Author POV
Sementara itu tepat di atas pohon besar, ada seorang pria tampan dengan sejuta pesona sedang melihat apa yang terjadi pada Alice. Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan, ia hanya diam menatap ke arah Alice yang sedang sekarat dengan wajah dingin dan datar tanpa ekspresi. Pria itu memakai jubah hitam dengan iris mata yang berwarna merah dan memakai baju yang sedikit kuno, ia hanya duduk tanpa berinisiatif untuk membantu ataupun menolong Alice.
Pria itu terus memandang ke depan sambil menatap Alice. Entahlah, tidak ada yang tahu apa maksud dari tatapannya itu. Ia terus duduk dengan santainya sambil memainkan ranting pohon ditangannya.
Lalu setelah beberapa lama, pria tampan itu menghilang dari pohon itu, dan ternyata ia melesat ke tempat Alice berada, ia turun ke kolam air itu tanpa memperdulikan baju dan jubahnya yang basah, ia terus mendekati Alice dan langsung menggendong Alice dalam keadaan kacau yang sudah bersimbah darah, juga wajah yang sudah pucat seperti mayat. Pria itu melesat membawa Alice. Entah kemana pria itu akan membawanya.
Sampailah pria tampan itu ke sebuah kastil besar namun masih bergaya klasik. Kastil itu sangat megah, tapi bila melihat dari luar, kastil itu tampak menyeramkan dan juga sangat sepi. Pria itu masih menggendong Alice dalam dekapannya dan langsung membawanya ke kamar miliknya, lalu meletakan Alice di sebuah ranjang yang berukuran cukup besar.
Kemudian ia memanggil tabib untuk mengobati luka di tubuh wanita itu. Tak berselang lama tabib datang dan memeriksa luka-luka di tubuh Alice. Sambil menunggu tabibnya memeriksa wanita yang entah kenapa ia tolong, pria itu duduk di kursi.
"Tuan. Sepertinya nona muda ini tidak bisa diselamatkan" ungkap tabib yang masih memeriksa
Pria itu hanya memandang tabibnya dengan tatapan mata yang tajam, setajam elang, lalu berkata.
"Kau harus bisa menyelamatkan wanita itu. Apa pun itu caranya" sahut pria itu dengan penuh penekanan dan raut wajah yang dingin, datar, serta tatapan mata yang tajam menusuk.
Lalu setelah ia mengatakan itu, ia berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya.
Saat tiba di depan pintu ia melihat adik perempuannya yang sedang bersender di dinding.
"Kak Javier. Siapa yang kau bawa kemari?" adiknya bertanya pada Javier. Ya, pria yang menolong Alice itu adalah Javier. Sang pangeran vampire berwajah rupawan dengan sejuta pesona, memiliki kulit pucat dan dingin sedingin es, juga keras sekeras marmer.
"Bukan urusanmu" pria itu menjawab sambil melenggang pergi, dengan jawaban tanpa ekspresi dan wajah datar. Adiknya tak tinggal diam, dia harus tahu siapa yang kakaknya bawa ke kastil mereka.
"Ayolah kak. Siapa yang kau bawa ke kastil ini? " rengek sang adik.
"Aku tidak tahu" jawab Javier singkat.
"Lalu kenapa kau membawanya bila kau tidak tahu siapa dia?"
Karena pusing dengan pertanyaan yang terus dilontarkan adiknya, Javier hanya menatap sang adik dengan tatapan yang tajam dan datar. Seakan tatapan itu mengisyaratkan untuk tidak bertanya, adiknya langsung diam.
"Baiklah. Aku tidak akan Banyak bertanya lagi padamu" ucap adiknya.
Kemudian mereka berdua pergi ke arah yang berlawanan.
Di kesunyian malam yang sangat sepi dan dingin. Seorang pria tampan sedang berdiri di atas balkon, ia sedang menatap sang rembulan tanpa ekspresi sedikit pun. Dia begitu tampan ketika wajahnya di sinari bulan, iris matanya yang berwarna merah begitu indah dan bersinar.
Sosok itu adalah Javier. Javier merupakan sosok yang sangat misterius, ia tidak pernah tersenyum dan juga irit bicara. Ia selalu menunjukkan wajah tanpa ekspresi, hatinya tidak pernah luluh oleh apapun, ia juga tidak pernah perduli pada semua orang bahkan pada keluarganya sekalipun. Ia begitu dingin dan tak tersentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Decrees Of The Destiny
FantasiKesendirian adalah hal yang tidak asing bagi seorang Allison Jose Herold. Karena dia menjalani hidupnya sendiri. Ayah dan ibunya sudah meninggal. Oleh karena itu ia hidup sendiri dan melakukan segalanya sendiri. Dan satu hal lagi, ia sangat suka men...