3

681 102 32
                                    

Karena pekan depan adalah festival musim panas, dan selama sepekan ini pula tidak akan ada pelajaran, maka aku hanya bersantai di rumah tanpa menyentuh tugas apapun. Tidak peduli jika harus menumpuk, yang penting aku bisa bersantai.

Aku membaringkan diri di tempat tidur. Melihat langit kamar dengan pencahayaan minim karena tidak menyalakan lampu utama. Aku menggunakan lampu tidur agar suasana lebih tenang. Ditambah humidifier menyebarkan wewangian yang mungkin sebentar lagi akan membuatku terlelap.

Paras galakmu itu justru membuatku tidak bisa menahan senyum.

Ya Tuhan, kalimat itu benar-benar terngiang di pikiranku. Disaat aku sedang tersulut amarah, Johnny malah santai dan senyum tanpa dosa.

Aku penasaran dengan isi otak si nama kuno itu. Apakah dia seorang playboy kelas kacang (playboy yang hanya mengandalkan rayuannya untuk mendekati wanita) atau memang hanya menggodaku agar amarahku padam?

Tunggu...



Mengapa aku jadi memikirkannya?

*****

Waktu pulang sekolah adalah hal terindah yang selalu kurasakan tiap hari. Meski sore hari, tapi setidaknya penat di kepalaku telah hilang. Namun saking indahnya, hingga aku sadar bahwa hari ini aku harus ke ruang musik untuk menemui Johnny.

Saat semua siswa berlarian keluar dari lorong kelas menuju pintu utama, langkah kakiku terhenti pada satu pintu yang terdapat jendela kecil berbentuk persegi.

"Dor!" Aku dikejutkan oleh Emily.

"Kau mau aku hantam?" Ujarku yang telah mengepalkan tanganku kearahnya.

"Hei santai. Begitu saja marah. Sedang apa kau disini?"

"Ah, um, aku hanya... Ingin kesini saja. Kau tidak pulang?" Jawabku bohong.

"Begitu. Ini aku mau pulang," kata Emily dengan senyumnya, "Bye, Alexa."

Aku hanya melempar senyum kepadanya sambil melambaikan tangan.

























Kedua kalinya aku berbohong pada sahabatku sendiri. Salahkah?


















Setelah Emily pergi, akhirnya kubuka pintunya dan melangkah masuk kedalam.

Baru saja aku hendak masuk, aku sudah disambut oleh lantunan melodi River Flows in You - Yiruma.

Aku masih berdiri dengan tangan kananku yang memegang gagang pintu. Bibirku sedikit terbuka karena terkesima dengan Johnny.

Iya. Johnny Seo—yang menggodaku kemarin.

Dari sini aku bisa melihat kepiawaiannya dalam memainkan serangkaian blok not dan partitur dalam sebuah piano.

Sungguh, permainan yang indah. Dan Johnny terlihat berbeda saat ia memainkan alat musik itu. Keseriusan dan konsentrasi penuh sudah tertanam. Bahkan ia pun tidak menghiraukan kedatanganku sama sekali.

Aku tak bisa berkata-kata. Jika dibilang kagum, iya. Dan mataku tetap fokus padanya.

Tidak terasa jika Johnny sudah menekan denting terakhir. Itu artinya permainan piano selesai. Tapi aku tidak memberi tepuk tangan. Apa mungkin aku terlalu terkesima? Bisa jadi.

The Last Melody {Johnny Seo}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang