Guru baik hati itu pun menyalakan mesin motor dan melaju dengan pelan meninggalkan Pak Bagas tanpa menjawab salam yang diucapkannya. Di atas laju motor, bulir air mata tak terasa menetes kembali. Ada rasa sesak di dalam hatinya menyaksikan anak didiknya hidup sendiri. Tidak ada belaian lembut seorang ibu yang setiap saat bisa membela anak itu.
"Bu, berhenti dulu!"
Bu Sekar seketika berhenti setelah mendengar seorang wanita berusaha menghentikannya. Tante Rani, tetangga Arkana yang baik hati mendekatinya.
"Maaf Bu, sudah mengagetkan. Sebelumnya perkenalkan nama saya Rani, tetangga Arkana, murid Ibu."
"Salam kenal Bu Rani, panggil saja saya Bu Sekar," balas Bu Sekar.
"Mohon maaf Bu Sekar, saya tadi mendengar pembicaraan Ibu dengan Pak Bagas. Rasanya saya ingin keluar rumah melindungi Arkan tapi... "
"Tapi kenapa, Bu?" sela Bu Sekar.
"Saya takut Pak Bagas amarahnya semakin menjadi-jadi terhadap Arkana."
"Sepertinya Bu Rani paham betul tentang mereka berdua, ya?" selidik Bu Sekar.
"Saya sedikit memahami tentang kisah Arkana. Terus terang saya merasa kasihan melihat anak itu sering kesepian. Ia begitu rindu dengan ibunya tetapi Pak Bagas melarang untuk bertemu," jelas Tante Rani.
"Bu Rani apa tahu dimana keberadaan ibu Arkan?"
"Tidak," jawab Bu Rani sambil menggelengkan kepalanya. "Terakhir saya melihat ibu Arkan datang kemari saat anaknya berumur 8 tahun tetapi Pak Bagas mengusir paksa, Arkan pun dilarang menemui ibunya."
"Kira-kira Bu Rani tau ga penyebab perpisahan Pak Bagas dengan sang istri?"
"Saya hanya tau sedikit cerita saja Bu. Dahulu mereka bertiga hidup berkecukupan dan bahagia. Setelah perusahaan komputer yang ia dirikan gulung tikar sifatnya menjadi berubah. Pak Bagas sering bersikap kasar terhadap istri dan anaknya."
"Lalu?" tanya Bu Sekar penasaran.
"Hingga akhirnya Ibu Anita, ibu Arkan sakit-sakitan."
"Oh jadi Anita ya nama Ibu Arkan."
"Iya Bu. Ibu Anita sangat cantik. Terlebih lagi terhadap Arkan selalu bersikap lembut."
"Terus bagaimana mereka berpisah?"
"Untuk soal itu saya tidak begitu memahaminya. Yang saya ingat Kakek Nenek Arkana menjemput Anita setelah itu saya tidak pernah melihat Ibu Arkan lagi," jelas Tante Rani.
"Entah mengapa saya begitu ingin membantu Arkan bertemu ibunya. Mengembalikan semangat dan keceriannya. Terlebih lagi kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu."
"Saya berharap Bu Sekar bisa membantu Arkan. Pak Bagas tidak suka dengan saya karena sering menolong Arkan secara diam-diam saat ia tidak di rumah," ungkap Tante Rani.
"Semoga saya segera mendapatkan jalan keluar ya, Bu? Paling tidak segera menemukan tempat tinggal ibu Arkan."
"Iya Bu. Kalau begitu saya kembali ke rumah dulu takut Pak Bagas melihat perbincangan kita. Hati-hati di jalan Bu Sekar."
Bu Sekar menyalakan mesin motornya dan melaju dengan pelan. Apa yang baru saja terjadi masih terbayang dalam benaknya. Semangat untuk membantu Arkana menjadi semakin besar.
***
Sementara Arkana mengurung diri di kamar. Ia merasa kecewa dengan sikap sang ayah kepada Bu Sekar.
"Arkan!" teriak Pak Bagas.
Pintu kamar Arkan dibukanya dengan kencang hingga mengagetkan anak lelaki itu.
Arkana meringkuk di atas ranjangnya tanpa peduli dengan panggilan sang ayah.
"Sudah Ayah bilang berkali-kali jangan membawa orang lain ke dalam rumah!" serunya.
"Bu Sekar guru yang baik mengapa Ayah memarahinya. Arkan malu dengan sikap Ayah tadi!"
"Jangan membela guru itu, Ayah tidak suka!"
"Tapi Arkan akan tetap menyukainya. Arkan merasa dekat dengan ibu bila bersama dengan Bu Sekar," jawabnya tertunduk lesu.
"Arkan! Jangan sebut-sebut nama ibu lagi di depan Ayah!" murkanya.
"Arkan rindu ibu, Yah. Arkan rindu ibu," rintihnya berderai air mata. "Sebenarnya dimana ibu sekarang? Arkan akan menemuinya sendiri kalau Ayah tidak mau bertemu."
"Kamu tidak akan bisa bertemu dengan ibumu!" bentaknya sambil membanting pintu. Ia tinggalkan sang putra di kamar meratapi kesedihannya.
Dengan penuh emosi yang masih bergemuruh di dalam dadanya. Pak Bagas meletakkan badannya di kursi kayu panjang beralaskan tikar. Lagi-lagi batang demi batang rokok dengan asap mengepul memenuhi ruang tamu berukuran 3x3 meter itu. Ia memandang langit-langit ruang dengan pikiran melayang jauh membawanya kembali pada kenangan bersama sang istri, Anita Arsita, ibunda Arkana.
Malang, 15 Maret 2011
"Selamat ulang tahun Arkan, anak Ibu yang paling ganteng dan pintar," ucap Anita sambil mengecup kening anaknya.
"Nah, sekarang kita potong kuenya yukk," pinta Pak Bagas.
"Ayah, biar Arkan yang memotongnya ya," pintanya.
"Baiklah, Arkan yang berulang tahun jadi kamu saja yang memotongnya. Ayah sudah tidak sabar memakan kue buatan ibu pasti enak," jawab Pak Bagas.
Arkan memotong kue penuh coklat kesukaannya dengan hati-hati. Hari ulang tahun Arkan mereka rayakan bertiga dengan penuh suka cita meskipun hanya di dalam rumah.
"Kalau boleh Ibu tau, tadi Arkan berdoa apa ya?" tanya Anita.
"Iya, Ayah juga ingin tahu," sahut Pak Bagas.
"Hmm ... Arkan ingin ... "
(Bersambung)
YOU ARE READING
SURGA ARKANA
General FictionArkana, anak lelaki yang baru duduk di kelas 5 SD. Semenjak kedua orang tuanya berpisah, dia kurang mendapat perhatian. Pelariannya adalah mencari perhatian serta kasih sayang dari guru kelasnya. Di kelas ia suka bertingkah semaunya sendiri dan tid...