapi bersikap hati-hati sekali.
"Tahan senjata...!" Terdengar bentakan halus dan tiba-tiba saja muncullah Bi Lan di situ.
Melihat gadis yang sesungguhnya menjadi penyebab perkelahian mereka, dua orang pemuda itu menjadi terkejut. Muka mereka berubah merah dan keduanya tidak tahu harus berkata apa.
Bi Lan berdiri di antara mereka, memandang ke kanan kiri, bergantian, lalu menatap wajah Kun Tek. Dipandang seperti itu, Kun Tek menjadi gugup dan untuk menenangkan perasaannya yang bingung, dia kemudian menyarungkan kembali pedang pusakanya dan disimpannya ke dalam buntalan pakaiannya.
"Kun Tek, apa artinya semua ini? Baru sebentar saja kau kutinggalkan, tahu-tahu sudah berkelahi mati-matian!" Bi Lan menegur.
"Bukan aku yang mencari permusuhan, akan tetapi dia ini datang-datang seperti orang gila menuduh aku yang bukan-bukan dan menyerangku. Tentu saja aku membela diri, tidak sudi mati konyol dalam serangan tangan yang keji."
Bi Lan menghadapi Hong Beng yang menunduk dengan muka sebentar pucat sebentar merah. "Dan apa pula artinya perbuatanmu ini, Hong Beng? Datang-datang engkau menyerang Kun Tek, padahal engkau sendiri sudah tahu bahwa dia bukan orang jahat ketika dia membantu keluarga mempelai yang diganggu oleh Phoa Wan-gwe? Apa maksudmu?"
"Bi Lan, aku... aku melihat betapa dia tidak sopan ketika mengobatimu... dan aku... aku tidak tahan. Dia terlalu kurang ajar, maka setelah engkau pergi, aku segera keluar dan menyerangnya."
Bi Lan mengerutkan alisnya. Hatinya merasa tak senang kepada Hong Beng. Pertama, bahwa Hong Beng diam-diam telah mengintai mereka, dan kedua, ia menganggap Hong Beng hendak mencampuri urusan pribadinya!
"Hong Beng, engkau sungguh lancang tangan. Aku tidak minta perlindunganmu, dan Kun Tek ini sama sekali tidak kurang ajar, melainkan mengobati pinggangku dan apa yang dilakukannya itu atas persetujuanku. Apa sangkut-pautnya dengan dirimu?"
Melihat betapa gadis yang dicintanya itu marah-marah dan memarahinya di depan pemuda lain itu, Hong Beng semakin menundukkan mukanya. Hatinya terasa seperti disayat-sayat dan dia pun sadar bahwa tindakannya tadi sebenarnya terburu nafsu, terdorong oleh cemburu yang berkobar-kobar.
"Bi Lan, memang seharusnya aku tahu diri... saudara Kun Tek, kau maafkanlah aku. Selamat tinggal!" Hong Beng lalu melompat dan berlari secepat mungkin meninggalkan tempat itu supaya tidak tampak oleh mereka bahwa kedua matanya menjadi panas dan basah.
Kun Tek memandang kagum. "Hebat, dia seorang pemuda yang hebat, ilmu silatnya luar biasa, jauh lebih tinggi dariku dan lihat betapa hebat ginkang-nya ketika dia lari."
"Tentu saja, dia adalah murid keluarga para pendekar Pulau Es."
"Ahhh...!" Kun Tek terbelalak dan mengangguk-angguk, "Pantas saja tadi pukulannya mengandung tenaga panas seperti api. Pernah aku mendengar dari ayah tentang dua ilmu sinkang amat hebat dari Pulau Es yang disebut Hwi-yang Sinkang yang panas sekali dan Swat-im Sinkang yang dingin sekali. Sayang aku tidak sempat berkenalan lebih baik dengan dia. Akan tetapi, kenapa dia bersikap begitu aneh dan menyerangku seperti orang gila saja?"
"Karena cemburu."
"Cemburu?"
"Dia mencintaku akan tetapi aku menolaknya. Agaknya dia cemburu ketika melihat cara engkau mengobati pinggangku tadi."
"Ahhhh...!" Muka pemuda itu menjadi merah. Hening sejenak, dalam suasana yang sunyi menegangkan.
"Kun Tek, aku kembali untuk bertanya kepadamu apakah engkau mengenal orang yang sedang kucari."
"Siapakah dia?" bertanya Kun Tek, merasa lega bahwa percakapan beralih sehingga suasana menegangkan tadi pun terputus.
"Julukannya Suling Naga, Pendekar Suling Naga!"
"Suling Naga...?" Sepasang mata Kun Tek terbelalak. "Tentu saja aku mengenalnya! Bukankah namanya Sim Houw?"
"Mungkin, aku tidak tahu, hanya julukannya Pendekar Suling Naga. Tahukah engkau di mana dia dan di mana aku dapat bertemu dengannya?"
"Bi Lan, ada urusan apakah engkau mencari Pendekar Suling Naga Sim Houw?"
Kembali Bi Lan mengerutkan alisnya. "Urusan pribadi. Kalau engkau tahu, katakan saja di mana aku dapat bertemu dengan dia."
"Dia seorang pendekar perantau, Bi Lan, tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Akan tetapi menurut ayah, pendekar itu suka berkelana dan bertapa di sekitar puncak Tai-hang-san."
"Terima kasih, Kun Tek dan selamat tinggal."
"Nanti dulu, Bi Lan!"
"Ada apa lagi?"
"Baru saja engkau menyelamatkan diriku dari tangan Hong Beng dan aku sungguh merasa menyesal sekali dengan peristiwa yang terjadi dengan dia. Dia seorang murid keluarga Pulau Es dan sahabat baikmu..."
"Aku tadi dongkol padanya. Dia terlalu cemburu, ada hak apa dia mencampuri urusan pribadiku? Dia cemburu tanpa alasan! Engkau dan aku adalah dua sahabat baik, dan engkau mengobati aku dengan hati jujur dan bersih. Tidak ada alasan baginya untuk mencemburuimu."
Kun Tek menarik napas panjang. "Dia tak bersalah, Bi Lan, dan memang ada alasannya maka dia mencemburui aku."
"Heiii? Apa maksudmu?"
"Maksudku, dia beralasan untuk cemburu karena... memang sesungguhnya akupun... jatuh cinta padamu, Bi Lan."
"Ehh...?"
Ingin Bi Lan tertawa gembira. Inilah saat yang dinanti-nanti. Memang ia sudah berusaha untuk menjatuhkan Kun Tek. Saat meninggalkan pemuda itu pun termasuk siasatnya, akan tetapi tak pernah disangkanya ia akan berhasil secepat dan semudah itu.
"Mana mungkin? Kita baru semalam berkenalan, Kun Tek!"
"Mengenalmu satu malam bagiku seperti telah mengenalmu bertahun-tahun, Bi Lan."
"Tapi... tapi bagaimana engkau bisa begini yakin?"
"Ketika kita bercakap-cakap, ketika kita makan bersama, ketika aku mengobatimu, lalu ketika engkau pergi meninggalkan aku. Perasaanku takkan menipuku, Bi Lan. Ketika engkau pergi, aku merasa begitu hampa dan berduka, aku takut kehilangan engkau, dan sekarang pun aku takut kehilangan engkau karena aku cinta padamu, Bi Lan."
Bi Lan memandang tajam. "Yakin benarkah engkau, Kun Tek? Ingat, aku hanya seorang perempuan dari darah daging belaka, tidak lemah lembut dan tidak baik budi, tidak pula cantik lahir batin, banyak cacat celanya!"
"Aku yakin sepenuh hatiku, Bi Lan. Aku cinta padamu, terasa benar dalam hatiku."
Kini Bi Lan tersenyum, senyum sinis dan mengejek. "Hemm... hemmm... lalu ke mana larinya perempuan khayalmu itu, Kun Tek?"
Pemuda itu terbelalak. "Perempuan khayal...?"
"Ya, lupakah engkau bahwa engkau tak akan pernah jatuh cinta kecuali kepada seorang perempuan yang seperti dalam khayalanmu itu, yang tanpa cacat cela dan segalanya itu? Bagaimana engkau sekarang, hanya dalam waktu sehari saja, sudah melupakan perempuan khayalmu itu dan mengatakan jatuh cinta padaku?"
Kun Tek teringat dan dia merasa terpukul sekali. "Aku telah bodoh selama ini, Bi Lan. Perempuan seperti yang kukhayalkan itu tidak ada di dunia ini, bukan dari darah daging, tidak mungkin ada wanita tanpa cacat cela dan..."
"Cukup! Engkau memang tolol, bodoh, dan sombong. Aku tidak sudi... aku tidak dapat menerima cintamu. Engkau cintailah saja wanita khayalanmu yang bukan dari darah daging, dan tidak akan dapat menolakmu. Selamat tinggal!" Dan dengan cepat Bi Lan pergi dan berlari cepat.
Kun Tek menjadi bengong. Dia menjadi bingung, tidak mengerti kesalahan apa yang telah dilakukannya kepada Bi Lan yang menyebabkan gadis itu nampaknya demikian marah kepadanya. Dia tidak berani melakukan pengejaran karena hal itu tentu akan membuat Bi Lan semakin marah. Dia hanya duduk terlongong termenung, tenggelam dalam lamunan. Dia mengingat kembali segala percakapannya tadi dengan Bi Lan, juga percakapan mereka kemarin. Setelah kini dia bisa menenangkan pikirannya, nampaklah dengan jelas semua kesalahannya.
"Aku memang tolol, bodoh dan sombong. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Bi Lan tadi," bisiknya duka.
Kini nampaklah olehnya betapa sikapnya dan kata-katanya merupakan kebodohan demi kebodohan yang tidak ketulungan lagi. Mula-mula dia menggambarkan bahwa dia tidak akan jatuh cinta kecuali kepada seorang wanita seperti yang digambarkannya itu dan tentu saja ucapan seperti ini di depan seorang gadis menyinggung perasaan dan harga diri gadis itu.
Kemudian dalam pengakuan cintanya, dengan amat tolol dia mengatakan bahwa wanita tanpa cacad itu TIDAK ADA, dengan demikian kembali dia telah menyinggung perasaan wanita yang dicintanya, karena dengan ucapan itu seolah-olah dia sudah mengatakan bahwa Bi Lan tidaklah seperti wanita khayalnya itu, bahwa Bi Lan penuh cacat cela. Sungguh amat tolol! Hatinya sekarang merasa berduka sekali. merasa betapa keadaan sekelilingnya tanpa Bi Lan nampak sunyi mati, segala sesuatu nampak kurang menarik lagi.
Beginilah kalau cinta asmara sudah menyerang orang dan membuat orang itu menjadi korban kegagalan. Yang datang kemudian hanyalah kekecewaan yang melenyapkan gairah hidup sehingga hidup ini nampak amat buruk. Semua ini karena perasaan iba diri yang menikam perasaan. Merasa diri paling celaka karena idam-idaman hatinya terbang melayang meninggalkannya.
Sementara itu, Bi Lan berlari dengan cepat sekali. Tanpa tujuan tertentu, asal dapat meninggalkan Kun Tek secepatnya. Hatinya terasa panas bukan main. Tadinya ia ingin mempermainkan Kun Tek untuk memberi 'hajaran' kepada pemuda yang dianggapnya sombong itu, yang seolah-olah menganggap di dunia ini tidak ada wanita yang pantas untuk dirinya, pantas menjadi jodohnya! Kemudian, ia berhasil menggerakkan hati dan kejantanan Kun Tek yang membuat pemuda itu bertekuk lutut dan menyatakan cinta kepadanya.
Tadinya ia hendak mentertawakannya, merasa girang sebab berhasil memberi hajaran. Eh, tidak tahunya kembali pemuda itu mengeluarkan kata-kata yang amat menyinggung perasaannya. Katanya bahwa wanita tanpa cacad itu tidak ada! Padahal ia baru saja menyatakan cinta kepadanya. Bukankah hal itu sama saja dengan membandingkan ia dengan perempuan khayal itu? Perempuan khayal itu yang paling hebat dan ternyata perempuan seperti itu tidak ada! Dan ia sendiri? Dengan demikian ia bukan perempuan yang paling baik bagi Kun Tek. Sombong! Pemuda tolol dan sombong!
Agaknya lari cepat sampai mengeluarkan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya membuat kemarahan Bi Lan mereda pula. Hati yang panas mulai dingin dan ia lalu menghentikan larinya dan duduk di lereng sebuah bukit karena ketika lari tadi tanpa disadarinya ia menanjak sebuah bukit. Pantas saja keringatnya bercucuran, tak tahunya tempat ia berlari tadi menanjak terus.
Lereng bukit itu sunyi sekali dan ia pun duduk di bawah sebatang pohon yang berdaun rindang. Sejuk sekali tempat itu dan angin semilir mengusir kegerahan. Dengan sehelai sapu tangan diusapnya keringat dari leher dan mukanya, kemudian ia duduk termenung, membayangkan hal-hal yang baru saja terjadi.
Ada tiga orang pria berturut-turut menyatakan cinta kepadanya! Pertama adalah Bhok Gun, yang ke dua Gu Hong Beng dan ke tiga adalah Cu Kun Tek. Tanpa disadarinya, ia membanding-bandingkan tiga orang pria itu, dan melamunkan kalau ia menjadi jodoh seorang di antaranya.
Bhok Gun yang tertua di antara mereka, berusia kurang lebih tiga puluh tahun, seorang pria yang sudah matang dan banyak pengalamannya. Bhok Gun berwajah tampan dan nampak makin menarik karena dia pesolek dan pandai merias diri. Ilmu silatnya juga lihai karena sebagai cucu murid Pek-bin Lo-sian, dia mewarisi ilmu yang satu sumber dengan ilmu-ilmu yang dimiliki oleh Sam Kwi.
Akan tetapi pria ini mata keranjang, bahkan cabul dan gila perempuan. Juga memiliki sifat-sifat jahat dan curang. Menjadi isteri seorang pria macam Bhok Gun ini memang bisa saja berenang dalam lautan kemewahan, akan tetapi hatinya tentu akan selalu dirongrong karena pria ini takkan berhenti mengejar wanita-wanita lain.
Rayuan-rayuan mautnya itu semua hanyalah palsu belaka, hanya untuk menundukkan wanita yang sebentar lagi akan dicampakkannya begitu saja kalau dia sudah merasa bosan! Tidak, ia tidak akan sudi menjadi jodoh pria macam itu. Apa lagi perkenalannya dengan Bhok Gun itu hanya melalui suci-nya yang menjadi kekasih Bhok Gun.
Masih muak kalau dia mengingat kembali apa yang didengarnya dan dilihatnya antara Bi-kwi dan Bhok Gun, kemuakan yang membuat wajahnya memerah dan jantungnya berdebar aneh. Bagaimana pun juga, Bi Lan sudah mulai dewasa! Belum pernah Bhok Gun melakukan sesuatu yang baik baginya. Tidak, ia tidak sudi menjadi jodoh Bhok Gun.
Lain lagi halnya dengan dua orang pemuda lainnya dan kini diam-diam ia membanding-bandingkan antara Hong Beng dan Kun Tek. Kedua orang pemuda itu, Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek, keduanya sama muda, sama gagah perkasa, sama pendekar dan keduanya pernah menyelamatkannya dari bahaya yang bahkan mungkin lebih hebat dan mengerikan dari pada maut sendiri! Ia sukar membayangkan betapa akan jadinya dengan dirinya kalau tidak ada Hong Beng dan Kun Tek. Tentu sudah dua kali terjatuh ke tangan Bhok Gun jahanam itu.
Gu Hong Beng sudah dikenalnya dengan baik. Ia seorang pemuda yatim piatu yang nasibnya hampir sama dengan nasibnya sendiri. Wajahnya cukup menarik walau pun pemuda ini amat sederhana dengan pakaiannya yang serba biru, seperti seorang petani saja, atau seorang buruh biasa. Akan tetapi kepandaiannya hebat karena pemuda ini adalah murid dari keluarga Pulau Es!
Sayang wataknya terlalu pendiam dan bahkan agak pemalu walau pun budi bahasanya halus. Akan tetapi dia sangat pencemburu, seperti yang sudah dibuktikan ketika dia menyerang Kun Tek hanya karena melihat Kun Tek meraba kulit pinggangnya yang tanpa ditutup kain, yang memang disengajanya untuk 'menjatuhkan' Kun Tek sebagai penghajaran! Padahal, sentuhan itu hanya dilakukan oleh Kun Tek untuk mengobatinya, dan hal itu sudah membuat Hong Beng cemburu dan menyerang Kun Tek!
Ahh, ia takkan merasa berbahagia hidup sebagai isteri orang pencemburu seperti itu, yang tidak mempunyai rasa humor sedikit pun dalam hidup. Sama saja dengan memiliki suami patung hidup, betapa pun lihainya dalam ilmu silat!
Bagaimana dengan Kun Tek? Pemuda yang gagah perkasa, tinggi besar dan biar pun mukanya berkulit agak kehitaman, namun dia ganteng dan gagah perkasa. Sayang, selain juga tidak banyak bicara, kalau bicara amat tajam dan galak, juga agak terlalu tinggi menghargai diri sendiri sehingga ada kecondongan kepada sifat sombong dan besar kepala. Tidak, ia pun takkan berbahagia bersuamikan Kun Tek.
Sampai lama gadis itu bengong saja, sampai akhirnya teringat akan nasibnya sendiri. Sebetulnya, dia sendiri tidak mempunyai persoalan, tidak mempunyai musuh karena semua pembunuh orang tuanya sudah dibasmi habis oleh Sam Kwi. Akan tetapi, kalau tadinya ia berhutang budi kepada Sam Kwi, kini budi itu dioper oleh Bi-kwi, suci-nya yang telah menyelamatkannya dan membebaskannya dari bencana diperkosa oleh Sam Kwi.
Dan ia sudah berjanji kepada suci-nya itu untuk merampas Suling Naga dan kelak kalau sempat ia akan membantu pula suci-nya yang ingin menjadi jagoan nomor satu di dunia persilatan dengan Suling Naga di tangannya! Pusaka yang kini menjadi milik Pendekar Suling Naga Sim Houw itu sudah dia ketahui di mana harus dicarinya. Dari Kun Tek ia sudah mendengar bahwa Pendekar Suling Naga yang bernama Sim Houw itu kadang-kadang berkeliaran di sekitar puncak Pegunungan Tai-hang-san.
Persoalan merampas pusaka untuk membalas budi suci-nya seperti pernah ia janjikan, sekarang telah mulai nampak jalan keluarnya. Akan tetapi sebelum pusaka itu dapat direbutnya, muncul persoalan baru. Pedang Ban-tok-kiam, yang oleh subo-nya hanya dipinjamkan kepadanya, sekarang dirampas orang! Dan perampasnya adalah seorang pendeta Lama yang demikian lihai!
Dengan dibantu Hong Beng saja dia tidak mampu merampas kembali, apa lagi kalau harus menghadapinya sendiri. Akan tetapi, apa pun resikonya, ia harus bisa merampas kembali Ban-tok-kiam. Ia akan ke Tai-hang-san lebih dulu, akan mencari pendekar Sim Houw yang berjuluk Pendekar Suling Naga dan merampas kembali pedang pusaka itu! Ia akan membujuk pendekar itu untuk mengalah dan menyerahkan kembali pedang itu yang memang menjadi hak dari keturunan Sam Kwi, karena pendekar itu merampasnya atau menerimanya dari Pek-bin Lo-sian, susiok (paman guru) dari Sam Kwi.
Berangkatlah dara yang tabah itu seorang diri dan karena memang pada dasarnya ia berwatak gembira jenaka, maka begitu ia bangkit dan melangkah pergi, semua pikiran mengenai masalah-masalah yang menyulitkan itu pun sudah ditinggalkannya! Ia akan mencari Pendekar Suling Naga dan tentang bagaimana nanti selanjutnya, terserah saja pada keadaan. Ia tidak mau berpusing-pusing tentang hal yang belum terjadi!
Keadaan batin seperti yang dimiliki Bi Lan ini membuat dia dapat menikmati hidup. Kehidupan menjadi indah karena apa yang dilihatnya senantiasa baru. Kebanyakan dari kita tidak mau hidup seperti itu. Kita tergantung kepada hal-hal yang lalu, terikat kepada hal-hal yang akan datang seperti yang kita harap-harapkan.
Kita terluka parah oleh masa lalu dan kita terbuai oleh masa depan yang kita namakan cita-cita. Karena terluka oleh masa lalu, selalu mengingat-ingat masa lalu, maka wajah kita menjadi selalu muram dan seolah-olah selalu diliputi awan gelap. Dan karena kita selalu mengejar-ngejar cita-cita atau yang kita namakan pula kemajuan, yang bukan lain hanyalah keinginan-keinginan yang diharapkan akan terjadi di masa depan, keinginan akan suatu keadaan yang lebih menyenangkan, maka kita terombang-ambing antara masa lalu dan masa depan sehingga kita lupa bahwa HIDUP adalah SEKARANG, saat ini!
Hidup adalah saat demi saat ini. Yang lalu sudah mati, tak perlu diingat lagi, walau pun dari pengalaman-pengalaman masa yang lalu dapat membuat kita lebih waspada dalam menghadapi segala peristiwa hidup. Masa depan adalah khayal. Lebih baik bekerja keras dari pada melamunkan masa depan yang baik. Suatu keadaan yang baik tidak hanya dapat terjadi karena direncanakan atau dilamunkan, melainkan BEKERJA.
Dan bekerja adalah sekarang ini. Hidup adalah sekarang ini. Bahagia adalah sekarang ini! Kalau pikiran kita berhenti berceloteh, berhenti mengoceh mengenai kenangan masa lalu dan harapan masa depan, maka batin kita menjadi tenang dan mata kita menjadi waspada sekali terhadap SAAT INI, yaitu terhadap HIDUP ini. Kita dapat menikmati hidup ini hanya setiap saat sekarang, bukan besok atau lusa. Mengapa pusing-pusing tentang besok atau lusa kalau nanti mungkin saja kita mati?
Ada orang tua yang menasehati anak-anaknya agar sekarang bersusah payah dahulu dan bersenang-senang kemudian? Apa maksudnya ini? Apakah anak-anak kita harus sengsara dulu sekarang ini dan dengan bersusah payah, bersengsara sekarang ini lalu kelak akan senang dan bahagia? Betapa malangnya anak yang disuruh begitu.
Mungkin dia menurut, lalu bersusah payah setengah mati sampai dewasa, kemudian oleh suatu sebab dia mati. Dengan demikian berarti bahwa sejak kanak-kanak sampai matinya, hidupnya hanya diisi oleh jerih payah dan susah payah, tidak pernah diberi kesempatan untuk bersenang atau bersuka!
Orang tua yang bijaksana dan benar-benar mencinta anak-anaknya pasti akan memberi kebebasan pada mereka, membiarkan mereka tumbuh subur, hanya tinggal memupuk dan mungkin meluruskan kalau tumbuhnya bengkok, akan tetapi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk berbahagia. SEKARANG! Bukan besok atau kelak kalau sudah tua.
Bukan berarti lalu membiarkan mereka bebas semau gue, gila-gilaan, atau bukan berarti lalu acuh terhadap mereka. Sama sekali tidak. Cinta kasih menimbulkan perhatian yang serius, namun tidak mengikat, tidak membelenggu. Kebahagiaan tidak mungkin didapat tanpa kebebasan!
Dalam keadaan gembira dan merasa bahagia karena sama sekali tak ada kotoran yang mengeruhkan batinnya, pikirannya kosong sehingga dapat menerima segala keindahan yang terbentang di depan matanya, segala suara yang tertangkap oleh telinganya dan segala keharuman tanah dan tumbuh-tumbuhan yang tercium oleh hidungnya, Bi Lan melanjutkan perjalanannya menuju ke Tai-hang-san, perjalanan yang amat jauh melalui pegunungan, hutan-hutan serta banyak kota dan dusun.....
KAMU SEDANG MEMBACA
SULING NAGA (seri ke 12 Bu Kek Siansu)
Action(seri ke 12 Bu Kek Siansu) Tamat Jilid 1-55