Prolog

184 39 22
                                    

Langkah kaki sepasang suami dan istri yang sedang berjalan memecahkan keheningan hutan yang sepi. Mereka sedang berjalan-jalan dihutan untuk sekedar bermain-main dan menjernihkan pikiran dari semua pekerjaan yang ada dikerajaan. Mereka berjalan sambil menautkan kedua tangan masing-masing. Si pria memakai mahkota berlapiskan permata indah, tak lupa jubah berwarna hitam dan merahnya, yang setiap ujungnya dilapisi batu rubi, jubahnya yang menjuntai hingga menyapu rerumpuatan di sana. Pria itu tampak sangat menawan dan tampan. Lalu si wanita, penampilannya tak kalah indah dengan si pria, dengan menggunakan tiara kecil dirambutnya di lapisi permata yang sama dengan si pria, wanita itu menggunakan gaun berwarna perak, dan itu membuatnya semakin cantik dan anggun. Mereka sangat bahagia karena akan segera memiliki buah cinta yang selama ini mereka nantikan, seorang pangeran yang akan mewarisi tahta kerajaan vampire.

"Edgar, aku merasa haus. Aku ingin berburu" ucap sang istri.

"Tidak Shannon. Kau tidak boleh berburu. Biar aku yang berburu dan mencarikannya untukmu" balas sang suami.

"Baiklah. Tapi aku ingin ikut bersamamu."

"Yeah. Ayo!"

Mereka berdua mencari hewan untuk di buru dan dihisap darahnya.

Selang beberapa lama, akhirnya mereka menemukannya. Satu ekor rusa yang sedang duduk di bawah pohon.

Tanpa basa-basi lagi sang suami berlari dan langsung menggigit rusa itu agar mati, dan darahnya bisa diminum oleh sang istri. Tapi, disaat ia tiba dihadapan sang istri. Seekor rusa yang tadi ia gigit berubah menjadi seorang penyihir. Penyihir itu ambruk ke tanah dan berbicara kepada sepasang suami istri, walaupun tengah sekarat. Membuat mereka terkejut.

"Apa yang kau lakukan. Kaumku dan kaummu sudah berdamai. Lalu kenapa kau menyerangku?". kata penyihir

"Maafkan aku. Aku tidak tahu kau adalah seorang penyihir. Aku hanya mencarikan darah untuuk istriku." ucap Edgar.

"Tetap saja aku tidak akan bisa memaafkanmu."

"Tolonglah aku mohon. Maafkan suamiku. Dia tidak sengaja." mohon sang istri

"Tidak bisa. Suamimu telah melanggar perjanjian damai itu. Dia telah melukai kaum penyihir. Dan sebagai balasannya. 'Aku Grace. Anggota dari kaum witch mengutuk keturunanmu Edgar Aaron Maxwell. Disaat dia sudah menginjak 150 tahun. Dia akan mati tapat dibulan purnama. Kecuali ada yang sanggup menggantikan posisinya dengan perjanjian darah maka kutukan itu akan berpindah kepada orang tersebut'." Lalu nafas Grace tersengal-sengal, dan dia melanjutkan kata-katanya.

"Maafkan aku raja. Tapi ini...sudah perjanjian." Kata terakhir itulah yang keluar dari mulut penyihir itu, kemudian penyihir itu menutup mata untuk selamanya.

"Tidak. Tidak mungkin. TIDAK!" teriak Shannon sambil menangis dan memegangi tangan si penyihir.

Tapi tetap saja, sekeras apa pun Shannon berteriak--teriakkannya itu tidak akan merubah keadaan, karena kutukan itu sudah terlanjur terucap dari mulut sang penyihir, dan apa daya menyuruh penyihir itu untuk menarik kata-katanya lagi, tidak ada gunanya. Penyihirnya sudah tiada. Ia harus menerimanya, mau atau pun tidak. Hasilnya akan tetap sama, yaitu akhir hidup seseorang.

Takdir itu akan tetap terjadi. Walau sang penerima menangis sepanjang hari, atau berteriak meminta maaf beribu-ribu kali pun. Tidak akan ada yang mampu merubah kehendak sang takdir.


TBC
°°°°°°°
Aku mengawali cerita ini dengan kejadian masa lalu, awal mula dari sebuah pengorbanan. Ini juga merupakan sepenggal masa lalu salah satu tokoh utama.

Ini juga cerita pertama aku.....pasti banyak kesalahan mohon maaf ya....
Dan tolong kritik dan sarannya.....

Jangan lupa vote.....

The Decrees Of The DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang