17. Rasa Bersalah

47 3 4
                                    

Aku membuka mata perlahan, yang ku lihat adalah atap kamar, ternyata ini adalah kamarku. Aku berusaha menggerakan tubuh, tapi rasanya susah sekali--sekujur tubuhku terasa lemas sekali, bahkan sangat lemas. Tenggorokanku juga sangat kering, aku ingin minum. Aku berusaha untuk bangun, tapi tetap saja tidak ada perubahan apa pun--aku masih berbaring dengan posisi yang sama, tidak ada yang berubah.

Walaupun tidak membuahkan hasil, tapi aku tetap berusaha.

"Kau sudah bangun Alice?"

Aku menoleh ke arah pintu, di sana Helen yang sedang berjalan ke arahku, juga tak lupa di tanganya terdapat nampan yang berisi makanan, seperti bubur beserta sayuran hijau, dan berbagai banyak buah segar. Dia meletakan nampan itu di atas nakas sampingku, kemudian dia duduk di samping tempat tidurku.

Dia tersenyum. "Apa kau masih lemas?" tanya Helen dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang.

Aku membalas senyumnya. "Ya, aku masih sangat lemas. Rasanya aku juga tidak bisa bangun saking lemasnya. Apa yang terjadi padaku hingga aku seperti ini?" Aku bertanya padanya.

Helen diam, tidak langsung menjawabnya. Aku sendiri tidak ingat mengapa aku bisa tiba-tiba sampai di kamarku, kemudian tubuhku terasa lemas sampai tidak bisa bangun. Apa yang terjadi padaku semalam?

Aku memijat pangkal hidung, mulai memikirkan apa saja yang ku lakukan tadi malam hingga aku jadi seperti ini. Pertama, mulai dari aku pulang kerja, kemudian langsung pergi ke kamar dan duduk di depan monitor komputer tuaku. Lalu, setelah beberapa lama aku merasa lapar dan kemudian turun ke bawah. Aku berniat menuju dapur, tapi ada sesuatu yang menarik perhatianku di ruang tamu sehingga aku mengurungkan niat untuk ke dapur  dan lebih memilih berjalan ke arah ruang tamu, lalu aku melihat cahaya bulan purnama yang begitu terang. Bulan purnama?

"Di mana Javier?" tanyaku tiba-tiba.

Helen mengangkat sebelah alis dan berdecak kesal. "Untuk apa kau menanyakannya? Kau menanyakan orang yang akan Membunuhmu?" Aku sedikit terkejut saat mendengar penuturan Helen.

"Apa maksudmu?"

"Kau harus menjelaskan padaku tentang vampir sialan yang membuatmu hampir meregang nyawa!"

Aku membelalakan mata saat Helen mengatakan vampir sialan dan yang pasti yang di maksud itu adalah Javier. Tapi bagaimana dia tahu bahwa Javier adalah seorang vampir?

"Siapa yang kau sebut vampir?"

Helen memutar bola mata. "Kau masih tidak mau jujur walau sudah tertangkap basah Alice?" Kemudian dia mentusap wajah kasar.

"Kau masih tidak mau mengakui bahwa Javier itu adalah seorang pengisap darah?!" sentaknya.

Kenapa Helen tahu tentang Javier? Dari mana dia mengatahuinya? Apa mungkin Helen juga seorang vampir? Ah, tidak-tidak. Kenapa aku berpikir konyol. Apa Helen juga yang semalam datang ke rumahku dan berdiri di ambang pintu? Aku masih tidak mengerti dengan ini semua. Rasanya aku bertambah pusing.

"Helen, apa kau yang semalam dat_"

"Ya, aku yang datang semalam. Untung saja aku tepat waktu, bila tidak--kau sudah menjadi mayat dan akan segera di makamkan." Dengan begitu tenang Helen mangatakan semua itu, seakan-akan apa yang dikatakannya itu adalah sesuatu yang sepele.

"Kau menginginkan aku segera menjadi mayat? Teman macam apa kau!" Aku mengerucutkan bibir.

"Bukan begitu maksudku. Sudahlah, dari mana kau dapatkan penghisap darah itu?"

"Kenapa kau tahu bahwa Javier adalah vampir?" tanyaku balik.

Helen berdecak kesal. "Itu tidak penting. Sekarang jawab saja pertanyaanku barusan!"

The Decrees Of The DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang