Jilid 49/55

956 12 0
                                    

"Suhu dan subo, adik Can Bi Lan adalah... tunangan teecu dan ia adalah murid dari Kao-locianpwe di Istana Gurun Pasir dan isterinya..."

"Juga murid dari mendiang Sam Kwi!" Tiba-tiba terdengar suara Hong Beng memotong kata-kata yang diucapkan oleh Sim Houw itu.

Semua orang terkejut dan diam-diam Suma Ciang Bun menyesalkan ucapan muridnya yang lancang itu, namun dia maklum bahwa perasaan dongkol di dalam hati muridnya yang membuat muridnya bersikap lancang seperti itu. Sejenak keadaan menjadi kaku dan tegang, akan tetapi Kam Hong yang menoleh kepada Hong Beng, kini tersenyum.

"Aihh, seorang yang sakti dan bijaksana seperti Kao-locianpwe, Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya, tidak mungkin salah memilih murid. Dan ia sekarang menjadi tunanganmu, Sim Houw. Selamat! Sungguh kami ikut merasa gembira sekali."

"Tunanganmu ini cantik dan gagah, Sim Houw. Selamat!" kata pula Bu Ci Sian, lega hatinya karena dengan adanya pertunangan ini, berarti ia pun terlepas dari beban batin yang merasa bersalah terhadap Sim Houw yang patah hati.

"Terima kasih, suhu dan subo," kata Sim Houw. Barulah dia dan Bi Lan menghadap takoh-tokoh lain dan memberi hormat.

Saat memberi hormat kepada Kao Cin Liong, tanpa ragu-ragu lagi Bi Lan menyebutnya 'suheng' (kakak seperguruan). Mendengar sebutan ini, wajah Cin Liong menjadi merah dan hatinya tidak senang sekali.

"Can Bi Lan," katanya halus namun mengandung kemarahan, "engkau telah menyebut suheng kepadaku, maka aku berhak untuk menegurmu. Aku banyak mendengar hal-hal yang tidak baik tentang dirimu, dan kalau memang benar, maka berarti aku sebagai suheng-mu akan terkena lumpur dan noda pula. Benarkah engkau pernah bersekongkol dengan wanita jahat Bi-kwi dan para pemberontak Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw, bahkan engkau dibantu oleh Pendekar Suling Naga sudah memusuhi keluarga Pulau Es?"

Bi Lan mengerling ke arah Hong Beng. Ingin rasanya ia pada saat itu juga menyerang pemuda itu. Ia dapat menduga bahwa tentu pemuda itulah yang menyebar fitnah, yang memburukkan namanya di depan semua orang. Tapi sentuhan tangan Sim Houw pada lengannya membuat ia menyadari bahwa di hadapan para locianpwe, tidak sepantasnya kalau ia memperlihatkan sikap kasar. Maka ia pun memberi hormat kepada Kao Cin Liong.

"Kao-suheng, tidak akan kusangkal bahwa aku dan Sim-koko pernah membantu dan membela suci Ciong Siu Kwi, akan tetapi untuk urusan itu terdapat alasan-alasannya yang kuat. Sama sekali kami tidak pernah membantu kejahatannya. Ia telah mengubah hidupnya, bertobat dan ia hanya diperalat oleh para tosu jahat yang telah menyandera calon suaminya. Akan tetapi semua hal itu akan kuceritakan lain kali saja, sekarang yang penting, aku hendak menyampaikan kepada suheng sekeluarga bahwa aku dan Sim-koko datang ke sini sebagai utusan suhu dan subo di Istana Gurun Pasir."

Mendengar ini, Kao Cin Liong tertegun. Kalau gadis ini sudah diterima orang tuanya, bahkan dijadikan utusan, itu tentu hanya berarti bahwa gadis ini tidak jahat. Sambil mengerutkan alisnya, dia bertanya, "Apakah kalian berdua mengunjungi orang tuaku?"

"Benar, suheng. Kami baru saja datang dari sana dan kami mendapat tugas dari suhu dan subo untuk memberi tahu kepada suheng berdua bahwa kalian telah kejatuhan fitnah yang amat keji, dituduh menjadi pembunuh-pembunuh dari Ang I Lama."

Bukan main kagetnya hati Kao Cin Liong mendengar ini. "Apa?! Apa maksudmu? Coba ceritakan yang jelas!"

"Suheng, ketika kami berada di istana, muncul seorang hwesio yang telah kita kenal baik karena dia adalah Tiong Khi Hwesio. Locianpwe inilah yang mengabarkan kepada suhu dan subo bahwa Ang I Lama tewas dibunuh orang, dan para pembunuhnya adalah suheng berdua..."

"Gila! Kami tidak melakukan hal itu!" Kao Cin Liong berseru keras.

"Itu fitnah keji!" Suma Hui juga berseru marah.

"Locianpwe Tiong Khi Hwesio sudah menjadi utusan para pendeta Lama di Tibet untuk menyampaikan protes kepada suhu dan subo karena mereka semua merasa yakin bahwa suheng berdua pembunuhnya. Menurut cerita locianpwe itu, sebelum tewas, dalam keadaan terluka parah dan di depan para pendeta Lama, Ang I Lama sempat menyebut nama suheng berdua."

"Ahhh...!" Wajah Kao Cin Liong berubah. Urusan ini bukanlah urusan kecil dan dia mengerutkan alisnya. "Anak kami hilang belum juga ditemukan jejaknya, dan sekarang muncul lagi fitnah keji yang menuduh kami membunuh Ang I Lama!"

"Ahh... aku mengerti sekarang!" Tiba-tiba Suma Ceng Liong yang terkenal cerdik itu berseru. "Pasti ada hubungan antara kedua peristiwa itu, cihu (kakak ipar)! Si penculik Hong Li mengaku bernama Ang I Lama dan kemudian setelah kalian datang ke barat, ternyata bukan Ang I Lama yang menculiknya. Kemudian, Ang I Lama dibunuh orang dan pendeta itu meninggalkan pesan yang menuduh kalian menjadi pembunuhnya. Bukankah jelas bahwa ada pihak ketiga yang sengaja hendak mengadu domba antara kalian dengan para pendeta Lama? Mula-mula Ang I Lama difitnah menculik Hong Li, kemudian karena tidak melihat kalian bermusuhan dengan Ang I Lama, maka fitnahnya dibalik. Pendeta itu dibunuh dan nama kalian yang kini difitnah."

"Benar! Tentu ada orang yang mengatur semua ini. Akan tetapi siapa?" Kao Cin Liong berseru, penuh rasa penasaran.

"Hemm, setelah mendengar semua laporan tentang hilangnya Kao Hong Li, aku rasa ada kemungkinan lain," tiba-tiba kakek Kam Hong berkata dengan suaranya yang halus tetapi penuh wibawa sehingga semua orang menengok dan memandang kepada orang tua ini. "Mungkin Ang I Lama yang merasa tidak berdosa, setelah dituduh menculik Kao Hong Li, lalu turun tangan sendiri mencari penculiknya, bertemu akan tetapi dia kalah dan tewas."

"Akan tetapi mengapa dia meninggalkan pesan, yaitu menyebut nama cihu Kao Cin Liong berdua, ayah." Kam Bi Eng membantah pendapat ayahnya.

"Hal itu memang aneh, akan tetapi bisa juga dia bermaksud meninggalkan pesan untuk Kao Cin Liong berdua, tentang anak mereka itu, akan tetapi tidak sempat karena keburu tewas," sambung Kam Hong.

Kao Cin Liong mengangguk-angguk. "Kemungkinan itu besar sekali, Kam-locianpwe. Akan tetapi tetap saja tidak dapat menemukan jejak pembunuh Ang I Lama dan penculik anak kami."

"Suheng, aku dan Sim-koko sudah ditunjuk oleh suhu dan subo untuk menemukan kembali Hong Li, dan juga membikin terang perkara fitnah atas diri suheng mengenai kematian Ang I Lama."

Mendengar ini, Kao Cin Liong dan Suma Hui menatap wajah gadis itu dan wajah Sim Houw bergantian.

"Kalian...?" Cin Liong berkata, seperti pada diri sendiri, penuh kesangsian apakah dua orang muda ini akan berhasil, sedangkan dia bersama isterinya telah gagal, bahkan Suma Ciang Bun dan muridnya juga gagal, dan tokoh-tokoh lainnya tidak tahu ke mana harus mencari Hong Li. Pesta ulang tahun itu pun bahkan menjadi cara untuk mencari keterangan, sesuai dengan yang diusulkan Suma Ceng Liong.

"Suheng, kami berdua telah berjanji akan mencari Hong Li sampai dapat, kami tidak akan kembali sebelum berhasil, bahkan juga kami tak akan menikah sebelum berhasil," kata pula Bi Lan dan suaranya terdengar begitu tegas dan penuh keyakinan bahwa mereka berdua akan berhasil.

Mendengar tekad ini, diam-diam Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian, menjadi terharu. Juga Kao Cin Liong dan Suma Hui merasa bersyukur dan berterima kasih mendengar dua orang itu rela mengorbankan diri sampai sedemikian besarnya untuk mencari puteri mereka yang hilang.

Kini pandang mereka terhadap Sim Houw dan Bi Lan berubah, menjadi ramah dan lenyap sudah prasangka buruk dari hati mereka. Mereka yakin bahwa kalau orang tua mereka di Istana Gurun Pasir mempercayai dua orang muda ini, tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk meragukan Sim Houw dan Bi Lan. Sebagai tuan rumah, Kao Cin Liong dan isterinya lalu membujuk agar Sim Houw dan Bi Lan suka tinggal di rumah itu sebelum pesta dimulai tiga hari lagi.

Meski merasa agak sungkan dan tidak enak karena mereka berdua bukan keluarga, dan walau pun Sim Houw melihat suhu dan subo-nya juga tinggal di situ, akan tetapi untuk menolak mereka merasa tidak berani. Maka mereka pun menerima dan mendapatkan dua buah kamar di sebelah belakang.

Hong Beng merasa tidak puas sama sekali dengan kemunculan Sim Houw dan Bi Lan di ruangan tadi. Dia menjadi gelisah di dalam kamarnya, tidak dapat mengaso pada malam hari itu. Hatinya masih panas dan penuh kemarahan kepada Sim Houw dan Bi Lan.

Jelaslah bahwa Bi Lan telah melakukan penyelewengan, berpihak kepada wanita jalang dan jahat seperti Bi-kwi, dengan alasan apa pun juga, dan sudah dua kali malah Bi Lan dan Sim Houw berkelahi melawan dia dan gurunya. Mereka berdua itu jelas bukan golongan sahabat, melainkan musuh. Akan tetapi mereka sekarang disambut sebagai tamu-tamu terhormat, bahkan diberi kamar.

Dan yang lebih menyakitkan hatinya adalah pengakuan Bi Lan bahwa gadis itu sudah bertunangan dengan Sim Houw! Nah, jelaslah bahwa apa yang dilihatnya tempo hari bukan hanya khayal belaka, pikirnya. Di antara mereka tentu terjalin tali perjinahan yang memalukan sekali! Dan mereka itu mengaku bertunangan begitu saja. Kapan resminya dan siapa pula yang menjodohkan antara mereka?

Hong Beng sudah tidak lagi mengharapkan balasan cinta dari Bi Lan, akan tetapi, melihat kenyataan betapa gadis yang menolak cintanya itu telah mendapatkan seorang kekasih, sedangkan dia masih menderita kesepian dan belum ada pengganti Bi Lan, membuat dia tanpa disadarinya merasa iri hati! Terlalu enak rasanya bagi gadis yang telah mengecewakan hatinya itu, yang selain menolak cintanya juga telah melakukan penyelewengan, jelas memihak Bi-kwi dan mewarisi watak jahat dari Sam Kwi, kini diterima pula secara terhormat seperti itu!

Selagi dia gelisah, masuklah Suma Ciang Bun ke dalam kamarnya. Hong Beng cepat bangkit duduk dan memberi hormat kepada suhu-nya.

"Engkau belum tidur?" tanya Suma Ciang Bun sambil duduk di atas kursi, sedangkan muridnya sudah turun dari atas pembaringan dan duduk pula di depan gurunya.

"Belum, suhu. Hati teecu gelisah."

"Engkau gelisah memikirkan diri Can Bi Lan itu, bukan?"

Hong Beng terkejut, namun suhu-nya yang sudah seperti ayahnya sendiri ini boleh saja mengetahui semua isi hatinya. "Benar, suhu. Teecu merasa penasaran sekali. Gadis yang melakukan penyelewengan itu, bersama Sim Houw yang sombong dan memusuhi kita, mengapa sekarang diterima dengan segala kehormatan di tempat terhormat ini? Apakah hal ini tidak akan membuat para tokoh sesat mentertawakan kita?"

Suma Ciang Bun tersenyum. "Memang, keadaan mereka cukup aneh dan meragukan, apa lagi mengingat bahwa gadis itu murid Sam Kwi dan memihak Bi-kwi. Akan tetapi engkau sudah mendengarkan semua cerita mereka. Mereka mendapatkan kepercayaan dan tugas dari locianpwe Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan menjadi utusan locianpwe itu. Tentu saja Kao-cihu menerima mereka dengan baik. Hong Beng, engkau agaknya terlalu dibakar hati yang panas. Maklumlah, karena engkau pernah mencinta gadis itu dan ditolak, lalu kini gadis itu muncul dan mengumumkan pertunangannya dengan Sim Houw! Aku tidak terlalu menyalahkan kalau engkau berpanas hati. Akan tetapi engkau harus bersikap gagah dan bijaksana. Lihat contohnya sikap Pendekar Suling Naga itu dan sikap nyonya Suma-Ceng Liong."

Hong Beng memandang wajah gurunya dengan heran. "Apa maksud suhu? Ada apa dengan Sim Houw dan isteri susiok (paman guru) Suma Ceng Liong?"

"Persis seperti keadaanmu dengan nona Can Bi Lan itulah! Dahulu, isteri adikku Suma Ceng Liong bernama Kam Bi Eng dan ia oleh orang tuanya telah dijodohkan dengan Sim Houw! Mereka telah ditunangkan secara resmi atas pilihan dan kehendak orang tua. Akan tetapi, Kam Bi Eng kemudian menolak Sim Houw dan memilih Suma Ceng Liong! Dan lihat sikap mereka kini. Tidak ada apa-apa, bukan? Seharusnya demikian pula sikapmu terhadap Sim Houw dan Can Bi Lan. Jodoh hanya dapat berlangsung melalui jembatan cinta kasih, dan cinta kasih haruslah datang dari kedua pihak. Tak mungkin bertepuk tangan sebelah, muridku, dan engkau sepatutnya bergembira bahwa orang yang kau cinta itu kini berjodoh dengan seorang yang berkepandaian tinggi."

Hong Beng termangu mendengarkan keterangan suhu-nya ini. Tak disangkanya bahwa Sim Houw pun pernah menderita kasih tak sampai seperti dia! Bahkan lebih hebat lagi karena Sim Houw telah ditunangkan dengan bibi gurunya itu, pertunangan yang diikat oleh guru Sim Houw sendiri, tapi kemudian dibatalkan karena bibi gurunya itu mencinta paman gurunya, Suma Ceng Liong!

"Tetapi, biar pun pandai, apa gunanya berilmu tinggi kalau melakukan penyelewengan, suhu?"

"Jangan tergesa menduga demikian, Hong Beng. Lihat saja, kalau memang Sim Houw menyeleweng ke jalan sesat, apakah gurunya, pendekar sakti Kam Hong locianpwe akan tinggal diam saja? Pula, kalau benar Bi Lan dan Sim Houw berkelakuan buruk, kukira seorang sakti seperti Kao-locianpwe di Istana Gurun Pasir tidak akan menaruh kepercayaan kepada mereka."

"Akan tetapi jelas bahwa mereka memihak dan membela siluman betina Bi-kwi sehingga menentang kita, suhu!" bantah Hong Beng penasaran.

"Menurut mereka, siluman betina itu kini telah bertobat dan mereka membelanya karena ia sekarang telah kembali ke jalan benar."

"Ah, siapa dapat percaya keterangan itu suhu? Harap suhu bayangkan, seorang wanita yang sudah demikian bejat akhlaknya, sudah demikian jahatnya seperti Bi-kwi, yang sepak terjangnya mengerikan dan jauh lebih jahat dari pada Sam Kwi sendiri, mana mungkin iblis betina macam ia itu dapat kembali ke jalan benar? Alasan yang dicari-cari saja! Keterangan itu harus dibuktikan dulu sebelum kita menerimanya dan menelannya mentah-mentah begitu saja. Teecu tetap masih belum mau percaya!"

"Engkau percaya atau tidak itu hakmu, akan tetapi aku memperingatkan agar engkau tidak membuat gara-gara dengan panasnya hatimu itu di sini, Hong Beng! Tadi, ketika engkau memotong keterangan Bi Lan dan mengumumkan bahwa Bi Lan murid Sam Kwi, aku sudah merasa sangat malu. Engkau tidak boleh mencari keributan dengan mereka lagi, baik di sini atau pun di lain tempat!"

"Suhu...!" Hong Beng terkejut dan menjatuhkan diri berlutut, menundukkan mukanya. Tidak disangkanya bahwa kini gurunya marah kepadanya dan agaknya gurunya bahkan memihak Bi Lan!

Melihat keadaan muridnya, Suma Ciang Bun menarik napas panjang. Dia merasa iba kepada muridnya ini. Semenjak kecil, muridnya ini telah bernasib malang. Ayah ibunya dibunuh orang dan hidup sebatang kara. Dia amat sayang kepada muridnya, seorang murid yang baik, patuh, rajin dan berbakat, bahkan muridnya telah membuktikan dirinya sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa. Kini, dia tahu bahwa muridnya ini rusak batinnya karena cintanya yang gagal! Muridnya menjadi pendendam, iri hati, dan iba dirinya membengkak.

"Hong Beng, apakah engkau tidak dapat melupakan kegagalanmu dalam cinta? Masih banyak wanita di dunia ini yang bahkan lebih baik dari pada Bi Lan, yang kelak dapat menjadi jodohmu..."

"Suhu...!"

Dan pendekar itu kaget sekali melihat betapa muridnya menitikkan air mata! Hong Beng, muridnya yang gagah perkasa itu, yang tidak gentar menghadapi ancaman maut, kini menangis!

"Hong Beng, ada apakah? Engkau... menangis?"

Pertanyaan ini memperbanyak keluarnya air mata dari kedua mata Hong Beng. Pemuda ini cepat menekan perasaannya, menghapus semua air mata dari mata dan pipinya, menggunakan punggung tangan. Setelah semua air mata terhapus, dia pun memberi hormat sambil berlutut.

"Ampunkan kelemahan hati teecu, suhu. Akan tetapi perkataan suhu tadi mengingatkan teecu bahwa teecu selamanya tak akan mungkin dapat menikah... agaknya... teecu... akan terpaksa mengikuti jejak suhu, tidak akan menikah selamanya."

Wajah Suma Ciang Bun berubah dan alisnya berkerut, pandang matanya penuh selidik ditujukan kepada wajah muridnya. Selama menjadi muridnya, Hong Beng tidak pernah mendapat kesempatan untuk mengerti akan keadaan dirinya yang tidak normal.

Dia telah berjaga diri, dan muridnya itu tidak pernah tahu bahwa dia tidak menikah bukan karena tidak ada wanita yang mau menjadi isterinya, melainkan dia sendiri yang tidak mau menikah karena dia tak suka berdekatan dengan wanita! Ucapan Hong Beng itu tentu saja mengejutkan hatinya. Apakah Hong Beng kini tahu akan ketidak wajaran dirinya?

"Apa maksudmu, Hong Beng? Kenapa engkau terpaksa tak akan menikah selamanya?" pancingnya dengan hati tegang.

"Karena cinta pertama teecu (murid) telah gagal, dan untuk menikah dengan wanita lain, tidak mungkin! Teecu telah terikat janji dengan seseorang bahwa teecu harus menikah dengan seorang gadis. Padahal, perjodohan ini tidak akan mungkin terjadi, dan untuk melanggar janji kepada orang yang teecu hormati dan yang sudah tidak ada di dunia ini, teecu juga tidak berani."

Lega rasa hati Suma Ciang Bun, perasaan lega yang timbul karena dengan jawaban itu terbukti bahwa Hong Beng tidak tahu akan keadaan dirinya yang tidak wajar. Namun dia juga merasa heran sekali.

"Sungguh aneh! Kepada siapakah engkau berjanji, dan siapa pula gadis yang harus kau jadikan calon isteri itu dan kenapa pula hal itu tak mungkin terjadi?"

Hong Beng menundukkan mukanya, merasa bingung sebab ia tidak berani melanjutkan bicaranya. Gurunya menjadi makin heran melihat muridnya yang hanya menundukkan muka dan tidak menjawab itu.

"Hong Beng, jawablah pertanyaanku tadi!" dia mendesak, penasaran.

"Teecu... teecu tidak berani, suhu."

"Hong Beng, bukankah aku telah menjadi gurumu dan pengganti orang tuamu? Siapa lagi yang akan mengurus dan membela dirimu kalau bukan aku? Akulah yang akan melamarkan gadis yang kau pilih, dan akulah yang akan menikahkan engkau. Katakan, kepada siapa engkau berjanji dan siapa pula gadis itu!"

Hong Beng tadi tidak sengaja hendak membongkar rahasia hatinya itu. Dia tadi bicara karena dilanda duka, dan kini sudah terlanjur. Dia harus membuka rahasia itu kepada suhu-nya. Pula, kalau diingat benar, siapa lagi kalau bukan suhu-nya yang akan dapat membereskan persoalan itu?

"Harap suhu maafkan teecu. Sesungguhnya, teecu telah berjanji kepada... mendiang locianpwe Teng Siang In."

"Bibi Teng Siang In? Ibu kandung Ceng Liong?" Suma Ciang Bun berseru kaget. "Dan siapa gadis yang akan kau jadikan jodohmu itu?"

"Teecu sudah berjanji kepada mendiang locianpwe itu untuk kelak... menjadi suami nona Suma Lian..."

"Ehhh...?" Suma Ciang pun menjadi semakin heran dan memandang wajah muridnya dengan mata terbelalak.

Dia takkan ragu akan kebenaran pengakuan muridnya sebab selama menjadi muridnya, dia sudah mengenal benar watak Hong Beng yang tidak akan suka berbohong. Karena kepercayaan dan keyakinan inilah maka dia membela Hong Beng ketika bentrok dengan Bi Lan dan Sim Houw. Dia tidak dapat membayangkan muridnya itu berbohong dan membuat keterangan palsu.

"Bagaimana pula ini? Coba ceritakan, bagaimana asal mulanya maka engkau berjanji kepada mendiang bibi Teng Siang In untuk kelak berjodoh dengan Suma Lian."

Dengan panjang lebar dan jelas Hong Beng lalu bercerita kepada suhu-nya tentang pengalamannya pada waktu dia berkunjung ke dusun Hong-cun untuk pertama kalinya, di mana dia melihat Suma Lian diculik oleh Sai-cu Lama yang berkelahi melawan nenek Teng Siang In. Betapa dia membantunya sampai Sai-cu Lama melarikan diri.

Akan tetapi Suma Lian dibawa oleh Lama yang jahat itu, sedangkan nenek Teng Siang In menderita luka yang amat parah. Betapa kemudian Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng melakukan pengejaran terhadap penculik anak perempuan itu dan dia merawat nenek Teng Siang In yang terluka parah di pahanya oleh pedang Ban-tok-kiam, pedang yang dirampas dari tangan Bi Lan oleh Sai-cu Lama.

"Ketika itulah, suhu, locianpwe Teng Siang In yang siuman dan menghadapi kematian, minta kepada teecu untuk mencari nona Suma Lian dan minta teecu berjanji agar kelak teecu suka berjodoh dengan nona Suma Lian. Melihat keadaan locianpwe itu, yang dalam sekarat menghadapi maut, bagaimana teecu tega untuk menolak permintaannya yang terakhir itu? Sayang bahwa ketika itu, susiok Suma Ceng Liong dan isterinya tidak ada. Kalau mereka ada, tentu dengan mudah teecu menyerahkan persoalannya kepada mereka. Melihat betapa locianpwe itu menghadapi saat terakhir, terpaksa teecu penuhi permintaannya dan teecu mengucap janji itu. Baru kemudian teecu menyesal. Orang seperti teecu ini, mana mungkin menjadi jodoh nona Suma Lian? Teecu tidak berani..., memikirkan pun tidak berani, dan teecu juga tidak berani melanggar janji teecu sendiri, apa lagi janji terhadap seorang locianpwe yang sudah meninggal dunia..."

Suma Ciang Bun termenung, lalu mengangguk-angguk. "Muridku, aku sendiri tidak tahu bagaimana sikap adikku Ceng Liong dan isterinya mengenai persoalan ini. Akan tetapi, menghadapi setiap masalah, kita harus bersikap jujur dan berani, dalam arti kata, berani menghadapi segala akibatnya. Diterima atau ditolaknya oleh mereka jika urusan ini kita ajukan, hanya merupakan akibat saja dan andai kata ditolak, berarti bukan engkau yang melanggar janjimu terhadap bibi Teng Siang In, melainkan pesan itu tidak terlaksana karena pihak orang tua Suma Lian tidak setuju. Nah, tenangkan hatimu. Setelah pesta ulang tahun cihu selesai, aku akan bicara dengan Ceng Liong dan isterinya tentang pesan terakhir bibi Teng Siang In itu."

"Akan tetapi, suhu, teecu takut..."

"Takut apa? Hong Beng, jangan engkau terlalu merendahkan diri. Engkau muridku, tahu? Engkau cukup gagah dan tampan, cukup berharga untuk menjadi jodoh gadis mana pun juga, termasuk Suma Lian! Nah, sekarang mengasolah dan sedapat mungkin hapuskan rasa tidak sukamu kepada Bi Lan dan Sim Houw. Aku pun ingin beristirahat. Ceritamu sungguh membuat hatiku menjadi tegang dan kaget tadi."

Setelah percakapan dengan gurunya ini, hati Hong Beng menjadi tenang kembali dan dia dapat tidur nyenyak. Juga perasaan tidak suka dalam hatinya terhadap Bi Lan dan Sim Houw seolah olah menjadi padam atau setidaknya berkurang banyak.....

SULING NAGA (seri ke 12 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang