7. Bangun

62 10 2
                                    

Allison POV

Perlahan aku membuka mataku, terus menyerjap-ngerjapkan mata untuk mengumpulkan semua nyawaku untuk sadar sepenuhnya. Setelah kesadaranku terkumpul semua, aku melihat sekeliling ruangan yang sekarang sedang aku tempati ini. Ini bukan kamarku. Tapi kamar siapa?

Lagi-lagi aku terbangun di tempat orang lain. Saat tersenggol waktu itu aku terbangun di kamar Helen, dan sekarang aku di kamar dan rumah siapa? Dan lagi kamar ini menurutku sangat aneh, disaat semua orang di zaman sekarang berlomba-lomba untuk menghias rumah mereka semodern mungkin, tapi rumah ini di hias dengan gaya klasik dan sedikit kuno. Tapi walaupun sedikit kuno aku sangat suka dan menurutku ruangan ini bagus dan unik.

Di sisi dinding terdapat ukiran-ukiran rumit, namun kuno, seperti zaman kerajaan dan abad pertengahan. Di dinding itu juga aku melihat lukisan pria dan wanita yang memakai mahkota, juga baju kuno. Mereka terlihat seperti seorang raja dan ratu, mereka juga cantik dan tampan. Bukan sekedar cantik dan tampan, tapi sangat-sangat cantik dan tampan. Raja dan ratu itu sangat mempesona, tapi tunggu kenapa warna mata mereka merah?

Tunggu. Tunggu. Aku di mana? Dan apa yang terjadi padaku? Aku terlalu terpesona dengan keindahan tempat ini. Aku harus keluar dari sini secepatnya. Tapi, saat aku mencoba bangun dari tempat tidur yang empuk dan super besar ini, aku merasa sekujur tubuhku sakit semua dan kepalaku juga terasa sangat pusing. Badanku serasa remuk semua ketika digerakan.

Aku terus mencoba bangun, walaupun kepalaku terasa pusing. Tapi, aku berusaha keluar dari sini, karena aku tidak tahu pemilik rumah ini seperti apa. Saat aku berhasil duduk walaupun dengan susah payah, aku berniat berdiri, tiba-tiba pintu kamar ini terbuka dan manampakan seorang lelaki menawan berkulit pucat dengan mata yang berwarna merah. Tapi, apa ada manusia yang memiliki iris berwarna merah? Aku tidak pernah melihat manusia memiliki iris seperti itu, baru kali ini aku melihatnya.

Lelaki yang berada di hadapanku ini sangat mempesona dengan hidung yang mancung, alis mata yang tebal, dia juga memiliki garis wajah yang menambah ketampanannya, juga rambutnya yang sangat rapi seperti baru saja memakai gel rambut. Tatapan matanya itu sangat tajam dan menusuk, wajahnya sangat datar tidak, sepertinya dia jarang tersenyum, tapi dia terlihat sangat berwibawa.

Pria itu terus memandangku dan mendekat ke arah ranjang yang sedang ku duduki, apa yang akan dia lakukan? Dia terus mendekat, aku beringsut mundur ke belakang sampai aku sudah membentur kapala ranjang, aku menunduk dan meremas selimut yang ku pakai sekarang. Tunggu, sejak kapan aku merasa takut? Aku tidak boleh takut, aku harus berani pada apapun dan pada siapa pun. Ya, aku tidak akan takut walaupun kematian ada di hadapanku. Aku pun mendongak melihat wajah tampan pria itu, aku harus bertanya. Aku menatap mata merahnya itu, dia juga menatapku tanpa berkedip.

"Kenapa aku berada disini?" aku bertanya padanya, tapi dia menjawab pertanyaanku.

"Aku kenapa dan tempat apa ini?" aku kembali bertanya padanya, tapi tetap tidak ada jawaban. Pria itu hanya terus memandangku. Apa dia tuli, ya? Kemudian beringsut mundur dan pergi begitu saja. Sial, aku dicampakan dan aku tidak terima ini.

"Hei tuan, apa kau tuli? Sampai-sampai kau tidak menjawabku, atau mungkin kau bisu?" aku bertanya lagi padanya dengan nada cukup tinggi, pria itu berhenti berjalan, tapi dia tidak menoleh sedikit pun dan dia hanya diam saja.

"Sayang sekali dia bisu, padahal dia sangat tampan" gumamku pada diri sendiri. Kenapa aku jadi mengaguminya? Ya sudahlah, lupakan saja.

"Tuan bisakah aku pulang? Dan apa yang terjadi padaku hingga berada di tempat ini? Oh sial! Aku lupa dia itu bisu." ucapku dengan nada tidak terlalu tinggi.

"Kau belum bisa pulang dan kau terjatuh dari tebing" pria itu berkata dengan nada datar dan dingin tanpa menoleh padaku, lalu dia langsung pergi.

Aku terjatuh dari tebing? Oh iya, aku lupa. Jadi, aku terjaruh dan terluka. Yahhh, sayang sekali aku tidak berhasil memacu adrenalinku. Akupun memutuskan untuk berbaring di kasur dan kembali tidur, karena badanku masih terasa sakit.

The Decrees Of The DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang